Kurang Bahan

1127 Words
"Pa-Pak Zio!!” Gumam Lastra berjengit kaget menatap takut ke arah Zio. Bagaimana tidak Zio tau-tau datang lalu mengambil dan menghempaskan minumannya dengan sangat kasar, dan saat ini, raut wajah bosnya itu sangat mengerikan dan seperti sedang menahan amarah yang bisa saja meledak kapan pun ia mau. Zio mencengkram dan menarik tangan Lastra untuk ikut bersamanya. Belum ada dua langkah, Adit pria yang berniat tidak baik tadi, juga ikut menarik lengan Lastra yang satu lagi agar tidak dibawa oleh Zio. Zio yang melihat hal tersebut langsung berbalik dan memberi satu pukulan keras tepat di wajah Adit tanpa melepaskan cengkramannya pada tangan Lastra. Dan seketika itu juga Adit tersungkur dengan darah segar mengalir dari hidungnya. “Astaga … Dit kamu gak papa?!" Tanya Lastra sedikit merunduk namun tangannya kembali di tarik oleh Zio. "Pak Zio lepasin! Sakit tau gak!!” Lastra yang hanya bisa memandang ngilu ke arah Adit. Sementara itu tangannya masih juga tidak dilepas oleh Zio. Sebelum melangkahkan kakinya keluar, Zio menyempatkan diri untuk pamit dengan ke tiga sahabatnya. Lastra kini sudah pasrah mengikuti kemana Zio menariknya dan sempat menundukkan badan sekilas pertanda ia juga ikut pamit mengikuti Zio. “Masuk!” Zio membuka pintu mobil dan mendorong tubuh Lastra perlahan. Zio tak langsung menstarter mobilnya, ia masih duduk di belakang kemudi,  menarik nafas untuk menenangkan emosinya. Lastra hanya diam memandang lurus kedepan sambil mengusap tangannya yang sakit dan juga memerah karena cengkraman Zio. Ia masih bingung, bertanya-tanya dalam hati, apa yang sedang terjadi dengan bosnya saat ini. Tiba-tiba datang, berbuat seenaknya, dan tanpa ba bi bu langsung menghajar Adit, mantan pacarnya Lastra. “Pak …" Lastra menghela nafasnya sebentar. "Pak Zio ini kenapa sih sebenarnya?” Akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya atas situasi yang menurutnya sangat membingungkan. Zio menoleh menatap tajam ke arah Lastra, ia melihat setiap inchi lekuk tubuh Lastra dari atas sampai bawah dan hal ini jelas membuat wanita itu tidak nyaman. “Pak … sampai kapan mau lihatin saya seperti itu? Lagian ya, Pak Zio kenapa sih datang-datang langsung main tarik main hajar orang seenaknya gitu, dilaporin polisi baru tau!” Sungut Lastra sembari mengerucutkan bibirnya kesal. “Adit … mantan kamu?!” Lastra menoleh bingun lalu mengangguk. “Kok tau?” “Dia minta balikan, tapi kamu tolak?” “Ehh .. kok tau lagi Pak!” menatap Zio dengan penuh selidik Zio menghembuskan nafas lega karena akhirnya Lastra sudah bersamanya untuk saat ini. “Minuman kamu tadi, dikasih obat perangsang sama dia.” Lastra kaget tidak percaya dengan apa yang dikatakan bosnya itu. “Terserah mau percaya apa gak!" Ia lalu menghidupkan mobilnya. "Rumahmu di mana? biar saya antar.” Lastra masih bengong antar percaya dan tidak kalau Adit bisa berbuat seperti itu. “Last, bengong aja, ini rumahmu arahnya kemana?” Lastra tidak menyadari bahwa sedari tadi Zio sudah mengemudikan mobil yang ia tumpangi. “Ehh … I-iya pak .. Luxury Apartemen.” Sepanjang perjalanan keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing. Lastra masih tidak habis pikir tentang Adit, yang ternyata punya niat jahat kepadanya. Sedangkan Zio, sedari tadi sebenarnya ia tidak bisa fokus melajukan mobilnya. Kaki jenjang dan mulus Lastra yang berbalut pakaian sangat mini itu, tidak pernah bisa diam pada tempatnya. Dan Zio sangat terganggu akan hal itu. Akhirnya ia menepikan mobilnya, menarik nafas dan memutar tubuhnya menghadap Lastra lalu membuka jaket yang ia kenakan. “Pakai ini!” Zio melemparkan jaketnya ke pangkuan Lastra “Hah… “ Zio memajukan badannya dan mengangkat dagu Lastra yang tiba-tiba menunduk karena perlakuan Zio. Saat kedua mata mereka bertemu, Lastrapun gugup karena selama tiga tahun lebih menjadi sekretaris Zio, ia tidak pernah berbicara sedekat ini denganya. “Last … Saya ini laki-laki normal, dan berduaan dengan wanita yang memakai pakaian kurang bahan seperti kamu saat ini, bisa buat naluri laku--" Lastra secara tiba-tiba menutup mulut Zio dengan tangannya. “Ja-jangan diterusin Pak, saya ngerti … sangat sangat mengerti sekali.” Sambil menutupi separuh tubuhnya yang terbuka dengan jaket yang diberi Zio. “Good girl!” sambil mengacak-acak rambut Lastra lalu melanjutkan perjalanan untuk mengantar Lastra ke apartemen. Jantungan aku, kalau lama-lama berdua sama pak Zio di dalam mobil gini, batin Lastra. Sepanjangn ingatan Lastra,  Zio tak pernah sekalipun memperlakukannya seperti ini, berjabat tangan saja tak pernah ia lakukan dengan bosnya itu. Tapi malam ini, Zio seperti orang lain dihadapannya, senyumanya, tatapanya, sentuhanya. Lastra harus mengontrol dirinya sendiri kalau tidak ingat dihadapannya adalah bosnya dia tak akan segan bermain-main dengan pria yang sedang duduk disampingnya kini. “Last …” “I- iya Pak.” Lastra menoleh. “Are you oke? Yaa maksud saya, kamu lagi gak apa-apa kan? Gak lagi ada masalah gitu?” “Maksudnya?” Lastra yang masih tidak mengerti lalu bengong menatap Zio yang masih sibuk mengemudi. “Sejak kapan kamu jadi oon begini sih?! Itu … Penampilan kamu… Klub malam … Gak nyangka saya.. ckckck.” Tersadar akan maksud bosnya Lastra pun bingung harus menjelaskan mulai dari mana. Ia terdiam dan gugup meremas jemarinya yang saling bertautan seraya menggigit bibir bawahnya. “Heh… punya mulut gak sih?!” “Ehh ... punya pak punya, ini juga mau jawab.” Kini tangan Lastra tak berhenti mengetuk-ngetuk lututnya sembari masih bingung untuk mulai dari mana. “Emm … saya gak kenapa-napa pak, baik-baik saja. Bulan lalu baru medical check up juga hasilnya baik semua--" “Last … Kamu mau saya pecat, heh?!” Bentak Zio memotong omongan Lastra yang dianggap tidak penting. “Maaf Pak maaf, tapi saya beneran gak ngerti ada apa dengan penampilan saya.” Masih pura-pura bego memasang tampang polosnya. “Lastra yang saya kenal itu gak seperti yang saya lihat malam ini, dia selalu memakai pakaian yang sopan bahkan tak pernah sekalipun saya lihat dia dandan heboh gini, kamu lagi stress apa?” Benar saja, penampilan keseharian Lastra sebagai sekretaris perusahaan memang jauh bila dilihat dari apa yang Zio lihat malam ini. Setiap hari Lastra kerja memakai kemaja lengan Panjang, blazer dan rok yang panjangnya di bawah lutut tidak lupa dengan kcamata kotak yang terkadang menggantung di lehernya saat ia lelah. Lastra pun tidak pernah sekalipun menggerai rambutnya, ia selalu menggelung rapi rambutnya saat di kantor. Bahkan untuk wajah, ia hanya memakai bedak tipis dan lipstick berwarna natural. Tapi malam ini, bos nya telah melihat sisi lain dari kehidupan Lastra dan hal itu cukup membuat bosnya syok ringan. “Pak… Lastra yang bapak lihat di kantor dan yang Bapak lihat malam ini adalah Lastra yang sama, ini cuma casingnya doang pak yang ganti isinya masih sama.” Tutur Lastra Mobilpun berhenti di parkiran tepat di depan gedung apartemen yang ditinggali Lastra. Zio melepaskan sabuk pengamandan memutar tubuhnya memandang Lastra menunggunya melanjutkan kalimatnya. “Kok gitu, Pak, lihatnya?” Lastra merasa canggung dengan tatapan Zio kepadanya Tangan Zio tiba-tiba membelai rambut bergelombang Lastra, lalu berpindah perlahan mengelus pipinya tangannya turun, dan menyentuh bibir Lastra dengan ibu jarinya. Seketika tubuh Lastra menegang dan tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Berulang kali Lastra menelan salivanya yang sudah mengering. Zio tersenyum miring, memajukan wajahnya dan meletakkan bibirnya tepat di telinga Lastra. Dan hal itu sontak membuat Lastra bergidik. “Sekali lagi saya lihat kamu berpakaian dan berpenampilan seperti ini, kamu tidak perlu lagi datang ke perusahaan saya, pesangon kamu akan ditransfer langsung ke rekening kamu, sekarang keluar!” bentak Zio sambil menjauhkan wajahnya dan juga keluar dari mobil untuk mengantarkan Lastra sampai depan pintu apartemennya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD