When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Ketika membuka mata pagi ini, Kanaya menyadari bahwa hari-hari berat itu akan segera dimulai. Sudah terpampang jelas di depan mata. Membuat Kanaya enggan untuk sekadar beranjak dari tempat tidur. Ia tidak siap. Tidak pernah siap. Memikirkannya saja membuat kepalanya pusing tujuh keliling. Apalagi untuk menghadapi dan menjalaninya. Padahal hari-hari seperti ini tidak akan pernah selesai. Kanaya belum melihat setitik cahaya yang bisa menggerakkannya untuk segera bangkit. Melangkah sedikit demi sedikit untuk meraih apa yang menjadi tujuan hidupnya. Keberadaan Abimanyu dengan segala hal yang melekat padanya membuat Kanaya tidak lagi memiliki ambisi untuk melangkah lebih maju. Ia merasa, hidupnya sudah resmi hancur semenjak ia terikat secara resmi dengan lelaki banyak tingkah itu. Memang ap