Surprise 'taraa'

1765 Words
Hari ini weekend, aku senang karena pagi ini kami semua berkumpul dirumah. Ibuku libur bekerja, Jullya memang tidak ada kerjaan, dan sedangkan Aku sedang menunggu waktu yang pas untuk keluar shoping. Aku masih asyik nonton anime dan melihat beberapa mode pakaian di online shop, sedangkan Jullya dan Ibu sedang sibuk benerin beberapa genteng yang bocor diluar. Jika hujan turun, kadang diruang makan suka bocor, tidak ada laki-laki dirumah ini, jadi kami harus bergotong royong. “Ellisa... bantuin mamah pegangin tangga” teriak Ibuku dari luar kesekian kalinya Dengan kesal aku keluar rumah dan mendapati Ibuku yang sedang kesusahan memegangi tangga dengan Jullya berada diatasnya. “lagi pada latihan sirkus ya?” tanyaku Jullya sesekali berteriak karena tangga sedikit goyang “bantuin pegangin, ngeri jatuh” teriak Jullya dari atas Akupun menurutinya, padahal Jullya menaiki tangga belum lebih dari satu meter, tapi sudah benar-benar heboh “turun aja deh jul, biar tante nyuruh orang aja” teriak Ibuku sambil erat memegangi tangga yang sedikit goncang “Jully bisa tante, makanya pada megangin yang bener” kukuh Jullya sambil naik langkah demi langkah menuju atap “naiknya aja udah rempong apalagi benerin gentengnya” gerutuku “ssttt udah biarin” kata Ibuku “lagi pada ngomongin gue ya” teriak Jullya menghadap kebawah Jullya melanjutkan menaiki tangga dengan gemetaran, kami mulai lelah memegangi tangga dan Jullya belum sampai atap juga “udah turun aja” teriakku melihat Jullya masih berada dititik yang sama, hanya lebih tinggi satu anak tangga Jullya masih bersikeras menaikinya walaupun kakinya bergetar “ehm, ada yang bisa saya bantu” ujar seseorang dibelakang kami. Kami bertiga serempak menoleh, seorang lelaki dengan bajunya yang rapih dan rambutnya yang sedikit ikal, aku tidak mengenalnya. Ibuku menyunggingkan senyum, Jullya yang berada diatas lebih parah lagi “BROKOLI...” pekiknya kaget, Ia benar-benar shock hingga Jullya kehilangan keseimbangannya “Argh!” teriak Jullya BRAKKKKKKKK!!! Jullya terhempas ke lantai tepat di depan kami ber tiga otak kami nge-freeze se-persekian detik melihat Jullya menelungkup di lantai " eh bantu banyu bantu " ibuku yang cepat sadar dari otak bekunya mulai menggapai tubuh Jullya yang kesakitan, kemudian Juna dan ibuku memapah Jullya masuk rumah dan Aku mengiringi mereka dari belakang *** Setelah mengambil kompres, Renata langsung menyiapkan kotak P3K. Lutut dan siku Jullya lecet dan berdarah. kedatangan Juna secara tiba-tiba membuat Jullya kaget dan kehilangan keseimbangannya, hingga Ia terjatuh. Beruntungnya, Jullya menaiki tangga tidak terlalu tinggi, jadi lukanya tidak parah, hanya lecet saja. Kejadiannya begitu cepat, saat kami menoleh ke Juna kemudian terdengar teriakan Jullya, dan begitu kami menoleh lagi Jullya sudah jatuh kebawah. “kenapa tadi nggak nangkep gue pas jatuh” keluh Jullya saat Juna mencoba mengompresnya Aku dan Ibu seakan menjadi penonton setia mereka yang sedari tadi berdebat “ini bukan sinetron yang pas kamu jatoh terus aku tiba-tiba udah di bawah buat nangkep kamu, coba kalau kamu tadi ngomong kalau mau jatoh kan bisa aku tangkep dari bawah” keluh Juna sambil menempelkan hansaplast disiku Jullya Mereka terlihat lebih dekat, padahal baru kali ini mereka kembali ngobrol setelah beberapa waktu silam pertemuan mereka. “dari mana lo tahu rumah gue” tanya Jullya kemudian “Anna” jawan Juna Ibuku menaruh secangkir teh manis untuk Juna “makasih tante” ujar Juna, Renata tersenyum karena kali ini Juna memanggilnya dengan sebutan ‘tante’ bukan namanya lagi “ya Anna cerita banyak tentang kamu, band kalian yang bubar, dan masalah kerjaan, aku turut prihatun, terus aku minta alamat kamu buat bantuin kamu, siapa tahu aku cukup berguna” ungkap Juna “oh jadi karena itu lo kesini, mending lo sekarang pulang deh” sahut Jullya kesal “aku salah apa? niat aku balik Jully” ungkap Juna “PULANG SEKARANG!” pinta Jullya kesal “hmmm yaudah, besok aku kesini lagi ya, kamu cepat sembuh” Juna berdiri kemudian pamitan kepada Renata Aku pura-pura tidak melihat adegan-adegan mereka, sibuk dengan daftar-daftar baju dan make up yang akan aku beli nanti. Jullya terduduk lemas di kursinya, Ia sendiri bingung dengan perasaannya Ibuku sibuk mengangkat telefon entah dari siapa, sepertinya memperbincangkan hal yang cukup menarik sampai Ibuku senyum-senyum sendiri didekat dapur. “Mamah pergi dulu ada urusan” ujarnya menghampiriku setelah mengganti bajunya “kemana?” tanyaku “ada urusan sayang, kamu jangan kemana-mana ya” pinta Ibuku, aku mengangguk “kamu ini kenapa? Lain kali jangan begini lagi, nanti malam kita bahas, tante mau ada urusan sebentar” suara Renata sedikit meninggi pada Jullya yang masih terdiam di kursinya *** Setelah Ibuku berangkat, aku membereskan kotak P3K dan air kompresan Jullya. Ia masih diam di kursinya, pasti ada sesuatu yang membuat Jullya begini, kadang wanita terlalu banyak kode, memang sulit di mengerti. Setelah mengganti baju, aku turun menemui Jullya yang masih mematung di tempatnya “Jul...” sapaku Jullya hanya diam “Jully..” ulangku “udah sana kalau mau pergi, gue lagi nggak mood ngomong sama siapa-siapa” ujar Jullya tanpa menatapku “yaudah deh, aku pergi sebentar doang, nanti pulang aku bawain makanan deh” janjiku Jullya diam, mungkin memang dia ingin sendiri, aku segera pergi meninggalkannya. *** Renata tampak cantik dengan blouse hijau toscanya. Hari ini Renata dan Evan sedang sibuk melihat-lihat Ruko milik sahabat Evan dan juga mempertimbangkan segi pasarannya. Renata sudah mantap membuka Salonnya sendiri dengan bantuan Evan. “makasih ya, akhirnya dapet juga ruko yang cocok” ujar Renata saat mereka istirahat untuk makan “kamu tenang aja, aku bakal bantu sepenuhnya, kita kan teman” ujar Evan Renata tersenyum Evan merasa Renata adalah tipe wanita yang berbeda dari yang lainnya, mungkin karena Renata lebih dewasa dari pada dirinya, dan mampu membuatnya merasa nyaman. “oh iya anakmu sekolah di mana?” tanya Evan sambil melahap makanannya “SMA Harapan Bangsa 05” ujar Renata “jangan-jangan aku pernah ketemu dia” jawab Evan “oh iya aku belum tanya kamu ngajar di sekolah mana, ternyata kamu ngajar di situ?” kata Renata takjub “yaps” “kebetulan sekali” ujar Renata “mungkin jodoh” canda Evan Kemudian mereka berbincang-bincang cukup hangat *** Aku membuka sederet daftar belanjaan yang harus ku beli : baju, sepatu, tas bahkan pelembab wajah dan juga bedak, serum wajah, serum bibir, masker wajah, masker bibir, masker rambut, scrub, lips balm, sabun muka, parfum, anting, gelang, jam tangan, case hp, celengan baru tentu saja bukan gambar spongebob, dan bahkan sampai underwear. Aku mau semuanya berubah dan nggak setengah-setengah, semoga uangnya cukup. Aku sengaja berbelanja di pasar agar semua daftar yang telah kutulis bisa ku beli semua dengan harga yang terjangkau, aku banyak belajar menawar dagangan dari Ibuku dulu. Segera kususuri tengah pasar tempat baju-baju murah ataupun yang mahal di pasarkan, dengan bebas aku memilih beberapa baju dan juga tas. Aku memilih warna-warna yang soft dan tidak terlalu mencolok, mungkin memang itulah gayaku. Aku yang sebenarnya malu jika kemana-mana sendirian mencoba belajar untuk percaya diri dan mandiri “AKU HARUS BERUBAH! YA AKU HARUS BERUBAH! SEMANGAT ELLISA JANGAN MALU” gumamku mengepal erat menyemangati diriku sendiri jika mulai merasa tidak percaya diri " Aku bisa aku bisa! aku kuat aku cantik aku mandiri aku percaya diri, bisa bisa bisa bisa yes! " aku terus merapalkan mantera-mantera kepercayaan diriku *** Jullya diam di tempatnya, rasa sakit di siku dan lututnya tidak sesakit rasa di hatinya, entah mengapa mendapati Juna tiba-tiba datang kerumahnya hanya karena Anna, semakin membuat dadanya terasa sesak, Jullya tidak mengerti kenapa! Apa mungkin dia cemburu? Benarkah rasa yang sekarang mendera di hatinya adalah rasa cemburu? Jullya sebebarnya senang Juna datang ke rumahnya, hanya saja Ia menyayangkan kalau Ia kesini karena Anna ingin Juna membantunya. Hujan mulai turun dengan derasnya, semakin menambah kepedihan di hati Jullya, beberapa air menetes mengenai wajahnya, Jullya menengadah mencari sumber genteng yang bocor Kemudian dengan wajah ingin menangis Ia berlari mengambil ember dan menyeret kursi, lalu menaruh ember untuk menampung air hujan. Tetes demi tetes air yang bocor jatuh di ember membuat nada ‘tak tuk tak tuk’ disela sesegukan Jullya yang menangis di sampingnya ember penampung air hujan. " kenapa harus bocor di saat seperti ini sih" pekiknya kesal kemudian menelungkupkan wajahnya dan terisak. *** Senin pagi yang cerah... Aku bangun begitu pagi dengan perasaan yang sangat berbeda untuk menyiapkan segala hal tentang perubahan diriku hari ini. Akan ku buat semua anak-anak tercengang melihatku, terlebih Pak Evan, Aku pastikan dia akan melirikku kali ini. Banyak membaca majalah ibuku soal fashion dan melihat tutorial make up untuk sekolah di youtube cukup membantuku dalam merias wajah dan mengenakan bedak dengan baik. ku gerai rambutku, aku curly ujung rambutku dengan catokan, mulai memakai serum, krim siang, bedak, maskara, dan lipbalm di bibir tipisku. Baju seragam sekolahku yang kedodoranpun sudah ku pasrahkan kepada tukang jahit di komplek rumahku, membuat badanku yang seperti angka satu berbaju jumbo menjadi sedikit berlekuk dan nampak bagus mengenakan seragam yang sudah aku kecilkan Kukenakan tas bahuku , jam tangan, anting kecil, sepatu baruku yang keren, menyemprot parfum dan kemudian turun bergabung dengan Ibu dan Jullya yang sedang asik sarapan. “nguss....” pekik Jullya dengan roti tawar di mulutnya Renata tak kalah kaget. Sudah kuduga mereka akan takjub dan tercengang saat melihatku “el” seru ibuku dengan pandangan takjub Mata mereka mengikutiku dari aku turun tangga dengan anggunya sampai duduk bersama mereka. “ngus..” panggil Jullya lagi masih shock “pagi mamahku yang cantik, pagi tante, oops.. pagi Jullyaaa” sapaku menata kata-kataku Jullya menghampiriku, membolak-balikan tubuhku dengan hebohnya, memeriksa wajah dan rambutku, tas, sepatu dan bahkan Ia mengendus bau parfumku “Tante kenapa sih” ujarku risih Kemudian Jullya memegang jidatku memastikan bahwa suhunya normal. Aku tersenyum bangga karena perubahanku berhasil “kamu beneran el?” tanya ibuku masih dengan pandangan matanya yang takjub “iyalah mah... masa sama anak sendiri lupa” ujarku sambil menyeruput segelas s**u putih hangat dan tersenyum dengan manis “kunciran lo kemana? Kaca mata? tas punggung anak SD, sepatu lo yang kayak anak TK, Ingus lo juga kemana?” Jullya masih saja heboh “ih Jully, jangan lebay deh. Mmm yaudah mah, Jul, aku pamit dulu ya, mau kesekolah udah mau telat nih” ungkapku sambil melihat jam dan beberapa gelang baru berwarna nude yang menghiasi pergelanganku Setelah pamit ku kenakan earphone untuk memutar beberapa lagu yang membuat moodku baik kemudian beranjak pergi dari mereka. Renata dan Jullya masih saja terbengong, Renata melihat jam pergelangan tangannya, bahkan Ia sendiri belum siap-siap “ini kan masih jam 6 lebih” gumam Renata “ nggak sopan banget, dia berani-beraninya manggil gue Jully, bukan tante lagi” Jullya melongo dan terpaku pada tempatnya Mata mereka masih mengikutiku pergi sampai akhirnya aku menutup pintu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD