Hari yang di nantikan akhirnya tiba, hari di mana mereka akan mengadakan kemah di sekitar hutan.
Ritsuki sedang duduk di ruang keluarga, dia berjanji mengantar Elkira ke bus sekolah.
Ritsuki bahkan harus menahan kesal karena ulah kedua member Band Historia yang juga ingin mengantar Elkira. Bisakah kedua pria sinting itu berhenti mengekori dirinya hanya demi Elkira?
"Yoo ... Diamlah kalian berdua," ucap Ritsuki pada Ryota dan Hatsu yang kini sedang tertawa dan berdebat siapa yang pantas mendapatkan adiknya. Astaga, dia sama sekali tak ingin Elkira di jadikan bahan rebutan kedua member Band Historia yang terkenal berotak miringnya.
Ritsuki menatap ke arah tangga, di lihatnya Elkira yang kini memasang tampang kusut saat melihat dua pria menyebalkan bersama dirinya.
"L, kau sudah siap?" Pertanyaan yang di lontarkan Ritsuki hanya di tanggapi anggukan, sedangkan Hatsu dan Ryota berlari menghampiri gadis dengan rambut merah tergerai indah.
"Whoaaa lama tak jumpa L," sapa Ryota sambil mencubit gemas pipi Elkira.
Elkira mungkin harus menyingkirkan pipi menyebalkan di wajahnya jika bertemu dengan orang-orang di sekitar.
"Ah iya, lama tak jumpa ..." Sapa Elkira pada Ryota.
"Bagaimana kabarmu? Apa kau yakin tak ingin membatalkan acara kemah?" Pertanyaan itu datang dari Hatsu yang kini juga tersenyum manis. Setidaknya Hatsu bukan pria yang akan mencubit pipinya.
'Membatalkan? Yang benar saja!' Cibir Elkira dalam hati.
"Tentu, aku tak akan membatalkannya kak. Ini acara terakhir bersama teman sekolahku" Jawab Elkira dengan sopan. bagaimanapun, dia bukan gadis yang tak punya etika.
Baik Hatsu ataupun Ryota sama-sama mengangguk, ya mereka harus menyimpan pesona mereka di atas panggung, mereka tak ingin jika para gadis histeris. Ingat, pesona mereka yang sebenarnya hanya milik Elkira.
Ritsuki menghampiri Elkira, lalu meraih koper adiknya.
"Ayah sudah berangkat, ayah mengatakan ada rapat dadakan dengan para pejabat menyebalkan di kantor pemerintahan," ucap Ritsuki saat melihat adiknya mencari sesuatu atau lebih tepatnya seseorang.
"Aiss ... ayah selalu saja sibuk, aku ingin berlibur saat akhir tahun! Kosongkan jadwalmu kak." Perintah Elkira pada Ritsuki.
"Apa kami akan di ikut sertakan dalam liburan?" Sontak saja, pertanyaan dari bibir Hatsu membuat Ryota menginjak kaki Hatsu.
"Auh, sakit bodoh!" Hatsu memandang Ryota marah.
"Kami? kau tak di perbolehkan ikut Hatsu! hanya aku saja hahahha." Ryota memasang tampang tanpa dosa, Hatsu mencibir pelan. Sedangkan Elkira dan Ritsuki memandang dua manusia super miring itu dengan tatapan jijik.
Drrrttt
Drrrttt
Elkira menatap ponselnya. Di sana tertera nama seseorang yang juga akan membuat harinya semakin kacau.
Dengan santai, Elkira menggeser tombol hijau, lalu bicara pada seseorang di seberang sana.
"Ya ... Ada apa?" Tanya Elkira malas, matanya menatap Ryota dan Hatsu.
Kaki Elkira melangkah, meninggalkan kedua pria yang kini masih menatapnya dengan tampang penuh rasa penasaran. Sedangkan Ritsuki hanya terkekeh jahat saat melihat wajah dua temannya.
"Yak, di mana kau L?"
"Aku di rumah, matilah baru aku akan datang ke sana!" teriak Elkira. Tiga orang yang bersamanya menatap penuh tanda tanya, ada apa gerangan ?
"Bisakah kau bersikap manis untuk sehari saja?" pinta orang itu pada Elkira.
"Ryuga, jangan membuatku membunuhmu ketika kita bertemu, tunggu saja! Aku sedang di jalan, hampir sampai!" jawab Elkira, tanpa menunggu Ryuga membalas ucapannya, gadis itu mematikan sambungan telepon, dan menatap kakaknya.
"Kakak ... Teman-temanku sudah menunggu." Rengek Elkira, sedangkan Ritsuki hanya mengangguk, lalu meraih kunci mobilnya.
Hatsu dan Ryota juga mengekori Ritsuki dan Elkira, mereka jelas ingin ikut dalam rombongan untuk mengantar sang gadis pujaan.
♦♦♦
Ryuga menatap ponselnya kesal, baru saja dia ingin membalas ucapan Elkira namun gadis aneh itu langsung memutus sambungan telepon.
"Bagaimana? Apa Elkira masih lama?" Tanya Tadashi pada Ryuga.
"Dia sedang di jalan, kita tunggu saja" jawab Ryuga pada teman sekelasnya. Yang lain hanya mengangguk. Mereka cukup tahu jika Elkira bukan gadis yang tepat waktu.
Sambil menunggu Elkira, mereka duduk di dekat bus yang akan mengantar mereka.
Salah satu dari mereka memainkan gitar dan yang lain bernyanyi. Cukup menyenangkan, mereka akan berpisah dan tak bersama seperti biasanya. Karena jelas akan terasa kurang di waktu yang akan datang, mereka akan menjalani hidup mereka masing-masing, akan mengejar pendidikan dan juga hidup mereka, akan meraih cita-cita yang mereka inginkan.
Sudah agak lama, dan mereka berhenti ketika mendengar deru mobil yang datang, mata mereka melihat dua orang pria keluar dari pintu mobil bagian belakang.
Hatsu, pria itu tersenyum saat melihat teman-teman Elkira, dia jadi ingat masa sekolahnya. Ya, masa di mana dia hanya seorang pria remaja labil dan masih penuh dengan ambisi.
Di susul Ryota, yang juga memamerkan senyum tak kalah manisnya, membuat para siswi yang mengenalnya histeris tertahan.
Elkira yang baru saja keluar bersama Ritsuki memandang dua pria itu sambil menggelengkan kepala mereka.
"L, jaga dirimu," Ritsuki bicara pada adiknya, di berikannya koper Elkira lalu memeluk adiknya itu, Ryota dan Hatsu yang melihat menahan kesal pada Ritsuki yang begitu bebas memeluk Elkira.
Bodoh! Elkira adalah adik Ritsuki, wajar saja jika mereka sangat dekat.
Ryota dan Hatsu saling berpandangan, lalu melangkah dan ikut-ikutan memeluk Elkira, Ritsuki langsung menendang kaki kedua temannya itu.
"Kyaaaa ... Senpai ...!" teriakan histeris dari para teman sekelas Elkira membuat Ritsuki semakin memeluk adiknya erat.
"Kalian berdua jangan sentuh adikku!" Teriak Ritsuki kesal. Elkira yang merasa risih melepas pelukan kakaknya, lalu memandang tiga pria itu dengan tatapan jengkel.
"Kakak, aku berangkat," ucap Elkira pada Ritsuki, Elkira juga memandang pada kedua teman kakaknya. Di ciumnya pipi Ritsuki, membuat Ryota dan Hatsu menggeram kesal. Ritsuki menyeringai pada mereka, seakan memberi ejekan pada mereka berdua.
"Aku pergi Kakak-kakak menyebalkan," ucap Elkira dan langsung melangkah pergi. Teman-teman Elkira menatap Elkira lalu tertawa terbahak, membuat Elkira langsung melempar kopernya.
"Bawa koperku Ryuga ..." Perintah Elkira lalu berlari kedalam bus, Ritsuki dan Kedua temannya hanya terkekeh melihat tingkah Elkira.
"Ryuga ... Jaga adikku!" Teriak Ritsuki pada Ryuga, sedangkan Ryuga hanya tersenyum dan mengangguk. Pria remaja itu melambaikan tangannya pada Ritsuki, Ryota, dan Hatsu.
Koper Elkira sangat berat, Ryuga sangat yakin jika itu bukan berisi pakaian yang banyak, melainkan buku dan jelas saja PSP.
♦♦♦
Perjalanan panjang, dan menyenangkan. Mereka semua bernyanyi dan saling bercanda di dalam bus. Bahkan guru yang menemani mereka mengikuti kegilaan anak-anak didiknya.
Elkira saat ini sedang bermain bersama teman-temannya. Yah dia cukup menikmati saat kebersamaan mereka, ada rasa yang aneh di dalam dirinya, entahlah dia hanya merasa semua yang ada di hidupnya akan segera menghilang, tidak dia tak merasa akan sebuah kematian. Hanya merasa dia akan berada di ambang batas yang tak bisa dia jelaskan.
"Kau kenapa?" Hana yang duduk di sebelah Elkira merasa aneh pada temannya, yang dia tahu Elkira sama sekali tak peduli dengan orang sekitar, tapi hari ini gadis yang dia kenal sebagai gadis biasa tanpa pengaruh apapun menunjukan sikap yang aneh.
"Tidak, aku hanya menikmati," jawab Elkira pada Hana.
Hana sering memperhatikan Elkira, dia menyukai gadis itu karena Elkira tak seperti gadis kebanyakan, Elkira juga tak peduli pada siapapun. Saat orang lain menjauhi Hana, Elkira justru tak ambil pusing, gadis itu terlalu netral bagi Hana.
Tak terasa, bus yang mereka tumpangi berhenti di pinggir hutan luas, dedaunan hijau dan pepohonan besar yang tinggi. Ryuga keluar lebih dulu dan melompat girang, dia sangat suka berada di alam bebas.
Dan hari ini dia bersama semua teman sekelasnya akan melakukan kemah, ini akan menjadi kenangan yang tak pernah dia lupakan.
"Heii ... Lihat kita sudah sampai!" Teriak Ryuga senang. Elkira dan yang lain juga keluar, menatap dengan jelas pesona hutan di pinggir kota.
Suara burung berkicau, angin yang berembus menyejukan, udara yang bebas dari asap dan suasana yang sangat tenang.
Elkira Menghampiri Ryuga dan berdiri di sebelah sahabatnya.
"Anak-anak ... Berkumpul kemari," ucap wali kelas mereka. Semua orang berkumpul dan mendengarkan apa yang wali kelas jelaskan.
Mulai dari jangan pergi terlalu jauh, jangan pergi sendiri ke dalam hutan dan masih banyak lagi. Elkira hanya menggangguk, dia bosan mendengar penjelasan.
Setelah basa basi selesai, Elkira dan yang lain berkumpul membangun tenda dan menyiapkan api unggun, ada juga yang sibuk memasak makanan dan mencari sumber air bersih.
Saat ini Elkira sedang melihat ke arah utara, di lihatnya jalan kecil, mungkin beberapa warga di dekat sini sering berkunjung atau mungkin itu jejak para pecinta alam yang menelusuri seluk beluk hutan.
Melihat ke kiri dan kanan, Elkira menyingkir dalam diam. Dia ingin mencari air terjun yang di katakan kakaknya sebagai air terjun paling indah di negara mereka. Kakinya terus melangkah cepat meninggalkan rombongan yang ada di sekitarnya.
"Hufzzzz ..." Elkira bernapas lega, dia sudah jauh dari orang-orang, kakinya terus melangkah dan masuk kedalam hutan. Sedangkan hari sudah hampir petang, tapi dengan beraninya dia berkeliaran sendiri.
Memang apa yang dia takutkan? Hantu? Dia tak percaya dengan adanya hantu.
Elkira tak sadar jika sudah berjalan terlalu jauh, sampai matanya menangkap pemandangan indah di pinggir sebuah jurang. Sebuah bangunan yang di penuhi bunga-bunga liar. Ada juga terdengar suara air mengalir dari sana. Elkira terpesona, melangkahkan kakinya menuju bangunan itu. Sempat berpikir, kenapa ada bangunan tak berpenghuni di tengah hutan, tapi apa pedulinya? Dia hanya peduli dengan rasa penasarannya saja.
Kakinya terus melangkah dan kini dia berada di depan bangunan, batu yang terlihat kokoh dan juga beberapa patung yang terlihat cantik, bunga yang mekar dengan warna-warna yang indah. Elkira tersenyum, lalu masuk. Dia melihat bangunan yang dia masuki seperti sebuah kuil, tak mungkin kuil ini tak terurus, itulah yang ada di otaknya, mengingat semuanya terlihat bersih dan terawat.
Namun, Elkira menepis semua pikirannya, kakinya melangkah masuk kedalam kuil, saat matanya melihat sebuah lukisan di dinding, dengan bingkai duri, matanya berbinar.
"Apa? Ada lukisan?" Elkira semakin penasaran, melangkah semakin dekat, dia melihat lukisan itu seperti memandanginya penuh haru.
Elkira juga terkejut, saat melihatnya. Lukisan yang sangat mirip dengan dirinya.
"Wow ... ini luar biasa!" Pekik Elkira tertahan, gadis itu melangkahkan kakinya mendekati lukisan.
"Apa ini kejutan? Siapa yang menyiapkannya?" Seperti orang bodoh dia mengira itu kejutan dari teman-temannya.
Elkira menatap kagum, pada kesembilan ekor indah berwarna putih dalam lukisan itu, telinga yang muncul dari sisi kiri dan kanan pada helaian rambut lukisan.
Rambut berwarna merah sama seperti miliknya, Orang yang melukis itu sungguh luar biasa, apa Elkira perlu untuk membuat pakaian seperti dalam lukisan? Dia akan terlihat sangat cantik pastinya.
Elkira meraba lukisan, tak sengaja tangannya tergores duri yang menjadi bingkai lukisan.
"Auh, sakit ..." ucap Elkira
Darah Elkira tak sengaja mengenai lukisan. dan saat itu pula, angin berembus dengan kencang.
Elkira menatap kesal pada duri itu, Lalu tetap menyentuh lukisan tersebut.
"Sungguh cantik," ucapnya sambil tersenyum.
"Kau adalah aku, dan aku adalah kau!" Suara itu membuat Elkira menatap kearah belakang, dia merasa aneh pada suara yang baru saja menggema di dalam kuil.
Detik berikutnya, mata Elkira berubah menjadi kuning keemasan, gadis itu memegang kepalanya yang terasa sakit.
"Aku adalah dirimu, mari ... Kita bersatu kembali seperti dulu. Aku adalah jiwamu dan ragamu adalah ragaku," ucapan itu kembali menggema, membuat Elkira memejamkan matanya, kepalanya terasa sangat berat. Gadis itu terduduk dan seketika lukisan itu menghilang, cahaya putih masuk kedalam tubuh Elkira.
"Akhh ...!" pekik Elkira pelan.
Elkira terjatuh dan tak sadarkan diri, dia menutup matanya, entah apa yang akan terjadi, tapi kini dia seperti terlelap tidur, dengan napas yang tenang.
♦♦♦
Sementara itu di dunia bawa, di Kerajaan Dramiki. Ruang tahta milik Hakken, yang tak lain adalah raja di atas segala raja di dunia immortal.
Peti mati itu terbuka lebar, membuat beberapa orang panglima yang menjaga peti bebas dari kutukan yang membuat mereka menjadi patung.
Seorang pria dengan tatapan mata tajam, dan wajah dingin duduk di dalam peti mati, rambutnya berwarna hitam, bibir tipis pucat.
"Kagume ..." desis Pria itu pelan.
Empat orang panglima perang langsung bersujud menyembah pria tersebut, dunia immortal seakan hidup kembali.
"Hormat kami kepada Anda, Lord," ucap keempatnya bersamaan.
"Hormat kalian telah ku terima, berdirilah. Kita akan bertemu dengan semua klan di aula utama kerajaan,"
Hakken, baru saja bangkit bersama dengan terbangunnya kaum immortal yang tertidur selama seribu tahun.
"Lord, jika kita sudah kembali seperti seribu tahun lalu, berarti Yang Mulia Queen Kagume telah menemukan raganya kembali," ucap seorang panglima perang pada Hakken.
Hakken yang baru saja berdiri, menatap keempat panglimanya dengan pandangan setuju.
"Ya, dan ini saatnya kita menemukan Queen dengan cepat. Kalian pasti mengetahui, jika darah Queen menjadi incaran dari para pemimpin Klan," jawab Hakken sambil menatap ke arah jendela besar di ruangan tertinggi Istana Dramiki.
Dapat di lihat dengan jelas hutan yang mati itu menjadi hidup, para peri mulai menari di udara dan membuat bunga menjadi mekar. Langit dunia immortal yang dahulu hitam dan kelam perlahan berwarna cerah.
Dia cukup tahu, betapa para dewa sang penguasa dunia atas membenci istrinya, dan lebih parahnya, sejak istrinya musnah, semua kaum immortal tertidur, bahkan keempat panglima perangnya menjadi patung tak berguna.
Hakken, mengepalkan tangannya erat, rasa benci pada kaum dewa semakin dan semakin besar. Dia membenci atas apa yang dewa lakukan. Istrinya tak pernah melakukan apapun.
Hanya karena Dewa Matahari marah saat lamaran putranya di tolak oleh Kagume, dewa sialan itu membingkai istrinya, membuat Dewa Langit menjadi marah, dan memberi hukuman pada semua kaum immortal, terutama pada istrinya, rubah ekor sembilan.
"Hagai, pergilah! Kabarkan pada semua pimpinan klan, jika Lord mereka akan mengadakan pertemuan!" Perintah Hakken pada salah satu panglima perangnya.
"Zamoro, dan kau Ludino. Datanglah ke dunia manusia. Cari Queen dan bawa dia kembali sebelum kalangan dunia atas menemukannya," perintah Hakken lagi.
Dia sangat yakin jika Kagume berada di dunia manusia. Karena tak mungkin jika istrinya ada di dunia immortal ataupun dunia langit yang di kuasai para dewa.
Hakken menatap pada panglima perang terakhir yang kini ada di dekatnya.
"Lord ... Apa yang bisa hamba lakukan," tanya panglima perang itu pada Hakken.
"Hugo, kau bisa menemui semua pengawal kerajaan, siapkan Bayangan Iblis untuk mengawasi tiap-tiap perkembangan yang di lakukan para pemimpin klan. Kita tak pernah tahu bagaimana mereka bergerak. Aku tak ingin, jika sampai mereka menyentuh Ratu walau seujung rambut!" Hakken membalik badannya, memandang panglima perang Hugo.
"Lord ... Hamba akan melaksanakannya," ucap Hugo dengan penuh hormat. Pria itu membungkuk dalam, memberi hormat pada Hakken.
Tak berapa lama, Hugo menghilang, menyusul ketiga panglima lain untuk menjalankan misi mereka.
Hakken memejamkan matanya, Iris ruby itu terlihat memendang berjuta kesakitan.
"Kagume ... Kagume ..." Desisnya pelan.
"Aku akan menemukanmu Queen, dan aku akan melindungimu!" Ucap Hakken penuh tekat
♦♦♦
Saat ini, konser besar sedang di lakukan dengan sangat meriah, Ritsuki sedang memainkan gitar dengan penuh senyuman, dia tiba-tiba memegang kepalanya, pria itu terjatuh dan membuat semua penonton serta para kru dan member Historia panik.
"Ach ...!" Rintih Ritsuki keras.
Pria itu berusaha berdiri namun semua terasa semakin gelap. Di tutupnya mata, lalu membukanya. Bukannya semakin baik, semua yang dia lihat malah berputar dan membuat kepalanya serasa ingin pecah.
Ryota dan Danieru yang berada di dekat Ritsuki reflek menghampiri teman mereka.
"Ritsuki, ada apa denganmu?" Tanya Zinan panik, sedangkan Hatsu kini sedang memanggil para pengawal untuk membantu mereka membawa Ritsuki.
♦♦♦
"Kagume ... kagume ..." Ucap Ritsuki sambil memejamkan mata, saat ini dia sedang terbaring di dalam ruangan khusus untuk para member Historia.
Danieru yang mendengar nama itu merasa aneh, siapa yang di panggil teman mereka di dalam mimpi?
"Zinan, kau tahu siapa Kagume?" Tanya Danieru pada Zinan sang Vocalis
"Tidak, apa kalian tahu?" Tanya Zinan pada Ryota dan Hatsu, namun mereka hanya menggeleng tanda tak tahu.
Ritsuki membuka matanya, namun ada yang aneh pada pria itu. Beberapa kali dia memejamkan matanya yang kini berubah warna menjadi hitam kelam.