Sadistic 2

997 Words
Dear Miss Hunter... Semoga hari ini kau merasa sehat dan bugar, sebab apa yang kau lihat barusan ku harap tidak mengganggu selera makanmu. Apa kau suka aroma lavender ini? Aku pesan khusus agar membuatmu terkesan, karena aku tahu sekali kesukaanmu terhadap aroma lavender. Wangi bukan? Sewangi dirimu ketika berhadapan denganku, meski dengan pembatas jeruji besi sekali pun. Aku harap kasusmu telah tuntas Miss Hunter, karena kau sangat berantusias sekali akan karirmu, dan kuberikan sedikit bantuan karena aku tahu, kau akan mengerjakannya dengan baik. Mungkin mereka akan mengenal namamu, seorang jurnalis yang akhirnya dapat meliput kasus Adam Rig. Dan mungkin, kelak namamu akan terpajang dengan headline pemburu kanibal, atau harus ku sebut dengan pemikat kanibal. Percayalah Miss Hunter, Apapun yang kau temukan di kota itu semuanya adalah kebenaran. Jika kau berhasil menghubungkan semua kasus denganku, maka kau benar-benar seorang jurnalis yang handal. Tak percuma Pak Tua itu menugaskanmu meliput kasusku. Dan yang terpenting, kau telah mengetahui semuanya, termasuk orang tuamu. Kenapa aku memberitahumu kala itu? Karena kau adalah seorang jurnalis, kau harus memiliki wawasan yang luas termasuk pengetahuan tentang orang tuamu. Dan jangan pernah mencariku! Bertahun-tahun aku berada di balik jeruji besi itu demi menunggu sesuatu yang besar. Dan pada hari itu, kau membawakanku sebuah cawan indah yang kuharap bisa membuatku kagum. Dan benar, Kau berhasil membuat rasa hausku kembali ke permukaan, Miss Hunter. Dan sudah waktunya dunia kembali mengenali diriku dan mengakhiri masa pensiunku selama berada di penjara itu. Kupikir tidak akan ada orang spesial yang datang ke dalam selku. Tapi, kau... Kau telah membangkitkan hasrat yang lama terpendam. Selama bertahun-tahun aku menunggu dalam kegelapan, Menunggu seseorang yang mampu membuat cerita Adam Rig kembali ditakuti seperti dulu. Melihatmu... Hasrat sadis dan candu terhadap daging kembali hadir bersama aroma lavender yang menempel di tubuh indahmu. Bagian dari dalam dirimu yang masih tersisa adalah kengerian. Mungkin kau tak menyadarinya, Keturunan seorang pemburu terlatih ternyata adalah gadis polos yang sangat menjunjung tinggi kebaikan. Mungkin karena kau memiliki seorang Ibu yang mengajarkanmu segala kebaikan. Tapi tahukah kau Miss Hunter? Ada sesuatu yang harusnya ditakuti oleh orang banyak bukan karena seorang kanibal. Tapi dirimu sendiri... Mungkinkah itu terjadi Miss Hunter? Maukah kau menjadi sepertiku? Jika iya tentu aku akan mengajakmu ke ujung dunia dan kita bisa hidup bahagia selamanya. Tapi kutahu tak semudah itu. Ini bukan n****+ percintaan di mana dua orang bertemu dan menjalin hubungan lalu bahagia selamanya. Bukan Miss Hunter... Dan aku sangat menyadari dari sorot netra indah yang kau miliki. Hasrat yang kau timbulkan di hadapanku. Sebuah keinginan yang harusnya ku tentang semenjak kali pertama aku melihatmu. Dan membunuhmu kurasa lebih baik untuk mengakhiri penyiksaan ini. Apapun itu Miss Hunter, Sebuah kelopak lavender tidak bisa merekah menjadi sebuah bunga yang wangi. Jika, bertemu dengan sebuah racun yang hitam dan pekat. Maka lavender yang indah itu, akan ikut menghitam dan akhirnya layu hingga jatuh ke atas tanah. Dan sebuah lavender tidak akan berani menghampiri racun yang mungkin akan membunuh atau memakannya... Maka ketahuilah, ini tidak akan mudah jika kau berani melangkah lagi... Sampai bertemu di lain waktu Miss Hunter... Dari, Sahabat lamamu. Adam Rig. .... Entah mengapa, terbesit sebuah rindu akan kalimat dan tutur kata yang sopan itu. Candaan pasif dan keelokan di setiap kalimat, serta penekanan dalam setiap nada bicara. Yang selalu mengetahui apapun karena dia memiliki indera perasa yang kuat. Suara siren polisi kembali memenuhi rumah Evelyn, ia masih duduk terdiam di atas sofa memegangi sepucuk surat yang masih beraroma lavender tersebut. Sangat wangi... Beberapa orang terdengar sibuk mengangkut jasad petugas polisi yang terkapar di luar sana, sementara Pak Kepala dan beberapa detektif memasuki rumah Evelyn dan menggeledahnya. Evelyn menyerahkan surat tersebut kepada Pak Kepala meski kini pandangannya telah kosong, entah apa yang ia pikirkan. Gadis cantik itu seperti merasa ada sesuatu yang aneh menusuk dadanya setelah membaca surat Adam Rig, ia tak mengerti apa artinya ini. Adam Rig selalu tahu apapun dengan inderanya yang kuat, dan mungkin, pria itu mengetahui isi hati Evelyn. "Astaga Eve," Pak Kepala berjongkok di depan Eve sambil memijit kepalanya. "Maafkan aku telah melibatkanmu sampai sejauh ini, Eve..." ujar Pak Kepala, Evelyn menggeleng lemah, berusaha senetral mungkin meski kini jantungnya terasa sesak dan berdegub dengan kencang. "Tidak apa Sir, aku senang dengan pekerjaan ini." bohongnya, meski hatinya berkata lain. Kini, Bukan karena pekerjaannya, namun karena orangnya. Adam Rig. Entah mengapa semenjak pertama kali Evelyn mendapatkan kasus ini, ia sangat tertarik. Seperti Adam Rig memiliki sebuah magnet yang kuat baginya. Hingga pertemuan pertama yang terkesan mengerikan itu terjadi, yang anehnya malah membuat Evelyn penasaran terhadap pria misterius itu. Tutur katanya yang sopan meski sedikit menyimpang, suaranya yang terdengar menggoda dan bahasa tubuhnya yang dingin. Seolah membuat Evelyn ingin terjatuh lebih dalam lagi pada pria itu. Dan sialnya, Adam Rig memiliki hasrat yang sama kepadanya. Meski Evelyn dapat membaca dengan jelas apa yang dituliskan oleh pria itu di dalam suratnya. Bahwa, Adam tidak ingin Evelyn mencarinya dan jauh melangkah mencampuri urusan Adam Rig. Evelyn menghela nafas kasar, Ada sedikit kekecewaan. Mungkin saja Adam Rig menjadikan dirinya sebuah wadah, demi memberitahu dunia bahwa Adam Rig telah kembali ke rumah dan kembali memberi teror pada setiap orang. Mungkin saja... Tidak ada yang bisa dipercaya pada seorang Psikopat terlebih lagi Adam Rig sangat cerdas. Pak Kepala memberikan surat itu kepada seorang detektif, dibacanya dan detektif yang diketahui bernama Kevin itu melirik sekilas ke arah Evelyn. Pak Kepala lalu meninggalkan Kevin dan Evelyn berdua. "Miss Hunter? Ada beberapa pertanyaan yang harus aku ajukan kepada anda." ujar Kevin, pria tampan dengan setelan rapi itu masih sangat muda. Evelyn mengelap air matanya yang merembes sedikit keluar lalu mengangguk. "Panggil saja Evelyn." ujar gadis itu masih menunduk. "Kita bisa bicara di kantor, aku akan memberimu tumpangan." ujar Kevin. Evelyn lalu berdiri, tanpa mengganti setelan hanya mengenakan kaos dan celana training panjang. Pikirannya melayang, entah tertuju pada ketakutan akan teror yang diberikan oleh Adam Rig dan segala peringatan yang diberikan agar menjauh dari hidup pria itu. Atau, sesuatu dari dalam diri Evelyn yang ia miliki dan sama persis seperti yang Adam Rig rasakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD