"Oh dia sangat tampan. Dan coba lihat pipinya, oh dia benar-benar sangat mirip denganmu Faiz. Tapi belah dagunya sama persis seperti Yasmin. Dia benar-benar mewarisi ketampanan mu, dan Mama berdoa semoga dia memiliki segala kebaikan seperti Mamanya, Yasmin!" Seru Lia Dharma saat mendapat ijin dari dokter yang berjaga untuk melihat cucu keduanya.
"Amin. Amin, amin." Pak Aga yang mengaminkan kata-kata yang mengandung doa dari sang istri untuk cucu laki-lakinya, dan Faiz hanya tersenyum tipis, menanggapi ucapan sang ibu.
"Apa dia masih belum bisa di bawa keluar? Bukankah dia harus menyusu dulu?" Tanya Lia pada perawat yang juga sedang berdiri di sebelah mereka, membantu mengangkat bayi merah itu untuk berpindah ke gendongan neneknya.
"Sudah boleh kok Bu! Dokter juga sudah mengecek kondisi dedek bayi dan semua baik-baik saja. Jadi jika Ibu ingin membawanya untuk menyusu, silahkan!" Jawab perawat itu ramah.
"Oh. Syukurlah. Mamanya pasti sudah tidak sabar untuk melihat putranya!" Seru Lia saat berbalik dan bersiap untuk membawa cucunya ke ruang perawatan Yasmin, ibunya, dan benar saja Yasmin langsung terlihat menghapus benih air mata di pipinya saat pintu ruangan itu terbuka dan tampak Ibu mertuanya menggendong bayi dan yakin yakin jika itu ada putranya, putra yang semalam dia lahirkan.
Tidak ada yang tahu arti air mata di pipi Yasmin saat ini, mereka semua yang ada di ruangan itu berpikir jika itu adalah air mata haru karena pada akhirnya dia berhasil melewati masa beratnya melahirkan dan sekarang dia bisa melihat buah hati yang sembilan bulan di kandungannya.
Semua ibu juga akan merasakan hal yang sama seperti yang ditunjukkan Yasmin saat ini, terharu dan penuh rasa syukur ketika apa yang dia khawatirkan selama sembilan bulan itu akhirnya dibayar lunas dengan melihat buah hatinya, bayi yang dia kandung lahir dengan sangat sempurna dan sehat.
"Dia benar-benar tampan Yasmin. Oh terima kasih sudah memberikan kami kebahagiaan seperti ini, sayang. Terima kasih sudah melahirkan dia dengan segala kesempurnaannya!" Ucap Lia terharu saat menyerahkan bayi merah itu pada Yasmin untuk mendapatkan ASI pertamanya dan sama seperti Yasmin yang berkaca-kaca, Lia Darma juga terlihat menghapus benih air matanya di balik kaca mata plusnya dengan tisu yang sedari tadi dia pegang. Yasmin hanya tersenyum tipis, masih sambil mengusap bulir bening air matanya, saat menerima putranya dan mendekapnya dengan segenap kerinduan dan cinta, sementara Faiz hanya berdiri acuh di sisi dinding sebelah pintu ruangan itu, seolah ingin menjaga jarak dengan Yasmin yang bersiap untuk melepas kancing baju rumah sakitnya, agar bisa mengeluarkan p****g susunya, dan segera menyusui putranya.
Yasmin meniup lembut wajah putranya sambil melafalkan doa untuk sang putra, terus mengusap air matanya, juga mengukir lembut wajah putranya yang dingin.
"Semoga kau menjadi putra kebanggaan Papa mu, semoga kau menjadi putra kebanggaan keluarga kita, yang akan menjadi penguat segala hubungan, dengan segala kerendahan hati dan budi pekerti yang baik. Tau cara menghormati dan berterima kasih, dan hanya tau cara membalas dengan kebaikan. Semoga kau di berikan anugerah sehat dan panjang umur, karena percayalah, kau adalah sumber dari segala tujuan hidup Mama dan Papa. Juga seluruh keluarga kita. Jadilah seperti yang Mama doakan, agar Mama ikhlas melepas mu bahagia meski tanpa Mama." Bisik Yasmin di pipi bayinya dengan sangat lirih saat mencium pipi dingin itu dengan berurai air mata, lalu mendekap tubuh kecil itu dengan segala kehangatan dari sebuah pelukan.
"Kemarin Lily menghubungi Mama saat Yasmin di bawa ke rumah sakit. Tega sekali kau tak mengabarkan Mama di saat darurat seperti ini. Kenapa malah Lily yang justru menghubungi Mama?" Protes Lia saat duduk di sofa ruangan itu, mengomel pada putranya, Faiz karena tidak di hubungi oleh Faiz jika Yasmin sudah akan melahirkan , dan tadi yang dia dengar dari asisten rumah tangga Faiz , jika Faiz sedang tidak di rumah saat Yasmin mengalami kontraksi. Ambu Fatimah, dan seorang asisten rumah tangga mereka juga sopir yang membantu membawa Yasmin ke rumah sakit, baru pagi tadi Lia mendapat kabar jika Yasmin sudah melahirkan dari Lily dan memutuskan untuk langsung ke rumah sakit namun sempat mampir di rumah Faiz dan bertemu dengan baby sitter cucunya.
Hari menjelang hari H untuk melahirkan adalah hari-hari yang paling berat bagi seorang wanita hamil, tapi masa bodoh dengan semua itu, Faiz tidak peduli.
"Kemarin Faiz ada kunjungan kerja ke luar kota, dan Faiz terpaksa menginap karena pertemuan itu berlangsung dari siang sampai sore. Faiz gak bisa ambil resiko pulang saat itu juga, karena hujan turun dengan sangat lebatnya, jadi Faiz memutuskan untuk menginap di sana." Jawab Faiz membuat alasan pada kedua orang tuanya.
"Kau tidak bisa berpikir seperti itu, Faiz. Kau harusnya tidak meninggalkan rumah di saat-saat genting seperti ini! Tidak peduli apapun alasannya. Istri dan bayi di kandungan istri mu lah yang harus kau prioritas kan!" Tolak Lia menasehati putranya. Kesal. Lia sangat kesal saat tau ternyata Faiz tidak ada di rumah saat Yasmin akan melahirkan.
"Ya, Mama. Maaf. Lagian kemarin pas pemeriksaan terakhir, dokter memprediksi jika dia akan melahirkan sekitar lima hari lagi. Mana Faiz tau jika dia akan melahirkan lebih cepat dari yang dokter prediksikan!" Bela Faiz untuk dirinya sendiri karena begitulah kenyataannya.
Selama ini Faiz jarang berada di rumah, selain karena sibuk dengan bisnisnya, Faiz juga merasa sesak setiap kali berada di rumah, melihat Yasmin juga putrinya. Hanya sesekali Faiz pulang dan bermalam di rumahnya, dan biasanya Faiz juga akan memilih tidur di kamar dia dan Lily meskipun saat itu Lily sedang tidak berada di rumah. Faiz akan pulang saat malam sudah cukup larut, saat Faiz yakin Yasmin dan beberapa penghuni rumah itu sudah tertidur. Tapi Yasmin selalu tau ketika Faiz suaminya pulang, dan paginya dia akan menyempatkan diri untuk membuat sarapan untuk Faiz, dan ya, Faiz akan menikmati sarapannya, lalu kembali pergi. Selalu seperti itu.
"Jika Yasmin saja berani mengambil resiko mengandung anakmu, kenapa kau malah tidak berani ambil resiko menerobos hujan. Beruntung Yasmin berhasil melewati semua ini dengan tenang, tapi tetap saja sikap kamu ini bukanlah sikap suami yang baik!" Tegas Lia lagi dan pak Ghazali hanya menyimak apa yang saat ini Lia, istrinya tegaskan pada putranya. Mereka tidak tau jika sebenarnya kemarin sore Yasmin di bawa ke rumah sakit dalam keadaan tidak sadarkan diri.
"Ya. Faiz salah!"_____" Bukankah tadi Faiz sudah minta maaf." Ucap Faiz lagi dan kali ini Lia yang menarik nafasnya dengan sangat dalam saat menatap putranya. Ada rasa kesal yang menggunung yang turut Lia rasakan, tapi Lia berusaha meredam rasa itu, berusaha tenang agar Yasmin dan bayinya tidak terusik.
Setelah perdebatan itu, perdebatan Faiz dan kedua orang tuanya, sore harinya Lia dan pak Ghazali pamit pulang, dan mengatakan akan kembali besok paginya lagi. Lia membawa serta Naima dan baby sitter cucunya pulang ke rumahnya, dan kini hanya ada Faiz dan Yasmin di ruangan itu, sementara Ambu Fatimah yang menjaga Yasmin dari semalam, pagi tadi pamit pulang untuk membuat nasi bubur untuk Yasmin.
"Aku sudah meminta kuasa hukum ku untuk mengurus surat perceraian kita dari beberapa Minggu palu. Dan seharusnya hari ini surat itu sudah selesai. Kau hanya perlu tanda tangan saja, dan untuk sidang perceraiannya, kau tidak perlu hadir biar prosesnya cepat selesai. Seperti janjiku kemarin. Aku sudah menyiapkan rumah besar dan segala pasilitasnya sebagai tempat tinggal mu. Dan sudah mengurus surat kepemilikan rumah tersebut atas nama mu, agar kau bisa melakukan apapun dengan lebih mudah. Aku juga akan memberimu tunjangan seperti yang telah aku sampaikan kemarin. Jadi aku mohon bekerja samalah dengan baik. Ini demi kebaikan bersama, aku dan Lily, juga demi kebaikan mu sendiri." Ucap Faiz mengulang percakapan mereka pagi tadi, tapi Yasmin tidak begitu mengindahkan apa yang sedang Faiz ucapkan karena dia hanya sibuk memperhatikan wajah lelap putranya yang terlihat anteng dari tidurnya, sambil melumat bibirnya sendiri. Gemes.
"Ada banyak laki-laki baik di luar sana yang akan bisa mencintai dan mengertikan kamu, tapi maaf, itu bukanlah aku. Aku tidak bisa menerima mu sampai kapanpun karena kau juga tau jika hati dan seluruh yang ada dalam hidupku adalah milik Lily, dan hanya akan menjadi milik Lily." Sambung Faiz kembali menekankan perasaannya yang begitu kuat untuk satu wanita dan itu bukanlah Yasmin. "Aku tidak ingin menambah dosa dengan mempertahankan pernikahan ini , karena jika tetap bersama, kau hanya akan menyakiti ku." Ucap Faiz lagi seolah di sini Faiz lah korban ketidakadilan itu.
"Berikan aku waktu untuk bersama putraku. Dia butuh aku, Mas. Aku mohon!" Ucap Yasmin dengan sangat lirih tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya dan hanya fokus pada putranya.
"Silahkan. Habiskan waktu mu bersama dia sampai kau keluar dari rumah sakit, karena setelah kau cukup sehat, kita akan pulang ke rumah. Hanya aku dan putraku. Karena kau tidak akan ikut pulang, kau akan langsung menempati rumah yang telah aku sediakan untukmu." Timpal Faiz dengan sangat kejamnya.
"Mas,,," Yasmin.
"Keputusan ku sudah final dan tidak bisa di ganggu gugat lagi. Dan aku minta kau merahasiakan ini dari Mama dan Papaku, juga dari Lily. Aku tidak mau mereka tau jika aku dan kamu sudah bercerai. Jika tidak, aku tidak akan pernah memaafkan mu seumur hidupku!" Tegas Faiz kembali mengancam Yasmin dengan segala tekanan batin yang membuat seorang Yasmin lemah dan akhirnya terpaksa setuju.
Percayalah . Sebaik apapun kamu, setulus apapun kamu, jika kau bersama orang yang tidak menginginkan mu, kau akan tetap terlihat salah, kau akan tetap terlihat buruk karena dia akan tetap menemukan kesalahanmu dan selalu punya cara untuk membuatmu terlihat buruk.