Bab 22

983 Words
11 April 2016 Billy Ruangan sempit itu terasa panas. Billy duduk di salah satu kursi kosong dan berhadapan dengan dua petugas polisi yang wajahnya tampak tidak asing. Yang satu adalah sheriff O’Riley, satu yang lain hanyalah seorang petugas bernama Jackson. Itu bukan kali pertama Billy duduk disana berhadap-hadapan dengan mereka. Sekitar beberapa minggu yang lalu, Billy sempat terlibat kasus kekerasan di bar yang berakhir dengan perdamaian di kedua pihak. Billy cukup yakin kepolisian masih menyimpan sejumlah catatan kriminal Billy. Sudah berkali-kali ia masuk dan dibebaskan dari penjara. Kali ini tidak akan jauh berbeda. Mereka menangkapnya saat seseorang melaporkan melihat Billy berkeliaran di kawasan pabrik kayu. Tentu saja Billy sudah tahu tuduhan yang ditujukan padanya. Setelah aksi penembakan yang dilakukannya terhadap Ethan, bocah laki-laki itu tentu tidak akan tutup mulut. Seharusnya Billy habisi saja dia ketika ada kesempatan. “Aku yakin kau sudah tahu kenapa kami membawamu kesini,” ucap sang sheriff sembari melipat kedua tangannya dan memandangi Billy dengan tajam dari seberang meja. “Ya.” “Jadi jangan buang-buang waktu kami. Langsung katakan saja kenapa kau menembaknya?” “Bocah itu? Keponakanmu?” “Namanya Ethan,” kecam sang sheriff dengan tegas. “Dan dia bukan bocah lagi. Mulailah belajar untuk menerimanya.” “Aku tidak percaya kau menganggapnya bersih.” “Apa maksudmu?” “Dia melakukan sesuatu pada putriku. Aku tahu itu!” “Apa yang kau maksud dengan kata ‘melakukan sesuatu’.” “Demi Tuhan! Jangan bodoh, kau tahu apa yang sedang kubicarakan disini. Putriku mati! Seseorang membunuhnya..” “Kami bahkan belum mengumumkan secara resmi kalau itu kasus pembunuhan..” “Jangan naif, itu sudah jelas pembunuhan.” “Lanjutkan! Kenapa kau berpikir dia terlibat dengan semua itu?” “Karena aku melihatnya menemui Amy beberapa hari sebelum Amy dinyatakan menghilang.” “Dimana kau melihatnya?” “Di pekarangan belakang rumahku. Dia mengendap-endap disana untuk menemui Amy.” “Maksudmu dia datang ke rumahmu diam-diam untuk menemui temannya? Aku tidak melihat masalahnya disana.” “Oke, mereka memang berteman, tapi dia memiliki niat jahat terhadap Amy.” “Niat apa?” Billy menggeleng. “Aku tidak tahu, kau bisa tanya sendiri padanya.” “Lalu apa yang membuatnya menjadi tersangka dalam kasus ini?” “Aku mengikutinya. Dia menunjukkan pergerakan yang mencurigakan.” “Kau mengikutinya?” sang sheriff membeokan. Billy tidak mengacuhkan pertanyaan terakhir itu ketika ia mengeluarkan sejumlah cetakan foto dari dalam sakunya kemudiannya menyebarkannya di atas meja. Foto-foto itu merupakan foto curian dari kotak penyimpanan Ethan yang disembunyikan di dekat terowongan. Isinya berupa potongan gambar tubuh telanjang seorang wanita yang tidak diperlihatkan wajahnya. “Dia menyimpan foto ini dan meletakkannya di dalam kotak yang dia sembunyikan di terowongan. Tidakkah semua ini mencurigakan? Aku yakin ini tubuh Amy.” “Bagaimana kau bisa memastikan ini foto Amy Rogers dan bukannya gadis yang muncul di majalah dewasa?” “Itu sudah jelas!” teriak Billy dengan kesal. “Itu Amy, putriku. Dan dia melakukan sesuatu padanya.” “Dia berada di tempat lain, berkumpul dengan teman-temannya pada malam ketika putrimu dinyatakan tewas. Apa yang akan kau katakan tentang itu?” “Tidak, itu suatu kebohongannya. Aku tahu hal ini akan terjadi..” “Apa?” “Aku tahu bahwa jika aku melaporkan semua itu pada kalian, kalian tidak akan memercayaiku. Dan dia adalah keponakanmu. Aku tahu kau akan melakukan pembelaan terhadapnya sekalipun jika dia bersalah..” Sang sheriff kini mencondongkan tubuhnya di atas meja. Tatapannya menusuk Billy dengan tajam. “Kami sedang melakukan penyelidikan sementara kau memotong jalur, membuat kesimpulan tanpa bukti kuat, dan bertindak semaumu. Kau pikir hal itu akan membantu?” “Setidaknya aku melakukan sesuatu. Untuk putriku.” Sheriff O’Riley mengangkat kedua alisnya dengan heran. “Melakukan sesuatu? Dengan merencanakan penembakan?” “Itu bukan serangan yang terencana. Aku hanya berniat menggertaknya saja, tapi dia menyerangku sehingga aku tidak punya pilihan selain menembaknya.” “Benarkah? Kami mendapatkan laporan yang berbeda dari yang kau sampaikan.” Wajah Billy memerah. Kedua tangannya sudah terkepal di bawah meja. Keinginan untuk meluapkan amarahnya telah berubah menjadi suatu kebutuhan yang amat mendesak. Sementara hawa panas kian terasa mencekik di dalam sana. Ruangan itu tidak memiliki mesin pengatur suhu. Dinding-dindingnya yang tebal juga tidak menyisakan celah bagi udara untuk dapat masuk ke dalam sana. Akibatnya sekujur tubuh Billy terasa berkeringat. Awan gelap bertengger tepat di atasnya ketika dua polisi itu terus mendesak Billy untuk mengakui perbuatannya. “Dengar! Putriku tewas.. bocah itu jelas-jelas menyakitinya. Foto-foto itu adalah buktinya dan sekarang kalian malah mempertanyakan tindakanku ketika seharusnya kalian menyelidiki bocah itu?” “Apa yang kau inginkan, Billy?” tanya O’Riley dengan tampang serius. “Aku ingin kalian menangkap bocah itu dan menghukumnya.” “Tidak semudah itu. Kami harus punya bukti yang kuat..” “Foto-foto itu..” “Bukan bukti yang dapat dipercaya,” potong sheriff dengan cepat. “Gadis di dalam foto itu bisa menjadi siapa saja. Sementara itu, kami juga mendapat laporan dari beberapa sumber yang mengatakan kalau kau beberapakali menyakiti putrimu.” “Tidak.” “Bisa kau katakan dimana kau berada malam itu?” “Aku berada di rumah, menunggu Amy sampai tertidur.” “Benarkah? Sumber kami mengatakan hal yang berbeda.” “Berengsek kau!” Billy mengentak permukaan meja dengan pukulan keras. Wajahnya yang kesal tampak memerah sedangkan kedua matanya membeliak ke arah sheriff yang masih duduk tenang di kursinya. “Hentikan semua omong kosong ini. Biarkan aku pergi dari tempat ini!” “Sayangnya..” ucap sang sheriff sembari meraih tumpukan kertas laporan di atas meja kemudian bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu diikuti oleh petugas Jackson. “Kau terjebak disini sampai tuduhan atas namamu bersih. Sementara itu, kau akan diadili atas tindakan main hakim sendiri. Mungkin kau butuh pengacara.” Jauh sebelum Billy sempat menanggapi ucapannya, sang sheriff lebih dulu membuka pintu dan pergi meninggalkan Billy sendirian di dalam sana. “Berengsek kau!” seru Billy dengan keras.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD