DUA JIWA

1874 Words
Ryuga menatap Elkira yang saat ini sedang terbaring lemah di dalam tenda. Teringat kejadian beberapa saat lalu, dia, teman serta wali kelas sibuk mencari Elkira, sampai mereka merasa putus asa. Gelapnya malam, mereka takut jika ada binatang buas, ular atau apapun yang membahayakan mereka. Tapi sekali lagi, mereka bisa berada dalam bahaya jika sampai Elkira tak di temukan. Tuan Kenichi akan menuntut wali kelas yang membimbing mereka dalam perjalanan kemah. Mereka juga tak ingin mengambil resiko, dan harus kehilangan satu orang. Namun, saat mereka hampir menyerah. Ryuga menatap ke arah jalan yang tadi di lalui oleh Elkira, terdengar derap langkah seseorang. Dari jauh Ryuga melihat dengan jelas, jika seorang pria paruh baya berjalan dan menggendong Elkira. Ryuga berlari dan berhenti di hadapan pria paruh baya itu. "Apa dia teman kalian?" Tanya pria itu pada Ryuga. "Ya, kami adalah temannya, bagaiman--" Ryuga berhenti bertanya saat pria itu menatapnya. "Dia saya temukan di kuil, dalam keadaan tak sadarkan diri. Kuil yang saya jaga cukup jauh dari sini," Wali kelas menghampiri Ryuga lalu mengucap terima kasih pada pria penjaga kuil. Setelah mengantar Elkira, tanpa banyak kata pria itu pergi menghilang, mungkin kembali ke kuil. Ryuga mengembuskan napasnya berat, apa yang harus dia lakukan, apa yang harus dia jelaskan pada Ritsuki. Dia cukup tahu jika Ritsuki tak akan memaafkannya jika Elkira berada dalam bahaya. Pria itu telah percaya pada dirinya, tapi lihat sekarang. Dia membuat kepercayaan Ritsuki hancur. Ryuga menutup matanya, bersandar pada tiang yang menopang tenda Mereka. Elkira membuka matanya, iris keemasan, duduk dan menatap sekitarnya, ingatan-ingatan mengalir begitu saja. jiwa Kagume di sana berlomba untuk menguasai raga Elkira. "Akh ..." Elkira memegang kepalanya. Ryuga yang mendengar suara sahabatnya, langsung membuka mata dan menghampiri Elkira. "L ..." Namun perkataan Ryuga terhenti, di lihatnya iris mata Elkira, gadis itu kemudian mengeluarkan kesembilan ekorn, rambut merah tergerai sangat lurus dan halus, cahaya bulan menyinari tubuh Elkira, membuat telinga yang berada di kedua sisi kepalanya terlihat jelas. Ryuga mundur, di lihatnya rambut Elkira tertiup angin, wajah sedingin es, mata keemasan yang indah, dan kesembilan ekor putih bersih, serta dua telinga aneh. "Ryuga?" Elkira menatap Ryuga. Jiwa manusianya muncul dan membuat matanya berubah seperti biasa, namun penampilan fisiknya masih sama. "Si-siapa kau!" Ryuga memandang takut pada gadis di depannya. "Aku kagume," ucapan yang keluar dari bibir Elkira membuat Ryuga menelan kasar ludahnya. Sejak kapan Elkira mengakui jika namanya adalah Kagume? Dia jelas tak tahu jika ada dua jiwa di tubuh Elkira, jiwa manusia dan jiwa sang rubah. "Ka-kau, kau bukan Elkira!" Ryuga menatap penuh dengan pandangan intimidasi pada raga gadis di depannya. Namun yang terjadi berikutnya membuat Ryuga panik, Elkira terjatuh pingsan dan tubuhnya kembali seperti semula. Ryuga mendekati tubuh Elkira dengan hati-hati, untung saja wali kelas dan teman-temannya telah tidur dan dia yang menjaga Elkira, jika tidak maka mereka akan melihat perubahan Elkira. Elkira kembali membuka matanya. Membuat Ryuga langsung mundur, takut jika Elkira akan menjadi seperti tadi. Pertentangan dalam diri Elkira membuat dia bagai tak menentu, dua jiwa di dalam raganya membuat fisiknya tak mampu, raganya lemah menerima dua jiwa di dalam sana. "Yak! Kau kenapa?" Elkira tak sadar dengan perubahannya beberapa saat lalu, dia kembali bertingkah menyebalkan di depan Ryuga. "Kau Elkira kan?" Tanya Ryuga pada gadis yang kini memandangnya penuh kesal. "Memang kau kira aku apa? Hantu?" tanya Elkira. GLEK!!! Ryuga menelan kasar ludahnya, dia ingat kejadian beberapa saat lalu di depan matanya, tak mungkin dia berkhayal, dan menjadi gila karena sahabatnya juga orang gila. "Ti-tidak, bukan itu," ucap Ryuga gugup, dan dengan cepat meneruskan kalimatnya. Elkira hanya mengangguk, dia bahkan tak ingat dengan kejadian saat berada di kuil. Yang dia ingat, dia hanya tertidur. Jiwa rubah dalam dirinya masih lemah, maka dari itu, jiwa manusianya jauh lebih kuat. ♦♦♦ Hakken melakukan pertemuan dengan para pemimpin klan, mereka kembali berkumpul dan membahas masalah yang sama, masalah tentang Kagume. Semua pemimpin jelas ingat kejadian seribu tahun lalu akan terulang jika mereka tak bertindak dengan benar. Sejuta bahkan tak terhingga rencana menghampiri otak mereka. Mereka akan membuat drama picisan agar Hakken merasa senang dan tak memusuhi mereka. Mereka akan mempersulit Hakken menemukan Kagume, mereka akan mendapatkan Kagume lebih dulu. Apa yang mereka incar? Tentu saja darah Kagume. "Lord, Kami akan mendukung Anda kali ini," ucapan itu terlontar dari klan Elf, kerjaan mereka berada di sebelah utara Kerajaan Dramiki, di mana semua wilayah milik mereka penuhi oleh tumpukan salju. Salju abadi dan dari sanalah naga es berasal. Mereka juga adalah pemimpin semua kalangan elf, yang membagi tugas klan mereka di berbagai tempat dan ras. Hakken memandang raja dan ratu dari berbagai klan, dia ingin mendengar langsung tentang pendapat mereka. Raja Aetris dari klan Peri hanya mengangguk, dia jelas setuju. Semua pemimpin klan juga melakukan hal yang sama. Hakken tahu, jika ini bukan hal yang baik, tapi dia hanya diam. Dia akan bermain aman sambil mengawasi pergerakan para pemimpin klan. Di sisi lain, Laura menatap Hakken dalam, dia menahan semua rasa cemburunya saat Hakken mengatakan jika dia akan menemukan Kagume. Dia jelas tak terima jika Hakken masih tak melirik dirinya. Apa kurangnya dia? Dia cantik, dia baik, dan dia berbakat. Dia mempunyai kekuataan besar yang bisa menjadi dukungan untuk Hakken. tapi lihat? Dia kalah hanya karena binatang berekor sembilan yang membuat pesonanya tersingkir dan terlempar sejauh mungkin. Laura mengepalkan tangannya erat, menahan marah dan rasa kesal yang semakin memuncak. Dia akan membuat semua yang Hakken rencanakan tak berjalan dengan semestinya. Jika saja Kagume tak ada, saat ini dia pasti akan berbahagia bersama Hakken, bahkan sejak seribu tahun lalu semua yang dia impikan akan menjadi kenyataan. "Apa kalian akan bekerja sama denganku? Mengembalikan semuanya menjadi awal yang baru?" Tanya Hakken sambil menatap semua pemimpin yang ada di depannya. Semua orang itu mengangguk bahkan para Werewolf saat ini mengaung setuju, begitu pula dengan para kaum dari klan lain. Hakken berdiri dan pergi, yang berarti pertemuan klan telah dia akhiri. Para pemimpin klan saling pandang, mereka saling menatap, lalu menyeringai. Mereka punya rencana masing-masing, dan jelas itu bukan rencana yang baik. Raja dari klan Neptunus terkekeh saat akan meninggalkan ruang aula pertemuan. Di sisi lain, Hakken sedang berhadapan pada para bawahannya. "Awasi mereka semua." Perintah Hakken pada para Bayangan Iblis yang menjadi agen rahasia di Kerjaan Dramiki. Mereka menunduk, lalu menatap kepergian Hakken. "Kita mulai," ucap ketua kelompok mereka. Mereka segera menyebar dan mengikuti target masing-masing. ♦♦♦ Ludino dan Zamoro, keduanya sedang berada di dunia manusia, mereka menatap aneh para manusia yang sedang beraktifitas seperti biasa. Keduanya, masuk kedalam hutan di pinggir kota, hutan yang terlihat mati dan sunyi. Apa hutan ini sengaja di sisakan untuk memberi oksigen baik bagi para warga kota? Mungkin saja itulah yang di pikirkan Zamoro. "Dimana kita harus mencari Queen?" Tanya Ludino memecah sepi di antara mereka. "Entahlah, tapi sebaiknya kita berubah untuk sesaat," jawab Zamoro, pria itu mengubah penampilannya, dia sangat tampan dan juga cukup untuk menarik perhatian para manusia. Ludino juga melakukan hal yang sama, merubah dirinya menjadi seperti manusia pada umumnya. ikuti arah angin, ikuti kata hatimu. Maka kau akan bertemu dengan indahnya penguasa bulan Angin berembus dari utara menebar berjuta kisah dan membuatnya terasa bagi semua jiwa. Ludino dan Zomoro saling menatap, mereka melihat keatas, seorang peri hutan sedang bernyanyi sambil menabur serbuk yang membuat dedaunan terlihat hijau, bunga terlihat cantik dengan warna berseri. Peri hutan terus melanjutkan lagunya, dan kedua panglima perang Kerajaan Dramiki cukup menikmati lirik demi lirik yang tercipta. Hingga pada bait yang saat ini mereka dengar, membuat mereka menatap peri hutan yang kini menatap mereka penuh misteri. Apa yang hilang telah kembali, dia Seperti pohon yang di tebang lalu di tanam dengan pohon lain, ohhh ... Hidupnya akan segera berahir jika dia kembali menjadi pohon dengan sejuta luka di kulitnya. Ludino, pria itu cukup mengerti lirik itu, seperti mengatakan, jika apa yang sudah mati terbunuh di masalalu, telah di tanam dan tumbuh lagi. Tapi jika dia terluka, maka dia akan mati sama seperti sebelumnya. Apa peri hutan sedang memberi mereka petunjuk. Zamoro berhenti melangkah, menajamkan pendengarannya. Ohhh nyanyian dari hutan yang kelam, di bawah air terjun yang indah. Menari, menari ... Dia pesona terindah di antara para bulan "Bulan," desis Zamoro pelan, bulan adalah lambang dari sesuatu yang mereka cari. Karena bulan adalah saat sang rubah menjadi lebih kuat, di mana penampilannya akan berubah menjadi sempurna. Keduanya menatap peri hutan yang kini sedang berputar dan menghilang, nyanyian sang peri membuat mereka memiliki petunjuk. "Kuil Bulan, di hutan fortal," ucap keduanya bersamaan. Kuil yang penuh keindahan dan juga kesejukan, air terjun yang terletak di dekat jurang. Di sanalah kuil tua yang di jaga penguasa dunia tengah. "Tapi, kita tak tahu di mana letak hutan fortal, itu adalah hutan larangan." Ludino kembali memberi pendapat. "Kau benar, dan hanya Raja Bumi yang tinggal disana," timpal Zamoro. Keduanya berpikir, apa hubungan nyanyian peri hutan dengan kuil bulan di hutan fortal, hutan larangan yang kekuasaan Raja Bumi, penguasa dan penjaga bumi. Hutan itu tak tersentuh oleh pembangunan apapun, hanya ada satu manusia abadi yang tinggal di sana. Hutan fortal, memiliki satu kuil yang indah. Kuil yang di tinggali oleh satu manusia abadi, manusia yang di percayai untuk menjaga umat manusia, manusia yang di berkahi dengan umur panjang, manusia yang bisa memasuki tiga dunia sesuka hatinya melalui hutan kekuasaannya.  Hutan fortal adalah hutan yang menghubungkan dunia manusia dengan dua dunia, dan hanya penjaga hutan yang bisa menggunakan kekuatan hutan tersebut. "Mengenai nyanyian peri hutan, apa yang kau pikirkan?" Ludino sedari tadi menyelami otaknya, kini merasa aneh. "Setahuku, jika peri hutan bernyanyi dan ada yang mendengar nyanyiannya, maka itu sebuah petunjuk. Tapi sejujurnya, kenapa dia bernyanyi hanya memberi petunjuk sepenggal saja pada kita?" Pertanyaan Zamoro membuat Ludino kembali bungkam. "Kita harus bergerak cepat, keadaan sedang tak bisa kita tebak dengan mudah Zamoro," ucap Ludino. Pria itu memegang tangan Zamoro, lalu menghentakan kakinya. Keduanya kini menghilang di telan kesunyian hutan. Peri hutan yang sedari tadi bersembunyi di dalam sebuah pohon keluar, sayap indahnya mengepak dan membuat serbuk-serbuk ajaib terjatuh dan mengenai tumbuhan di bawah sana. Dia tersenyum, setidaknya dia memberi petunjuk atas perintah Raja Bumi padanya. Raja yang bekerja sama dengan malaikat Gabriel untuk menjaga jiwa sang rubah di kuil bulan. ♦♦♦ Ritsuki membuka mata, memandang kamar besar berwana putih, sial dia ada di rumah sakit. Itulah yang dia pikirkan, saat ini dia bahkan tak bisa mengendalikan dirinya. Saat dia bangun beberapa jam lalu, seorang dokter yang datang ke ruangan di lokasi konser mereka, menyuntiknya dengan cairan yang entah apa, yang dia rasakan hanya lemah dan akhirnya tak sadarkan diri. "Kau sadar?" Pertanyaan itu membuat Ritsuki mengalihkan tatapannya. "Ayah ..." Ritsuki memandang Tuan Kenichi, jelas terlihat sedih di wajah pria paruh baya itu. "Ritsuki, ayah berharap kau jangan terlalu stres lagi," ucapan ayahnya membuat Ritsuki bingung. Apa yang terjadi pada dirinya? Kenapa ayahnya seperti sangat khawatir padanya. "Ayah, ada apa? Apa yang terjadi? Aku tak ingat apapun," jawab Ritsuki, pria itu memandang ayahnya, menuntut penjelasan pada pria yang dia hormati itu. "Kau beberapa jam lalu berteriak memanggil nama adikmu," ucapan Tuan Kenichi terhenti, pria itu menatap Ritsuki. "Kau memanggil dia dengan nama yang tak dia benci, Kagume ... ya kau memanggil nama itu," ucapan yang baru saja mengalun, masuk kedalam otak Ritsuki. "Tidak ayah, aku sangat tahu. Jika Elkira tak menyukai nama itu, dia membunuh nama itu. Tak mungkin ak--" perkataan Ritsuki terpotong. "Tapi itulah yang terjadi, kau seperti bukan dirimu,"  jawab Tuan Kenichi. "Aku, aku tak mungkin melakukan itu ayah, aku, aku sudah berjanji untuk menganggap Kagume mati, dan hanya ada Elkira." Ritsuki kembali menolak ucapan ayahnya, pria itu menggeleng. "Baiklah, ayah tahu kau lelah, sebaiknya kita pulang ke rumah, adikmu besok akan kembali," Ritsuki hanya mengangguk, dia merasa ada sesuatu yang berbeda pada dirinya, tapi dia tak tahu itu apa. Ritsuki memandang keluar jendela, telah beranjak siang. Tapi entah mengapa dia ingin melihat kegelapan. Dia ingin hari segera malam dan entah apa yang di inginkannya. Ritsuki berbaring kembali, rasanya sangat lelah, dan itu membuat Ritsuki ingin kembali tidur. "Jangan tidur lagi, kita harus segera kembali," peringatan dari ayahnya membuat Ritsuki membuka mata, lalu mendesah lelah. "Baiklah, ayah."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD