10.

1456 Words
"Suster, suster sakit? Wajahnya kok merah?" Tanya Aska dengan raut wajah polosnya. Dan suster Evelyn kembali menjadi gugup dibuatnya. "Ha? Tidak kok Aska. Suster baik-baik saja. Nah sudah selesai ganti bajunya." Seru suster Evelyn menutupi rasa gelisahnya. Aska melempar senyum manis ke arah suster Evelyn dan mengangguk kecil. "Aska sudah kenyang belum?" Tanya suster Evelyn sambil membereskan peralatan makan Aska. Pria itu kembali menganggukkan kepala menanggapi ucapan suster Evelyn. "Sudah. Aska sudah kenyang suster." lapor Aska. "Suster, dimana suster Andi?" tanya Aska kemudian sambil menoleh ke arah jendela luar mencari sosok suster Andi yang biasa menjaganya bersama suster suster wanita yang bertugas mengunjunginya. "Oh perawat Andi sedang libur hari ini, sekarang yang bertugas adalah perawat Adam tapi dia lagi ada kesibukan lain. Karena Aska sudah menjadi anak yang baik, Aska tidak perlu dijaga ketat seperti pertama kali Aska datang." Jelas suster Evelyn seperti berbicara dengan anak kecil. Bahasa Aska yang selalu memanggil dirinya sendiri dengan sebutan nama membuat semua orang juga ikut melakukan hal yang sama. Terlebih sikap Aska yang seperti anak kecil membuat mereka tanpa sadar juga berbicara seperti berhadapan dengan seorang anak kecil. "Apa Aska sudah boleh keluar suster? Aska juga ingin bermain di luar seperti teman-teman yang lain." pinta Aska sambil memasang wajah memelasnya. Memang karena sikap Aska yang sebelumnya terlalu bar-bar membuat pria itu diisolasi mandiri di tempat terpisah dari yang lainnya agar tidak memengaruhi psikis pasien lain juga. Bahkan hingga kini mereka belum mengijinkan Aska untuk keluar dari kamarnya. Tidak jarang Aska melihat beberapa pasien lain berkeliaran di luar jendelanya membuat pria itu merasa iri dan ingin keluar juga. "Aska pasti bosan di kamar terus ya?" tanya suster Evelyn yang dijawab anggukan kepala berkali-kali dari Aska. Bibir bawah pria itu sudah maju menambah efek wajah memelasnya yang malah membuat siapapun menjadi gemas dengan tingkahnya. Begitu juga dengan suster Evelyn. Wanit itu mulai menimang-nimang sejenak untuk menyetujui permintaan Aska. Melihat perkembangan pria itu yang sudah menjadi baik suster Evelyn merasa itu cukup. "Baiklah. Suster tidak tahu Aska sudah boleh keluar atau belum. Biar suster bertanya lebih dulu pada dokter Edi boleh tidaknya Aska keluar ya. Sekarang Aska jadi anak yang baik dulu di dalam kamar, oke?" "Oke suster!" Jawab Aska. Kemudian suster Evelyn mengambil nampan berisi piring-piring yang kotor dan sekaligus membawa baju kotor Aska keluar. Tidak lupa suster Evelyn kembali mengunci kamar Aska dari luar. Selepas kepergian suster Evelyn, Aska merebahkan tubuhnya kembali di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamar. Satu tangannya bergerak menunjuk langit-langit kamar dan mulai menulis nama Rasya di udara. Bibir tipisnya juga bergerak menggumamkan nama Rasya berkali-kali hingga suara langkah kaki dari luar kembali terdengar. Aska yang sudah menyadari bahwa itu adalah langkah kaki suster Evelyn kini beranjak mendudukkan dirinya kembali. Suara putaran kunci kamarnya terdengar menampilkan sosok suster Evelyn dengan senyuman lebarnya. "Halo Aska, sudah siap bermain di luar?" Seru suster Evelyn yang berhasil membuat Aska berseru senang. Aska ditemani suster Evelyn berjalan-jalan mengitari sekitaran taman rumah sakit yang tidak jarang dilewati pasien-pasien dengan bermacam-macam tingkah absurd mereka. Ada yang melakukan pembicaraan serius dengan dinding, ada yang berlari ceria sambil membawa boneka barbie, ada yang duduk sambil bengong, ada yang... yang pasti masih banyak tingkah absurd lainnya dan Aska juga sibuk menoleh ke sana kemari memerhatikan tingkah mereka dengan penuh minat. Tidak jarang pria itu juga ikut tersenyum lebar melihat tingkah mereka semua yang di anggapnya lucu. Suster Evelyn mengajak Aska duduk di sekitar taman yang lebih sepi di banding yang lainnya. Anggap saja dirinya sedang berkencan dengan Aska. Lumayan kan, batin suster Evelyn bersorak senang. Diperhatikannya pria itu dari samping. Selain mengagumi keindahan ciptaan Tuhan, suster Evelyn juga ditugaskan untuk memerhatikan tingkah laku Aska dan melaporkannya kemudian kepada dokter Edi, dokter yang menangani Aska saat ini. Melihat perubahan drastis dari pria itu yang lebih kalem dibanding di awal pertemuan mereka adalah suatu kemajuan besar. Namun juga membuat dokter Edi merasa sedikit tidak percaya karena itu terlalu singkat untuk Aska yang dari awal bersikap bar-bar tidak terkendali. Karena itu dokter Edi tetap menugaskan suster Evelyn untuk memantau perkembangan pria itu. "Bagaimana Aska? Apakah Aska sudah merasa senang?" Tanya suster Evelyn sambil melihat raut wajah Aska yang tidak hentinya tersenyum lebar. Aska menolehkan pandangannya membalas tatapan suster Evelyn sebelum mengangguk beberapa kali. "Eum! Aska sangat senang suster hihihi!" Jawab Aska dengan riang. "Benarkah? Baguslah kalau begitu. Suster juga ikut senang melihatnya, Aska." "Suster itu tempat apa?" Tanya Aska sambil menunjuk sebuah lorong yang terletak di pojok taman. Suster Evelyn ikut menoleh ke arah yang ditunjuk Aska. "Itu gudang Aska. Tempat penyimpanan barang." Jelas suster Evelyn. "Gudang? Apa Aska bisa bermain di sana dengan suster?" Tanya Aska lagi tanpa mengalihkan pandangannya dari lorong itu. "Bermain? Memang Aska mau main apa sama suster di sana?" Tanya suster Evelyn dengan mengakat ke dua alisnya heran. "Aska gak tahu. Tapi Aska mau ke sana." rengek Aska sambil menggenggam tangan suster Eveleyn dengan erat, membuat wanita itu menjadi gugup dengan wajah yang mulai merona. "Suster mau main apa?" Tanya Aska sambil menatap lekat suster Evelyn. "Su-suster tidak tau mau main apa di sana." Ucap wanita itu. Padahal dalam hati suster Evelyn ingin meneriakkan keinginannya yang ingin bermain kuda-kudaan dengan Aska. "Kalau begitu ayo temani Aska ke sana. Aska mau lihat-lihat ke sana suster." Ajak Aska sambil menarik-narik tangan suster Evelyn yang masih di genggamnya. Suster itu menjadi bingung ikut menuruti kemauan Aska atau tidak. Terlebih tempat yang ditunjuk Aska adalah tempat penyimpanan yang sangat jarang dilewati petugas. "Aska lebih baik kita di sini saja ya. Di sana tempatnya sepi, tidak ada yang menarik. Aska anak yang baik kan." bujuk suster Evelyn kemudian. Lebih baik dirinya mencari aman dengan mengikuti prosedur rumah sakit untuk bersikap lebih hati-hati menghadapi seseorang yang memiliki gangguan mental seperti Aska. Raut wajah Aska menjadi murung ketika mendengar penolakan dari suster Evelyn. "Iya, Aska anak yang baik kok suster." jawab pria itu sambil menundukkan kepalanya membuat suster Evelyn menjadi sungkan. "Aska tidak apa-apa kan? Tunggu saja, mungkin nanti Aska bisa main ke sana kalau perawat Andi sudah datang lagi, bagaimana?" Bujuk suster Evelyn. Ya menghadapi seseorang seperti Aska lebih baik membawa bala bantuan agar lebih aman dibanding sendirian. Mendengar bujukan suster Evelyn berhasil membuat Aska kembali bersemangat. "Iya suster. Aska jadi tidak sabar ketemu perawat Andi hehe." Seru Aska. Suster Evelyn menghela nafas lega mendengarnya. Mereka berdua kembali menikmati udara segar pagi itu bersama-sama. Aska sesekali bersenandung dengan memakai nada acak, terlihat begitu senang hari ini. Lalu tidak lama kemudian suster Evelyn menyadari sikap pria itu yang terlihat begitu gelisah dengan tangannya yang bertengger di atas pusatnya, membuat wanita itu bertanya-tanya ada apa gerangan dengan pria itu. "Aska kenapa? Kok terlihat gelisah? Aska mau pipis?" Tanyanya kemudian. Tubuh Aska terlihat menegang lalu menoleh ke arah suster Evelyn. Dengan pelan Aska menggelengkan kepalanya. "Terus kalau gak mau pipis Aska kenapa?" "Aska pingin ngerasain yang tadi pagi lagi suster." "Tadi pagi? Emang kenapa tadi pagi?" "Tadi pagi Aska ngerasa aneh di sini waktu kenak tangan suster." Jelas Aska sambil menunjuk pusatnya. Suster Evelyn sontak membolakan kedua matanya tidak percaya mendengar keinginan pria itu. "A-aska pengen ngerasain lagi?" "Iya." Suster Evelyn menelan ludahnya kasar dengan nafas berat. Ucapan Aska seperti mengundangnya untuk bermain bersama. Terlebih kini Aska kembali menggenggam tangan suster Evelyn dan menuntunnya perlahan mendekati pusat Aska. Suster Evelyn mengumpat dalam hati mendapat perlakuan langka seperti ini dari pasien tampannya. Ternyata gairah pria itu masih berkerja dengan lancar seperti lelaki normal pada umumnya. Hampir tangannya menyentuh milik Aska namun langsung dihentikan suster Evelyn. Terlalu banyak orang yang melihat perbuatan mereka saat ini. "Aska di sini tidak bisa. Terlalu ramai." tutur suster Evelyn sambil melirik ke sekitar mereka. "Terlalu ramai?" beo Aska sambil memiringkan sedikit kepalanya. "Terus dimana?" Tanya Aska. Suster Evelyn menatap sejenak ke arah Aska lalu kemudian beralih ke arah gudang yang tadi di tunjuk Aska. Wanita itu kembali meneguk ludahnya kasar menyadari pikirannya sudah gila. "Kita ke gudang." putus final suster Evelyn kemudian. Dengan satu tarikan kecil suster Evelyn membawa Aska melangkah menuju gudang yang sepi itu. "Wah... Yeai Aska pergi ke gudang juga!" Seru Aska setibanya mereka di gudang. Evelyn menyalakan lampu gudang setelah menutup pintunya rapat. Terlihat beberapa peralatan kebersihan tersimpan di sana. Lalu beberapa barang lainnya yang Aska tidak tahu apa itu. Sibuk memerhatikan isi gudang membuat Aska tidak menyadari bahwa suster Evelyn sudah berdiri dekat di belakangnya dengan senyuman menggoda. Tanpa tedeng aling-aling suster Evelyn melingkarkan tangannya di pinggang Aska menelusuri perut kotak-kotaknya dengan gerakan sensual dari arah belakang. "Jadi Aska mau mulai dari mana mainnya?" Ucap suster Evelyn sambil menurunkan gerakan tangannya semakin ke bawah perut Aska dengan perlahan. Aska tersenyum kecil merasakan sentuhan dari tangan suster Evelyn pada tubuhnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD