Delapan. Kak Dikta atau Reevin?

1654 Words
                                                                                ***                                                                 Selamat membaca.                                                                                 ***                             Memang, kebetulan bisa terjadi berulang kali ya, kebetulan ketemu atau penguntit sih?                                                                                 *** Hari ini, Oma Nia -- Ibunya ayah Shayna sudah tiga hari dirawat di rumah sakit, Oma Nia menang memiliki penyakit jantung, dan tiga hari yang lalu, tiba-tiba Oma Nia terserang serangan jantung, syukurnya tak terjadi hal buruk dengan beliau. Shayna, ayahnya dan ibunya tentu sedikit sibuk untuk mengurus Oma Nia, sesekali dari tiga orang itu tentu mengujungi rumah sakit -- karena Aldino anak tunggal, hanya dia dan istrinya lah yang bisa diandalkan, karena hari ini hari minggu, akhirnya Shayna bisa datang pagi-pagi sekali ke rumah sakit, untuk bertemu dengan Omanya itu. Setibanya di ruangan Oma, Oma yang ditemani Opa ternyata tengah jalan-jalan di taman, yang membuat Shayna langsung mencari Omanya -- ingin melihat tanamanan di taman rumah sakit. Rumah sakit ini, cukup mahal, pantas saja, fasilitas dan keadaanya cukup mewah. Shayna menghampiri Oma dan Opa, mengajak dua orang yang sudah berumur itu untuk kembali ke kamarnya, terlebih mendengar cerita dari Opa bahwa mereka memang sudah cukup lama berada di luar. Baru saja Shayna duduk di sofa kamar Oma untuk mengupas buah-buahan sekalian memakannya, ponselnya menimbulkan notifikasi yang mampu membuat Shayna menautkan alis. Ia tadi mendapatkan pesan bahwa Reevin tengah sibuk hari ini, anak lelaki yang kini berubah derajat itu tengah ikut bersama ayahnya untuk bermain golf, lalu sekarang pesan dari siapa yang masuk ke ponselnya? Apa pesan itu dari Banjar? Tapi, rasanya tidak mungkin, karena sejak hari itu ia dan Banjar memang sama sekali tidak ada berhubunga. Shayna memasukan buah anggur ke mulutnya bersamaan dengan ia membuka ponselnya. Astaga! Kak Dikta, kenapa, kenapa nama itu ada di layar ponsel Shayna? Sebentar, sebentar, Kak Dikta yang mana nih? Uhuk! Shayna keselek buah anggur yang tanpa sadar ia telan satu biji-- tanpa dikunyah, saat kedua kali matanya membaca kontak yang mengirimkan pesan itu padanya, dadanya sesak, kepalanya malah memikrikan bagaimana bisa ponselnya menyimpan nomor Kak Dikta dengan sendiri, padahal seumur-umur ia belum menyimpan nomor ponsel kak Dikta, ya ampun, apa ponselnya ada setan? Dikta; Shayna, di rumah sakit Cipta Raya ya? Shayna benar-benar bingung, ia begitu kaget kenapa nomor Kak Dikta bisa ada di ponselnya. Shayna pun mau tak mau membalas pesan dari Kak Dikta, mengatakan ia memang ada di rumah sakit itu, sebentar, ini Kak Dikta yang Kakak kelas Shayna itu kan? Dikta; Kakak juga ada di sini, bisa ketemu? Akhirnya Shayna membalas pesan itu dengan sedikit bahagia dan banyak bingung. Kenapa Kak Dikta bisa ada di sini juga? Kenapa nomor Kak Dikta ada di ponsenya? Kenapa Kak Dikta mau mengajaknya bertemu? Shayna yang baru saja menapaki bebatuan di taman rumah sakit, tersenyum saat Dikta sudah melambai kearahnya, ya, Shayna menyetujui untuk bertemu dengan Kakak kelasnya itu, lagi pula, Shayna kan banyak sekali punya pertanyaan, ia benar-benar ingin bertanya kepada Kak Dikta. Kali ini -- karena kemarin Shayna hanya melihat Dikta dengan pakaian putih abu-abu, dan terlihat biasa saja, seperti anak SMA lainnya, kali ini Shayna disuguhkan dengan pemandangan lebih indah dari laki-laki itu. Celana jeans hitam, dengan sepatu yang harganya cukup merogoh kantong dalam-dalam -- menurut Shayna, kaus berwarna hitam dan kemeja flanel yang dibiarkan menjadi luaran tanpa dikancing, serta rambut Dikta tetap disisir rapi, ya ampun, Takbir! Kenapa ya, Kak Dikta begitu tampan sekarang? "Ma’af ya, Kakak malah masukin nomor kakak tanpa izin ke ponsel kamu." Dikta berujar, sejak ia mengembalikan ponsel Shayna, ia memang sudah ingin meminta ma’af kepada adik kelasnya itu, tapi selalu tak sempat, terlebih neneknya juga masuk rumah sakit,  mengingat dua orang tuanya tengah sibuk, Dikta lah yang akan mondar-mandir ke rumah sakit, dan ia benar-benar tidak punya waktu yang tepat untuk berbicara kepada Shayna tentang apa yang ia lakukan. "Sebenarnya enggak apa-apa sih Kak, cuman aku kaget aja Kak," jawab Shayna apa adanya. Siapa yang tidak kaget, merasa belum pernah bertukar pesan dan mengetahui nomor Kak Dikta sebelumnya, tapi tiba-tiba ada nomor masuk ke dalam ponselnya, sedangkan nomor itu sudah pakai nama di ponsel Shayna, Shayna bahkan beberapa kali memutar ingatannya, takut ia lupa bahwa ia pernah menyimpan nomor Kak Dikta. "Ma’af kalau lancang," kata Dikta sekali lagi. Shayna menggeleng dengan cepat, bibirnya hampir saja ia menanyakan sesuatu, tapi Dikta keburu mengangkat panggilan di ponselnya, hanya sebentar, Dikta bahkan hanya mengucapkan dua kalimat setelah menerima panggilan itu, lalu ponselnya sudah memutuskan panggilan itu. Dikta menatap Shayna, lalu berucap, "Shayna sibuk, enggak?" Shayna menjawab dengan menggeleng, tapi ia juga bingung, dia sibuk atau tidak, kalau dibilang sibuk, ya, dia ingin menguruk Omanya, tapi kalau dibilang tidak sibuk, bisa juga. "Ikut kakak yuk?" Ajak Dikta, sambil menjulurkan tangannya agar Shayna memegangnya, agar perempuan itu bisa berdiri dari duduknya. Awalnya Shayna merasa takut-takut, ia kan belum kenal begitu dekat dengan Dikta, Shayna mesti beralasan apa ke Ayahnya kali ini? Shayna mesti izin bagaimana ke Ayahnya, ia juga tidak tahu pasti apa kah ia bisa ikut dengan Kak Dikta atau tidak. "Bilang aja mau ke Panti asuhan, ada bakti sosial, kita memang mau ke panti asuhan kok," jawab Dikta saat Shayna mengatakan bahwa mereka akan pergi ke mana, karena Shayna akan ijin ke Ayahnya dulu. Panti asuhan? Apa Dikta sama nasibanya dengan Reevin? Anak yatim piatu, yang ditinggalkan oleh orangtuanya di panti asuhan? Shayna akhirnya mengatakan apa yang disampaikan oleh Dikta kepada Ayahnya, setelah diperbolehkan oleh Aldino, Shayna berangkat menggunakan mobil Dikta, Dikta terlihat seperti orang kaya, tidak, tidak, yang saat ini Shayna bingungkan, apa keperluan Dikta hingga ia mengajak Shayna ke panti asuhan? "Dulu, aku juga suka ke panti kak, tapi sekerang enggak lagi, hehe." Shayna berucap, memecah keheningan di dalam mobil itu. Dikta sempat menoleh kearah Shayna duduk, dan kembali memfokuskan pandangannya kearah depan, "Loh, kenapa? Kapan-kapan mau ikut lagi enggak?" Tanya Dikta. Shayna mengganguk antusias, sudah lama sekali Shayna tak pernah ke panti asuhan, sejak ia meninggalkan Reevin, sejak hampir sepuluh tahun lalu, sejak itu ia merasa begitu bersalah dan rada sedikit takut untuk ke panti asuhan lagi, ya, Shayna sebenarnya bisa saja ikut dengan Ayahnya lagi ke panti asuhan, karena sampai detik ini sebenarnnya Ayahnya itu tidak berhenti untuk berbagi di panti asuhan, hanya saja setiap kali Shayna pergi ke sana, atau mendengar tempat itu, Shayna selalu merasa kehilangan, ya, kehilangan Reevin lebih tepatnya. Meraka akhirnya sampai di panti asuhan yang mereka tuju, ternyata Dikta disambut oleh beberapa anak kecil, persis seperti Shayna dulu, tak hanya itu ternyata Dikta sudah mengirimkan makanan untuk mereka -- mungkin yang menelpon tadi adalah orang mengantar makanannya. Dikta dan Shayna pun berkesempatan untuk makan bersama dengan anak-anak di tempat itu, kata Dikta acara kali ini karena Dikta ingin mendo'akan neneknya yang masih tergolek lemas di rumah sakit, dan belum ada kemajuan yang menenangkan. Suasanan awalnya berjalan hikmat, semua orang yang ada di sana benar-benar berdo'a kepada Tuhannya masing-masing, sama dengan Shayna yang menyelam sambil minum air, tidak hanya mendo'akan Neneknya Dikta, Shayna juga sibuk mendo'akan Omanya, agar cepat sembuh dan kembali pulih, serta bisa berkumpul dengan ia dan orangtuanya. Tidak hanya sampai situ, setelah makan bersama dan memanjatkan do'a, Dikta mengajak Shayna untuk jalan-jalan sebentar, setelah pulang dari panti itu. "Enak nggak kak menjadi kelas dua belas tuh?" Kini Shayna sudah menyantap jagumg bakar di sekitaran jalanan, jalanan yang mereka tempuh pun kini mulai banyak rumput-rumput tinggi atau ilalang, sepertinya ini jalan ke gunung ata ke laut atau jalan terpencil, yang sepertinya belum pernah Shayna kunjungi."By the way, ini jalan ke mana Kak?" Shayna bukan perempuan yang bisa menahan pertanyaan yang ada di kepalanya, perempuan itu pun berucap, bertanya kepada orang yang membawanya ke tempat ini. Dikta menatap Shayna, apa Shayna tak pernah ke sini, sebelumnya? Sama sekali belum pernah ke sini, sebelumnya? "Pantai, kamu belum pernah ke sini?" Dikta melihat Shayna menggeleng lalu  melanjutkan. "Biasanya sih aku enggak sampai ke laut sih, cuman makan jagung di sini,” lanjut Dikta dengan jujur, tapi, setelah melihat respon Shayna seperti ini, Dikta rasanya benar-benar ingin mengajak perempuan itu ke pantai yang berada di ujung jalan itu. Setelah melakukan obrolan-obrolan yang entah ke mana titik arahnya, Shayna pun diantar pulang oleh Dikta di jam delapan malam, awalnya Shayna mengajak Dikta mampir ke rumahnya, berkenalan dengan Aldino atau pun Sylena, tapi Dikta menolak, katanya ini sudah malam, lagian Shayna juga pasti sudah lelah karena seharian ia bawa jalan-jalan. Sambil memandang mobil Dikta yang sudah mulai berjalan kejauhan, Shayna menatap rumah di seberang ia berdiri, rasanya, sudah cukup lama ia tak ke sana, Shayna jadi rindu dengan ruamh itu, lebih tepatnya rindu dengan Banjar. Suara motor terdengar bising di sepinya komplek Shayna, membuat Shayna memicingkan mata, motor merah Reevin, mengarah ke tempat ia berdiri, atau menuju ke seberang rumah Shayna? Karena tidak hanya Reevin yang berada di atas motor itu, tapi juga ada Sadira. Sebelum benar-benar melangkah masuk, Shayna mendengar Reevin memanggilnya, Shayna hanya menjawab seadanya, bahwa dia habis jalan-jalan. "Sama siapa?" Tanya Reevin yang hanya dibalas Shayna dengan senyuman, lalu pamit masuk ke dalam rumahnya, tanpa menjawab apa yang dipertanyakan oleh Reevin. Entah mengapa, melihat Reevin bersama Sadira, mengetahui Reevin adalah kakak angkat Sadira, membuat Shayna mendadak tak suka. Benci dengan seseorang bisa menular ya, contohnya Shayna jadi sedikit tak suka dengan Reevin bila laki-laki itu dekat dengan Sadira, tapi saat Sadira tak berada di sekitaran Reevin, Shayna suka Reevin kok enggak benci lagi, bahkan Shayna sayang sama Reevin. Setelah Shayna menceritakan kegiatannya hari ini, kemana saja ia hari ini kepada Ibunya, akhirnya Shayna bisa masuk ke dalam kamarnya, rembulan yang terang dan dua pesan yang masuk ke dalam ponselnya membuat hidupnya terasa aneh. Kak Dikta; Thanks ya sudah nemenin malam ini, istrahat ya Shayna. Kontak yang tadi bertulisan hanya nama Dikta saja kini sudah Shayna ganti, ia menambahkan embel-ebel ‘kak’ di nama konta nomor Dikta, biar terkesan lebih sopan, batinnya. Reevin K.A; Gue ganggu banget ya, sampe muka lo jutek gitu? Lo abis jalan sama cowok? Gebetan lo? Ya ampun, kenapa kali ini Shayna langsung merasakan tak enak hati dengan Reevin?                                                                         ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD