Memasuki kegelapan malam, sepertinya hanya inilah waktu yang tepat agar mengurangi sedikit rasa penasarannya. Ketika semua orang telah tertidur pulas, dan tidak ada satu pun makhluk di bumi ini yang terjaga di malam selarut ini. Seseorang mengenakan jaket berpenutup kepala membawa sebuah senter di tangannya, sepatu bot itu menapaki lahan yang telah menjadi abu.
Beberapa potongan kayu yang masih utuh sedikit menghalangi jalannya, namun itu sama sekali tidak menghalangi niatnya untuk kasus ini. Ia teringat kalimat Jason, bahwa tulang belulang itu dikumpulkan di bawah dapur utama. Jadi, Evelyn mencari sudut lahan yang sudah pasti dijadikan dapur.
Evelyn pergi ke sudut lahan paling belakang, dimana hanya ada abu dan tidak tersisa apapun. Ia yakin, di sinilah asal ledakan kebakaran itu terjadi. 25 tahun, bagaimana mungkin ia yakin dapat menemukan tulang itu jika sudah terkubur oleh tanah dan hujan selama 25 tahun lamanya. Meski keyakinannya tidak besar, Evelyn tetap mencarinya.
Mengeluarkan sebuah sekop kecil yang ia pikir dapat menggali tanah dengan kedalamam minimal satu meter, padahal itu akan memakan waktu berhari-hari dengan sekop sekecil itu. Tapi dia tetap menggali, sambil menoleh ke kanan dan kiri. Tetap waspada, karena ia tidak mau tertangkap hanya karena menggali di tanah kosong ini.
Tubuhnya berkeringat, namun baru sedikit yang dapat ia gali. Sama sekali belum menemukan apapun, meski orang-orang menganggap kenibalisme yang ada di restoran ini hanya bualan masa lalu. Namun, Evelyn tetap yakin. Dan keyakinannya makin bertambah setelah ia berbicara banyak dengan Adam Rig. Evelyn terdiam, jemarinya meraba. Sepertinya ia menemukan sesuatu, ia lalu buru-buru menggaruk tanah itu.
Ia menemukan sebuah kalung,
Sebuah kalung mutiara.
Evelyn sadar, ia semakin dekat dengan ini.
Saat ia kembali menggali, ia sadar. Ia hanya menggali sebuah papan kayu. Evelyn mengernyit, ia menarik papan kayu tersebut dengan sekuat tenaga. Tapi,
Brugh!!!
Tubuhnya terjatuh, Evelyn baru sadar ia terjatuh ke dalam sebuah lubang di bawah papan kayu tersebut.
Kepalanya terbentur dengan keras dan bokongnya mendarat dengan kasar di atas tanah. Lubang itu berkisar tiga meter tingginya, Evelyn hanya bisa melihat sinar rembulan yang masuk melalui lubang kecil tempat ia terjatuh tadi. Beruntung ia masih menggenggam senter dan menyalakannya guna mencari sesuatu untuk keluar.
Namun, Evelyn hampir berteriak kencang jika saja ia tidak menutup mulutnya dengan tangannya sendiri. Benar apa yang dikatakan Jason, ini adalah bawah tanah tempat pembuangan tulang belulang manusia. Dan restoran kanibal itu ternyata bukan sebuah bualan semata. Itu benar-benar terjadi. Dan Evelyn melihatnya sendiri dengan kedua matanya.
Kerangka perut dan tulang-tulang yang berserakan di bawah sini, belasan atau mungkin puluhan kerangka kepala yang sudah bersarang laba-laba. Dan hebohnya, di larut malam seperti ini.
Tengkorak kepala yang sudah tidak memiliki jiwa itu seperti melotot kearah Evelyn, atau mungkin itu hanya imajinasi Evelyn saja.
Sudah cukup melihatnya dan membuktikan kebenaran ucapan Jason, Evelyn mencoba keluar dari lubang tengkorak itu dengan sedikit melompat. Menggapai sebuah papan yang hampir copot agar dia bisa keluar, tidak mudah, namun ia berhasil keluar dengan sedikit merangkak dan mengotori baju dan tampilannya dengan abu tanah yang ada di sana.
Ia juga mengantungi sebuah kalung mutiara yang ia dapat tadi untuk barang bukti.
"Hey!" Evelyn terkejut mendengar seruan seseorang, sepertinya seseorang melihat dirinya. Evelyn mematikan senter dan buru-buru lari meninggalkan tempat kejadian.
Beruntung, seseorang tersebut tak mengejarnya. Namun ia mendapatkan sebuah sekop di antara reruntuhan itu. Dan lebih mengejutkan lagi, ia melihat sebuah lubang yang berisi tulang belulang.
Ini akan kembali menjadi berita heboh esok hari.
....
Pagi hari, Evelyn memakan serealnya sambil menyalakan televisi yang ada di motel. Dan benar saja, tempat galiannya semalam kini menjadi berita hangat pagi ini. Orang-orang berkumpul untuk melihat kebenaran legenda masa lalu, yang ternyata benar adanya.
Meski sebagian warga berpendapat itu bisa saja sebuah makam terpendam beberapa tahun lalu, namun ada juga yang yakin kalau restoran itu benar-benar menyajikan daging manusia sebagai menu utamanya. Kabar ini masih simpang siur, tidak ada bukti yang lebih mendalami meski Evelyn telah membantu menerangkan kasus di masa lalu dengan caranya sendiri.
Evelyn melihat tulang-tulang itu dikumpulkan dan dimakamkan dengan layak, jika saja ia bisa menemukan bukti lagi selain restoran itu, mungkin dia bisa segera memecahkan kasus ini, termasuk kasus Adam Rig. Dan benar apa yang dikatakan oleh Jason, berita mengenai restoran itu sama sekali tidak ada di dalam pemberitaan media.
Seperti media menutupi semua akses tentang kota ini, atau, ada yang berusaha menutupinya.
Termasuk ledakan 25 tahun yang lalu itu, media hanya mengatakan itu adalah sebuah kebakaran. Dan, tidak ada penjelasan terperinci mengapa bisa terjadi kebakaran di sebuah gedung yang tak terpakai di tengah hutan. Dan apa yang dilakukan oleh semua orang itu di sana?
Evelyn masih penasaran dengan semua kejadian yang saling berkaitan di kota kelahirannya ini, dan baru ia sadari sekarang. Adam Rig sengaja menuntun dirinya kembali ke kota ini dan mencari kebenaran yang terjadi, semua kejadian itu, tepat di tahun kelahiran Eve.
Evelyn melangkahkan kedua kakinya menuju perpustakaan kota, saat ia tiba di sana, tidak ada yang berubah sedikit pun. Tata letak buku dan meja baca, tidak ada yang berubah. Evelyn membuka kacamata hitamnya, menggantungkan jaketnya di tempat gantung dan menuju penjaga perpustakaan.
"Halo madam..." sapa Evelyn kepada wanita berkulit hitam dan berambut ikal yang mengenakan kacamata.
Madam Lorain, terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya ia menyadari bahwa gadis di hadapannya ini adalah gadis yang sama beberapa tahun yang lalu.
"Oh astaga, Evelyn. Aku hampir tidak mengenalimu tadi, bagaimana kabarmu? Akhirnya kau kembali ke kota." ujar Lorain.
"Baik, aku butuh referensi di sini." balas Evelyn ramah.
"Apa yang bisa ku bantu?" Tanyanya.
"Hm, sebenarnya. Aku butuh buku tentang kota ini." jawab Eve, Lorain hanya menggelengkan kepala. Pikirnya, pekerjaan jurnalis benar-benar membosankan dari pada berdiri seharian di perpustakaan ini.
"Rak pojok kanan, paling belakang. Sedikit gelap, tapi kau akan menemukan ketenangan di sana." ujar Lorain dengan senyum ramah.
"Ya, itulah yang aku butuhkan. Terimakasih madam..." kata Eve, lalu menuju arah yang dikatakan Lorain tadi.
"Buat dirimu nyaman di sini Eve!" Seru Lorain, tentu menggunakan suara yang sedikit teredam karena dia tidak ingin kebisingan di perpustakaan ini. Dan begitulah semua penjaga perpustakaan.