Luka Tak Berdarah

1631 Words
Ketika kesabaran seorang wanita menipis, dia memaksa dirinya dengan sekuat hati untuk tetap sabar dan tetep tersenyum , kemudian dia mulai meneteskan air mata sebagai isyarat jika dia tengah terluka namun ketahuilah, air mata itu bukanlah tanda kelemahan dia tapi itulah cara dia mematikan api yang membara dalam dirinya, lalu kenapa kaum laki-laki begitu angkuh, bahkan dia tidak berani ambil resiko untuk terluka tapi dia justru tanpa rasa menancapkan belati pada wanitanya. Egois. Setelah mengatakan itu, Faiz meninggalkan ruangan itu dengan ekspresi dingin. Membiarkan Yasmin sendiri di ruangan itu dengan segala sesak di dadanya. Mata itu kembali memanas, merah dan berkaca-kaca. meskipun sekuat hati Yasmin ingin menyembunyikan lara-nya, nyatanya itu tetap bisa Ambu liat dengan sangat jelas di bingkai wajah teduh Yasmin saat kembali dari membuat bubur. Hanya Ambu Fatimah yang mengerti tekanan batin yang Yasmin alami dari pernikahan poligami ini. Ambu Fatimah adalah saksi mata bagaimana ketidak adilan yang Yasmin dapatkan dari suaminya, tapi sama seperti Yasmin, Ambu Fatimah juga tidak berani bercerita lebih pada siapapun termasuk kedua orang tua Faiz jika sebenarnya Faiz tidak pernah memperlakukan Yasmin seperti layaknya seorang istri. Jauh berbeda dengan sikap Faiz pada Lily, Faiz akan berubah menjadi sosok laki-laki hangat, penyayang dan penuh cinta namun itu hanya dia tunjukkan pada Lily. Hanya pada Lily. "Yang sabar ya Nak. Ini hanya bagian dari ujian rumah tangga, dan Ambu yakin kau bisa menghadapi ini dengan lapang d**a. Kau hanya perlu lebih bersabar dan ikhlas menjalani semua ini, karena sejatinya menjalani pernikahan poligami itu memang sedikit lebih berat dari yang mereka bayangkan. Mereka hanya tidak tau, jika berjalan di bawah hujan dengan satu payung saja masih bisa membuat kita basah, apalagi berjalan bertiga dengan payung yang sama." Ucap Ambu saat menyerahkan nampan dan semangkuk bubur beserta sendok di atas papan khusus untuk Yasmin cicipi, berharap bubur itu bisa menambah tenaga Yasmin usai melewati proses persalinan. Ambu Fatimah tidak tau jika setelah Yasmin melahirkan, Faiz, akan menceraikan Yasmin. Tidak sama sekali, dan tadi saat Ambu melihat Yasmin dengan wajah merah dan akan menangis, pikir Ambu Fatimah , Yasmin bersedih karena Faiz suaminya tidak akan menemani Yasmin bermalam di rumah sakit setelah melahirkan putra untuknya, dan itu biasa Ambu lihat, karena di rumah pun Faiz jarang terlihat mengobrol dengan Yasmin, bukan jarang, tapi nyaris tidak pernah. "Iya Ambu!" Jawab Yasmin sambil mengangguk lemah, menerima beberapa lembar tissue yang Ambu juga sodorkan padanya. "Akan tiba masanya Faiz juga akan luluh dengan segala kesabaran mu Nak. Mungkin tidak untuk hari ini, tapi cepat atau lambat hari itu pasti akan tiba! Beri sedikit waktu , biar cinta datang karena telah biasa bersama. Yakinlah, akan ada kebahagiaan di balik semua kesabaran mu." Ucap Ambu lagi dan Yasmin diam-diam mengaminkan doa itu dalam hati. Yasmin hanya menunjukkan senyum terbaiknya pada paruh baya yang kini menjadi satu-satunya kerabat Yasmin, Ambu yang juga sudah Yasmin anggap sebagai ibunya setelah ibu dan ayah Yasmin meninggal. Bahkan hanya itu syarat yang Yasmin minta pada keluarga Faiz saat dulu mereka datang melamar Yasmin. Yasmin ingin agar Ambu Fatimah ikut tinggal bersamanya sebagai satu paket, dan Lily yang lebih dulu setuju agar Ambu Fatimah ikut tinggal di rumah dia dan Faiz sebagai ibu dari Yasmin karena paruh baya itu juga cukup dekat dengan Lily. Kenapa hanya rumah Faiz dan Lily? Karena dulu Faiz membangun rumah itu untuk Lily. Untuk mereka tempati saat mereka menikah nanti. Rumah yang seperti rumah impian seorang Lily Putri Anastasia , besar dan mewah, lengkap dengan segala fasilitas kelas mewahnya karena Faiz pernah berjanji akan membuat Lily hidup bagaikan ratu hanya saat menjadi istri dari seorang Faiz Al-Ghazali. Dan Faiz sudah berjuang sangat hebat untuk mewujudkan rumah impian Lily dan tiba-tiba Yasmin juga harus menikmati semua fasilitas itu dengan sangat mudahnya! Tidak. Mungkin itulah yang membuat Faiz tidak rela, dia tidak rela membagi sedikit kebahagiaan itu untuk seorang Yasmin. Tidak. Seperti benalu yang tidak tau diri. Yasmin , tanpa perjuangan apapun justru ikut menikmati segala fasilitas yang seharusnya hanya menjadi milik Lily, tanpa pernah Faiz tau bagaimana Yasmin yang berjuang dengan zikir dan doanya di antar malam dan lelap tidurnya hanya untuk merayu pada sang pencipta agar Faiz mendapatkan kemudahan untuk mewujudkan keinginan Lily, sahabatnya, lalu mengiba pada sang pencipta agar melembutkan hati Faiz untuk putrinya, Naima. "Sudahlah. Tidak perlu bersedih lagi Nak. Akan selalu ada Pajar setelah malam gelap, dan akan ada senja yang akan mengiring Surya untuk berganti malam. Sama seperti itulah kebahagiaan yang akan kau dapatkan nanti, Nak. Jadi tetap tersenyum meski hari ini gerimis datang melanda, karena tidak menutup kemungkinan setelah itu akan ada pelangi yang akan menghiasi angkasa." Kembali Ambu merayu , sembari memberi pandangan positif pada Yasmin dan kata-kata Ambu tadi sukses membuat badai di hati Yasmin sedikit mereda. "Terima kasih Ambu. Terima kasih sudah selalu ada untuk Yasmin. Terima kasih telah membantu Yasmin melewati semua hingga sampai detik ini. Terima kasih!" Ucap Yasmin tulus, dan Ambu hanya tersenyum sambil menepuk punggung tangan Yasmin di genggamannya. Keesokan harinya. Ambu kembali pulang atas permintaan Faiz. Membuat bubur dan makanan untuk Yasmin karena Yasmin akan tetap tidak bisa memakan makanan dari rumah sakit, jadi Ambu sudah sangat faham hal itu, karena ini bukanlah kali pertama Yasmin berada di rumah sakit. Sebenarnya tujuan Faiz meminta Ambu pulang tadi hanya untuk membuat Yasmin sendiri, dan dengan begitu dia bisa membicarakan perceraian mereka. Hari masih cukup pagi, jam baru menunjukkan angka delapan pagi saat Faiz datang dengan pakaian rapi, kemeja putih, celana bahan, dan jas semi formal yang senada dengan celana yang Faiz gunakan. Ada map biru yang Faiz tenteng di tangannya. "Tandatangani semua kolom yang sudah di centang stabilo. Ini adalah surat rumah atas nama mu, dan akun bank atas namamu juga. Itu akan menjadi milikmu mulai hari ini setelah kau juga menandatangani surat keputusan cerai ini." Ucap Faiz meletakkan satu map di atas pangkuan Yasmin juga bolpoin untung Yasmin menandatangani berkas-berkas tersebut. Yasmin tak berkata apapun, dia membuka map tersebut lalu membaca satu persatu lembaran yang sudah di tempeli materai itu. Ada surat penyerahan rumah dan tanah juga ada surat dari bank atas nama Yasmin. Faiz benar-benar memenuhi ucapannya kemarin, rumah di atas tanah seluas sepuluh hektar dan tabungan dengan nominasi sangat besar. Ada surat pengalihan hak asuh putranya juga di sana selain surat persetujuan untuk bercerai pastinya. "Aku bisa saja menandatangani surat yang ini, ini dan ini, tapi aku ingin kembali memohon pada Mas untuk di berikan waktu bersama putraku. Setelah itu aku berjanji akan pergi sejauh mungkin dari pandangan kalian. Aku janji, Mas!" Ucap Yasmin sambil menunduk dalam rapuhnya. "Jangan membuatku mengulang kata-kata ku sebelumnya Yasmin. Kau tau aku tidak suka itu." Tolak Faiz dengan sangat cepat. "Hari Sabtu besok Lily akan kembali dan aku ingin kau sudah harus pergi dari hadapan kami. Aku akan mengirim akte cerai nanti setelah pengadilan meresmikan perceraian kita dan kau bisa dengan mudah kembali menikah dengan laki-laki lain yang kau mau!" Sambung Faiz sambil bersidekap d**a. Tak ada rasa kasihan yang dia rasakan pada sosok Yasmin, wanita yang sudah melahirkan dua orang anak untuknya. Yang ada hanya rasa benci, rasa muak karena Yasmin adalah sebab utama Lily memutuskan jarang kembali ke rumah, karena Lily mengatakan ingin memberikan banyak waktu untuk Yasmin berada di samping Faiz meskipun Faiz sangat-sangat tidak menginginkannya. "Kalo begitu, biarkan aku bersama putraku sampai hari Jum'at." Pinta Yasmin lagi, tapi Faiz buru-buru menolaknya. "Tidak. Besok aku akan membawamu keluar dari rumah sakit ini , dan seseorang akan mengantarmu ke tempat tinggalmu yang baru. Aku sudah meminta Ambu mengemasi pakaian mu dan mungkin sekarang semua barangmu sudah di bawa ke rumah itu. Dan kau, akan segera menyusul ke sana. Jadi tolong jangan buat semua ini jadi tambah rumit." Tolak Faiz dan kali ini Yasmin sudah tidak lagi punya kekuatan untuk menahan air matanya agar tidak jatuh karena ini artinya, hari ini adalah hari terakhir dia akan bersama putranya karena besok Faiz benar-benar akan memisahkan mereka. "Mas. Tidakkah Mas kasihan pada putra Mas. Mas boleh saja membenci ku, atau menghukumku atas perasaan ini, tapi aku mohon jangan lakukan ini pada putraku. Dia masih bayi dan,,," "Dia tidak akan mengenal mu sebagai Mamanya, dia akan menjadi putraku dan Lily. Kau tidak perlu khawatir. Dia akan baik-baik saja bersamaku. Dan hanya untuk kau tau, tidak hanya kau yang bisa menjadi ibu untuknya, Lily jauh lebih mampu untuk hal itu!" Tolak Faiz lagi. "Tapi Mas. Bukankah Lily masih akan tetap bekerja dan kau tau sendiri Lily tidak,,," "Aku akan menggunakan putraku untuk menahannya agar berhenti dari pekerjaannya itu." Potong Faiz dengan sangat keji. Bisa-bisanya dia akan memperalat putranya untuk keegoisannya sendiri. Hanya untuk membuat Lily menetap di rumah, Faiz rela menyingkirkan Yasmin dengan cara keji dan tidak berperasaan, dia rela mengorbankan putranya hanya untuk keegoisannya juga keserakahan dia atas Lily. "Mas,,," "Stop Yasmin. Aku tidak ingin berdebat lagi denganmu. Cepat tanda tangani surat-surat itu agar semua urusan kita cepat selesai dan kamu bisa menikmati harta yang akan aku berikan untukmu." Potong Faiz lagi seolah tidak memberikan kesempatan untuk Yasmin membalas ucapannya. Membuka map tersebut dan menekan Yasmin untuk menandatangani semua berkas tersebut dan ya, Yasmin benar-benar tidak bisa untuk menolaknya, karena meskipun dia ingin menolak, talak tetap akan jatuh padanya, dan setelah Yasmin menandatangani berkas berkas itu, Faiz berlalu begitu saja karena saat ini tujuan hidup Faiz hanya untuk putranya dan Lily. "Kenapa rasanya sesakit ini?Aku sakit ya Robby! Sakit. Tolong ibu, aku sakit sekarang, tapi aku tidak tahu bagian mana yang terluka. Ragaku tidak berdarah, tapi kenapa jiwaku seolah luluh lantah. Ragaku masih utuh tapi kenapa jiwaku seolah runtuh ingin sekali mengobati tapi aku tidak tahu bagian mana yang terluka dan tertikam belati itu dan aku tidak tahu obat apa yang kiranya bisa menyembuhkan lara ini sekarang setelah jiwa dan ragaku di bantai habis tanpa rasa!" Batin Yasmin. Remember this. 'Jangan pernah mengajari caramu memikul beban pada siapapun karena sabar mu dan sabar mereka tidak sama.'
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD