The MAN
Berita hari ini...
Ditemukan kebakaran hebat di sebuah gedung tak terpakai yang terletak di tengah hutan, masih belum jelas apa yang menyebabkan kebakaran terjadi. Tepat di tengah hari, dan apa tujuan orang-orang itu berkumpul di sana. Dan yang lebih menghebohkan, pengusaha restoran dan mantan model ternama turut terbakar hidup-hidup didalamnya.
Tak hanya itu, pengusaha dan pebisnis yang namanya sangat berpengaruh di kota juga ikut hangus terbakar. Polisi masih menyelidiki kasus ini, banyak yang berspekulasi bahwa ini adalah murni kecelakaan, namun tidak sedikit yang menduga ini adalah sebuah sabotase kalangan pebisnis atau semacamnya. Tidak ada jejak bukti jika ini adalah sebuah pembunuhan masal. Dan jika kasus ini tidak dapat terpecahkan, maka pihak berwajib akan menetapkan kasus ini sebagai kecelakaan...
Di samping hal itu, terdapat kenyataan pula bahwa pemilik restoran ternama dan memiliki banyak cabang restoran dikota lain, yaitu Mr. Rino, ternyata menyimpan banyak mayat manusia di lemari pendingin di restorannya. Saat restoran itu dijelajah oleh seseorang yang akan membersihkannya, ditemukan bangkai mayat tanpa daging dan isi tubuh.
Hanya tertinggal kerangka tulang dan kepala, saat diidentifikasi, mayat-mayat tersebut berasal dari golongan kelas ke bawah. Yaitu para pengemis dan gelandangan yang terlantar di kota ini. Hampir semua warga geram dengan penemuan ini, saat itu juga seluruh cabang restoran milik Mr. Rino ditutup oleh pihak berwajib, dan dinyatakan tidak layak.
Atas semua penemuan janggal ini, polisi berniat menggali lebih dalam lagi kasus ini. Tapi, lagi-lagi polisi mendapati jalan buntu. Tidak ada satupun bukti yang tersisa, dan saksi mata yang masih hidup. Pada akhirnya, semua kasus ditutup rapat-rapat. Dan tidak ada yang pernah bisa menggalinya...
....
Evelyna, mendengarkan sebuah berita 25 tahun yang lalu. Berita yang dibawakan oleh seorang jurnalis favoritnya, dia masih sangat muda dan masih harus belajar banyak tentang dunia berita. Fresh graduate, dirinya memutuskan untuk terjun kedunia jurnalis yang menjadi cita-citanya sejak kecil.
Dia membuka kacamatanya, sepertinya cukup malam ini dia menentengi televisi berwarna hitam-putih itu. Ia harus beristirahat, besok ia akan meliput sebuah berita cuaca yang akan disiarkan secara langsung disebuah kota terpencil. Gadis berambut hitam legam itu menuju kamar mandi, menggosok gigi dan membasuh wajahnya sebelum akhirnya merebahkan diri di atas ranjang.
Di usianya yang baru menginjak 24 tahun, dia harus tinggal seorang diri karena terus berpergian keluar kota karena pekerjaannya. Tidak memiliki tempat tinggal tetap, Evelyn hanya tinggal di sebuah apartemen kecil untuk sementara waktu sebelum akhirnya dia akan dipindah tugaskan kembali keluar kota, begitu seterusnya. Dan begitulah pekerjaannya, karena dia menyukainya.
"Hallo Mom?"
"Ya, aku baik-baik saja."
"Ya, tenang saja. Tak perlu khawatir, bagaimana Daddy? Apa dia masih sering sakit kepala belakangan ini?"
"Hmm, suruh Jason untuk sering membersihkan halaman, itu akan membuat Daddy sedikit membaik"
"Oke, baiklah. Aku mencintaimu Mom..."
"...sampaikan salamku pada Daddy"
Tut...
Evelyn menghela nafas kasar, Ibunya itu tidak pernah berhenti menelpon setiap malam.
Semenjak kepergiannya demi pekerjaan ini 6 bulan yang lalu, seperti rumah itu tidak pernah rela jika ia pergi. Terutama Ibunya, wanita itu pasti sedikit kerepotan mengurus adiknya Jason yang selalu berulah disekolah. Namun terkadang, hal-hal seperti itulah yang membuatnya rindu pada rumah.
Ahh, tapi pekerjaan ini adalah impiannya sejak kecil. Evelyn terlalu terobsesi akan berita dan menyebarluaskan informasi yang ia dapat, dan rasa penasaran terhadap segala misteri yang ada di sebuah berita.
Tubuh ringkih itu akhirnya tertidur di dalam selimut tebalnya, mengistirahatkan tubuh dan pikirannya setelah seharian menonton berita yang ia anggap sangat bagus cara penyampaiannya.
Pagi hari, gadis cantik itu sudah rapih dengan kemeja putih dan celana kulot panjangnya. Menyambar tas ranselnya yang cukup berat berisi peralatannya, bukan peralatan make-up atau pakaian. Namun beberapa lembar buku catatan yang selalu ia bawa kemanapun jika meliput sebuah berita. Mungkin bagi orang lain, itu sangat tidak perlu.
Jika orang lain membawa ponsel genggamnya dan dengan mudah membacakan sebuah berita, tapi tidak bagi Evelyn. Dia menyukai catatan dan coret-coretan di sebuah kumpulan kertas yang bersampul seperti sebuah buku.
Mobil van berhenti di sebuah kota dengan intensitas hujan tinggi disertai badai kecil, dia dan krunya turun mengenakan jas hujan lengkap dengan sepatu bot.
Ketika semua orang sangat tak bersemangat karena hujan ini, tidak bagi Evelyn. Wajahnya begitu serius menyampaikan berita hari ini dan dirinya selalu serius. Tidak hanya dalam pekerjaan, melainkan juga kehidupan sosial. Mungkin hal itulah yang membuat kebanyakan lelaki tidak berani mendekati Evelyn.
Gadis itu sangat tertutup, memiliki ambisi besar dengan pekerjaan dan pekerja keras.
Rambutnya sedikit basah ketika ia memasuki kantornya guna mengolah data yang ia peroleh tadi dan memublikasikannya di internet, Evelyn jarang tersenyum kepada rekan kerjanya meski ia sangat cantik. Ia hanya perduli dengan pekerjaan dan terobsesi dengan hal itu.
Baru saja ia meletakan secangkir kopi di meja kerjanya dan membuat laporan, tiba-tiba seorang sekertaris memanggilnya untuk bertemu Pak Kepala.
Jarang sekali pria tua itu mengajaknya berbicara seperti ini, memanggilnya secara formal tidak pernah sama sekali. Namun Evelyn tetap melakukan tugasnya, ia mengetuk pintu dan memasuki sebuah ruangan ketika terdengar suara dari dalam mempersilakannya masuk.
"Evelyn...."
"Ya pak?"
"Evelyn Hunter..." Pak Kepala itu terlihat mengernyitkan dahi saat membaca berkas Evelyn dan mengetahui nama lengkapnya.
Dan sedikit terkejut ketika menanyai Evelyn dari mana ia berasal.
"Well, sepertinya aku tidak terkejut mengetahui bahwa kau sangat menyukai berita pembunuhan. Kau datang dari kota pembunuh kelas atas..." ujar Pak Kepala, Evelym hanya tersenyum formal, tak mengelak hal itu.
"Ya, benar. Kota itu sudah aman sekarang." jawab Evelyn sekenanya.
"Who knows..." balas Pak Kepala.
"Ahh, berdasarkan penilaian. Kau sangat baik dilapangan maupun laporan buatanmu..."
"...aku tahu kau masih sangat baru, tapi. Ada sebuah kasus yang harus kau liput dan ini termasuk kasus besar di era ini." jelas Pak Kepala.
Evelyn merasa sangat terhormat mendengar dirinya dipilih,
"Tapi, aku takut kau akan mundur. Karena ini bukan pembunuhan biasa yang sering kau liput Evelyn." tambah Pak Kepala.
"Apakah itu Pak?" Tanyanya penasaran.
"Detektif Ben ingin mengkaji ulang tentang kasus pembunuhan berantai dua tahun yang lalu, kau mungkin mengetahui kasus ini...."
"...Adam Rig." Evelyn terdiam sejenak.
"Si kanibal itu?" Tanyanya, Pak Kepala mengangguk.
"Bukan cuma kanibal, pemerkosa, pembunuh, pemutilasi dan yang lebih mengerikan bukan itu..."
"...dia adalah psikopat yang sangat cerdas, bahkan dia pandai mengintimidasi lawannya hanya dengan kalimat. Beberapa pewancara ketakutan dan terakhir depresi ketika berbicara langsung dengannya." Jelas Pak Kepala, Evelyn mendengarkan dengan cermat.
"Jadi, bagaimana? Apa kau mau mengambil kasus ini?" Tawarnya kepada Evelyn, jujur saja, dari awal Evelyn mendengar nama Adam Rig, dia sudah sangat tertantang dengan kasus itu, jadi, ya, tentu dia akan mengambilnya.