Lima

722 Words
Sedari tadi Bintang memetik senar gitarnya tidak mood, pikirannya melayang kepada hubungannya dengan Kia dan juga Senja, beberapa kali dia mengembuskan napas kasarnya, lalu mengacak rambutnya seperti orang yang frustasi. Bian—temannya, yang sedari tadi melihat raut muka Bintang hanya menggeleng-gelengkan kepala, Bian tahu apa yang sedang dipikirkannya karena Bintang sudah bercerita. "Ntang, lo jalanin aja dulu deh hubungan lo sama Senja." Untuk kesekian kalinya Bian berkata seperti itu. "Berat, Yan. Gue gak suka dia, dan gue gak boleh hubungin Kia bikin gue tambah stres." Bian meletakkan ponselnya dan menatap Bintang lekat-lekat. "Apa salahnya coba lo ikutin cara Kia, coba lo dekat sama Senja sebulan ini. Lagipula, Ntang. Senja itu cantik, baik, terus pintar." "Gitu, ya?" "Iya, rutinitas lo dari Kia pindah ke Senja, kayak berangkat dan pulang bareng, ke kantin bareng, atau jalan bareng, gak ada salahnya lo coba, Ntang. Senja itu bukan cewe yang malu-maluin, tenang aja." Bintang menyelidik wajah Bian. "Kok lo semangat banget nyuruh gue dekat sama Senja?" Bian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu kembali memainkan ponselnya. "Nggak, gue cuma pengin yang terbaik aja buat lo." "Aneh lo, Yan." ••• Senja sedang menunggu abangnya yang keluarin motor dari garasi, tiba-tiba muncul sebuah pesan masuk. +6287766××× Keluar, gue di depan. Bintang. Senja sampai melototkan matanya saat membaca rentetan kalimat itu, dia senang tapi masih nggak percaya seorang Bintang menjemputnya ke rumah untuk berangkat sekolah bareng. "Naik lo," ujar Alex yang sudah berada di depan Senja. "Gue berangkat sama orang lain, bye..." Senja langsung berlalu keluar pagar meninggalkan Alex yang masih cengo. Bintang langsung menyodorkan helm, dan Senja langsung naik ke motor besar itu, jantung Senja rasanya sudah loncat nggak karuan, baru pertama kali dia dibonceng sama Bintang dan mereka bisa sedekat ini. Kalau ini mimpi tolong jangan bangunkan Senja. Sepanjang jalan tidak ada yang memulai obrolan, sesekali Bintang melirik Senja dari kaca spion dan senyuman tipis terukir di bibirnya. Benar kata Bian kalau Senja itu cantik. Dan tiba-tiba Bintang menghentikan motornya di sebuah warung pinggir jalan untuk membeli sebungkus rokok, Senja yang melihat hal itu langsung merebut rokoknya. Wajah Bintang langsung berubah kesal karena baru kali ini ada yang berlaku seperti itu. "Balikin, Senja!" Senja menggeleng. "Gue pengen coba." "Nggak baik buat lo." "Lo aja bisa kenapa gue engga?" "Senja, rokok bukan benda yang bisa dicoba-coba." "Kalau gitu lo nggak boleh rokok juga." Bintang menghela napas kesal, dia baru tahu kalau Senja bisa semenyebalkan ini. "Senja, mulut gue nggak enak kalau nggak rokok." Akhirnya Senja membeli permen dan diberikan kepada Bintang, karena dulu dia pernah baca artikel, permen bisa jadi penawar untuk pecandu rokok. "Mending lo emut permen." "Kalau emut bibir lo gimana?" Bintang menaik-turunkan alisnya dengan seringaian jahil. "Ogah." Senja langsung mengembalikan rokok itu kepada penjual tanpa mengambil kembali uangnya. Bintang melirik jam yang ada di tangan kirinya. "Udah telat, mending bolos aja." "Bolos? Ini first time dong buat gue." "Selama sekolah lo belum pernah bolos sama sekali?" Senja menggeleng. "Yaudah lo ikut gue." Bintang membawa Senja ke Gelato di kawasan Setiabudi yang enak itu. Mungkin ini pertama kali buat Senja jalan bareng cowok selain abang dan papanya, karena Senja selama ini belum pernah berpacaran, sekalipun ada yang dekati, dia tidak pernah merespons. "Senja, kenapa lo bisa suka sama gue?" Pertanyaan yang selalu mengganggu pikiran Bintang beberapa hari ini akhirnya berhasil terlontar. Setelah menelan es krimnya Senja menjawab, "Ada rasa yang nggak bisa dijelasin, dia hadir dengan sendirinya tanpa bisa diprediksi untuk siapa dan kapan. Gitu yang gue rasain ke lo." Bintang hanya mengangguk-angguk. "Lo pernah pacaran berapa kali?" "Lo yang pertama." "Karena lo nggak laku?" Senja langsung menggeplak Bintang dengan ranselnya, membuat cowok itu meringis. "Sakit, lo kasar juga, ya!" "Enak aja, bukan karena nggak laku. Tapi belum ada yang bikin gue tertarik, sekali ada yang dekati nggak pernah gue respons." Tanpa sadar Bintang tersenyum melihat ekspresi kesal senja. Kenapa dia bisa seimut ini? "Berarti gue adalah first love and first boyfriend lo dong?" "Iya, dan gue harap lo nggak nyakitin hati gue aja sih, Ntang." Bintang kembali memakan es krimnya yang sudah hampir mencair itu. "Hmmm, Ntang. Gue mau nanya, kenapa lo tiba-tiba putus sama Kia terus milih gue?" Bintang langsung tersedak es krim yang baru masuk ke tenggorokannya, lalu menghela napas. "Yang penting sekarang gue jadi pacar lo, nggak usah tanya alasannya." Tapi gue takut, Ntang. Apa yang lo lakuin ini, nanti bakal nyakitin gue. •••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD