Di Sekolah
Aku sedang sibuk dengan kegiatan baruku saat istirahat, toh aku nggak punya teman dekat seperti dulu lagi.
Dengan sembunyi-sembunyi dan menutupi kamera dengan buku, tas atau sembunyi dibalik semak-semak Aku mulai memotret pak Evan.
Saat Ia tersenyum, berjalan, makan, atau apapun aku selalu mengikutinya, mendadak aku merasa menjadi agen FBI
Tanpa aku sadari, Rumi terus memperhatikan gerak-gerikku dari kejauhan.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Renata akhir-akhir ini sedang sangat disibukan dengan pelanggan salon tempatnya bekerja untuk disulap penampilannya agar lebih menawan. Ia baru sempat ke kedai kopi sore ini, memesan kopi arabika favoritnya.
“kopinya gratis untuk Anda” ujar seorang pelayan di cafe tersebut
“wah.. anniversary cafe ya?” tebak Renata
“anda ingat laki-laki yang bersama Anda tempo hari? dia sudah membayarnya terlebih dahulu untuk Anda menikmati kopi disini” terangnya
Renata jadi teringat saat Ia meletakkan beberapa lembar uang dimeja saat Ia ngopi bersama Pak Evan
“oohh dia” jawab Renata tanpa memusingkannya
Secangkir cappucino panas dengan sedikit krimer mendarat dimejanya saat Renata sedang menikmati kopi, kemudian Evan duduk didekat Renata
Renata sedikit terkejut dengan kedatangannya secara tiba-tiba
“ternyata susah juga ya ketemu hair stylist handal, aku nungguin tiap sore, tapi baru bisa ketemu sekarang” ujar Evan mengenakan kacamata dengan kemejanya yang rapih
“sebenarnya apa mau pak Evan?” tanya Renata berlagak sebagai wanita dewasa yang tidak ingin diganggu
“apa susahnya kalau kita berteman” ujar evan sambil menyeruput kopinya
“aku terlalu tua untuk jadi temanmu” tukas Renata
“pertemanan tidak pernah melihat dari segi umur, tapi ketulusan”
Renata tidak menjawabnya, Ia tidak begitu meladeni laki-laki yang usianya jauh lebih muda darinya
“oh iya, kabarnya kamu penata rambut yang cukup terkenal disini, nggak pengen punya salon dan nama sendiri?” tanya Evan kemudian
“prosesnya nggak mudah” jawab Renata
“temanku ada beberapa ruko yang mau dijual dan disewakan, mungkin kamu minat?”
“sempat ada niat sih untuk buka salon sendiri, tapi tabungannya aku siapkan untuk masadepan putriku” ujarnya lagi
“kalau misalnya sekarang kamu pakai untuk modal, dengan namamu yang udah outstanding aku yakin nggak butuh waktu lama modal kamu akan balik, selain itu juga kamu punya waktu lebih banyak untuk keluarga dan putrimu” ujar Evan
sebenarnya Evan sedikit melewati batas karena berani ikut campur dalam hidupnya dengan memberikan saran, tapi kata-kata Evan ada benarnya juga, selama ini Ia bekerja untuk orang lain dengan gaji yang sama setiap bulannya.
“oh iya putrimu kelas berapa?” tanya Evan kemudian saat Renata tak menjawabnya
“kelas 2 SMA” jawab Renata singkat
“aku juga mengajar kelas 2 SMA, mereka ambisius dan labil, pasti dia cantik seperti ibunya”
“dia pendiam, aku juga takut dia tumbuh nggak seperti teman-teman seusianya” jawab Renata
“berikan dia kasih sayang yang lebih, kalau kamu bekerja pagi sampai malam, pasti dia sangat merasa kesepian” ungkap Evan
“ya aku memang kurang memperhatikannya, tapi dia anak yang baik dan tidak pernah membuat ulah, cuman sikap anteng, tertutup dan tidak mau bergaul yang membuatku sedikit resah”
“luangkan waktu untuknya” saran Evan sambil menepuk bahu Renata
Sesaat tatapan mereka bertemu, begitu tersadar Renata segera menepis tangan Evan dari bahunya.
***
Jullya memainkan gitarnya dengan fals dan acak-acakan, kemudian Ia membanting dirinya ke kasur menatap langit-langit kamar yang terasa akan menghimpit tubuhnya, suasana hatinya sedang kacau.
Beberapa kali air matanya menetes membasahi bantalnya.
Pertama Ia kecewa karena bandnya bubar begitu saja, padahal disitulah cita-citanya Ia gantungkan.
Kedua, Anna sahabatnya yang sangat dekat berubah begitu saja, bahkan Ia akan bekerja, sudah pasti Anna akan lupa padanya
Dan yang ketiga, Si Rambut Brokoli, entahlah, tapi melihatnya bersama Anna rasanya...entahlah, Ia sendiri tidak mengerti dengan perasaanya, Jullya hanya merasakan dadanya sakit, sesak, tapi Jullya denial bersikeras menahan air matanya yang tetap keluar dan menganggap dirinya baik-baik saja
***
Saat aku keluar kamar berniat untuk mengambil minum dibawah, kulihat pintu kamar Jullya terbuka, aku hanya ingin memastikan bahwa Jullya ada di dalam, tapi yang kulihat Jullya sedang terisak dibalik bantalnya.
Jullya berusaha untuk tidak menangis tapi toh air matanya meleleh dengan sendirinya, Ia merasakan pengap karena harus menutupi wajahnya dengan bantal, dan saat Jullya membuka bantalnya, si ingusan ponakannya sudah berada disampingnya
“tante nangis?” tanyaku sedikit kaget karena baru sekali ini melihatnya menangis
“kok masuk nggak ketuk pintu” ujarnya dengan suara parau
“orang kebuka pintunya, tante nangis?” aku bertanya ulang
“lo lihatnya apa?” jawabnya ketus sambil menghapus airmata yang terus menetes
“ada masalah apa tan?” tanyaku prihatin
“kamu anak ingusan mana ngerti perasaan orang dewasa” ujarnya lagi membuatku kesal
“tante kalau nggak curhatnya sama aku mau sama siapa lagi? mamah?”
Jullya terdiam, setelah tangisnya mereda Ia membuka suaranya
“bandku bubar, Anna berubah dan...” Jullya tidak melanjutkan ucapannya
“dan..?” tanyaku penasaran
“benar kata tante Renata, semua lelaki sama aja!” tandasnya
Sebenarnya aku bingung dan tidak mengerti
“loh memangnya kapan tante punya pacar?” terkaku
“bukan pacar!! lo tahu tentang Juna si kencan dadakan itu? sebenarnya gue berharap lebih padanya, gue kira dia berbeda dari yang lain, toh dia sama saja! tukang mempermainkan perasaan!” tandasnya
“nah lho bukannya kalian ketemu baru sekali? Kalian hanya ngobrol-ngobrol biasa? Kata tante juga biasa aja kan? Apa dia ngasih janji-janji ke tante?”
Jullya menggeleng
“apa dia bilang kalau dia suka sama tante tanpa ada wanita lain dihatinya?”tanyaku lagi
Jullya menggeleng
“apa dia bersikap perhatian dan berjanji bertemu lagi?” tanyaku mengintograsi
Lagi-lagi Jullya menggeleng
“terus artinya semua lelaki sama saja dan dia tukang mempermainkan perasaan wanitanya itu dimananya tan?” tanyaku bingung super bingung
Jullya malah menggaruk-garuk kepalanya
“gue juga nggak tahu” sesalnya
“tapi tetap saja...” lagi-lagi Jullya menggantung ucapannya, membuatku semakin tidak mengerti
“tadi gue ketemu sama dia, dan ternyata Anna udah kenal sama Juna lebih dulu, Anna berubah 180 derajat, dan gue yakin Anna tertarik sama Juna” ujar Jullya kesal
“WAAHH.. TANTE CEMBURU SAMA KAK ANNA? TANTE NAKSIR KAK ANNA?” tebakku, mataku melotot kaget
“ih.. gue stright, heteroseksual gila lo malah mikir kemana !” Jullya mengacak-ngacak rambutku dengan kesalnya, membuat kunciranku terjatuh dan rambutku tergerai
“semua lelaki sama aja! dia cuman lihat dari penampilannya! pas kemaren kencan sama dia tahu kan lo penampilan gue kayak apa? nah tadi gue ketemu sama dia dan bahkan dia nggak ngenalin gue sama sekali, satu lagi jangan panggil gue ‘TANTE’ ” isaknya
Semua kata-kata Jullya membuatku kembali berfikir panjang secara jenius
“iyadeh, mmm emangnya setelah ngedate dadakan waktu itu lo jadi keinget Juna terus kan?” tanyaku
Jullya mengangguk
“ah.. sekarang aku tahu masalahnya” ujarku Girang
“lo suka sama kak Juna, tapi nggak mau ngakuin, trus lo menyadari bahwa kak Juna udah kenal deket sama kak Anna dan lebih parahnya lagi kak Juna nggak ngenalin Tante yang jelek karna nggak make dress sama wig, iya 'kan!” terkaku, aku yakin kali ini tidak melesat, headshoot.
“mana mungkin gue suka sama orang yang baru gue kenal dasar ingus!” lagi-lagi Jullya mengacak-ngacak rambutku
Sesaat kami berdua terdiam, tenggelam dalam pikiran kami masing-masing
“eh Jul, lo sempat mikir kalau Juna bakal ngasih first kissnya ke lo nggak? Kalau iya berarti kata Rumi sih itu namanya cinta” ungkapku teringat kata-kata Rumi saat itu
Dan aku baru sadar, sumpah serapah Rumi saat Ia mengatakan bahwa aku akan merasakan hal yang sama seperti yang sedang Rumi rasakan terhadap Rio ternyata terkabul juga, aku sadar aku menyukai pak Evan lebih dari perasaan murid ke guru, dan aku merasa bersalah terhadap Rumi, pasti memilih diantara Aku dan Rio adalah keputusan yang sangat sulit
“apa? menurut lo gue setua ini belum merasakan first kiss? Menurut lo cinta sesimple itu? lo ini belom pernah pacaran masih ingusan jadi jangan sotoy, ngerti?” Jullya makin meledak emosinya
“kan aku bilang itu kata Rumi” sesalku, aku memang tidak mengerti cinta, tapi begitu mengenal pak Evan duniaku terasa indah dan sangat bersemangat, dan aku yakin dia akan memberikan first kissnya untukku, tidak ada yang tahu dan mengerti, only God, Twitter and I know what i feel...
PLAKKKK
Jullya dengan halus menamparku
“lagi mikirin yang nggak-nggak ya” tebaknya
“hah.. enak aja” celotehku
“eh Jul, emang yang namanya cowok itu suka sama cewek dari penampilan?” tanyaku penasaran
“sebagian besar dari situ emangnya dari mana lagi? Hati? Nggak bakalan kelihatan” ujar Jullya antusias
“hm.. kalau cewek seperti aku kira-kira dilirik nggak?” tanyaku hati-hati dan sedikit berbisik
Jullya terdiam beberapa detik, kemudian tertawa sangat keras
“ada yang lucu?” tanyaku heran dengan kelakuan tanteku itu
“gue aja yang jadi cewek males lihat lo apalagi cowok, hm.. lo lagi jatuh cinta ya ngus?” tanya Jullya, wajahnya mendekatiku
“dalem banget Tante kalau ngomong, nggak lah, aku aja nggak ngerti cinta-cintaan, yaudah lanjutin nangisnya, gue mau tidur” ungkapku kesal sambil beranjak dari kamar Jullya
“yee ngambek” teriak Jullya
***
“apalah daya, ternyata mukaku memang pas-pasan”
Aku baru sadar setelah berjam-jam berdiri didepan cermin.
Tinggiku tidak lebih dari 155 cm, rambutku selalu dikuncir kuda, berkacamata saat disekolah dengan mengenakan tas punggung.
Aku baru sadar, aku sangat jelek dan culun! Pantas saja Rumi mengataiku bahwa aku tidak tahu tetang dunia luar, sepertinya memang benar!
Pantas saja Pak Evan sedikitpun tak pernah melirikku.
Aku membuka ponselku, kulihat hasil jepretanku tadi disekolah, foto-foto pak Evan memenuhi galeri ponselku.
Pak evan yang sedang berjalan, ngajar, makan, senyum, ketawa, melongo pun juga ada.
Dia sempurna, aku yakin pasti pak Evan banyak yang suka, dan Aku akan bersaing! Aku harus berubah! Ya harus berubah!
“SEMANGAT ELLISA SEMANGAAAT!!! KAMU HARUS BERUBAH!! MENGERTI!!” teriakku lantang pada cermin yang menampakan diriku ternyata sungguh sangat menyedihkan
“berubah jadi powerangers kuning atau pink?” celoteh Jullya melongokkan kepalanya ke kamarku
“se-se sejak kapan Tante ada disini” Aku kaget, takutnya Jullya memperhatikan kelakuanku dari tadi
“gue lagi mau merem lo teriak-teriak nggak jelas” ujarnya, kemudian melongok-longokan kepalanya lagi mencari sesuatu
“nyari apa?” tanyaku sedikit lega karena Jullya melihatku belum lama
“oh nggak” ujarnya kemudian meningglkan kamarku
Aku menarik nafas panjang dan dengan perlahan menghembuskannya
***
Aku kembali berdiri didepan cermin, menatap lekat-lekat wajahku dalam-dalam, dan memang aku akui aku tidak cantik tapi sedikit manis saat ku lepas kaca mata dan kunciranku.
Kusisir rambutku yang panjangnya lebih dari sebahu, mataku sedikit sipit, aku beruntung hidungku keturunan dari ibuku karena mancung, aku merasa... aku bisa berubah lebih cantik dari ini!
Fashion dan make up akan membuatku nampak cantik.
Mataku teralih pada celengan kalengku bergambar ‘spongebob dan temannya patrick sedang memburu ubur-ubur’, aku mengutuki diriku sendiri kenapa harus membeli celengan dengan gambar kartun begitu.
There are so many people stupid because ‘LOVE’ one of them is ‘ME’
Setelah Update status dijejaring sosialku, aku kembali fokus pada celengan.
Ya aku harus berubah, menjadi versi terbaikku untuk pak Evan.
Segera ku bongkar celengan kalengku dengan pisau, sekarang begitu susah ditemui celengan dari tanah liat yang dengan mudah bisa ku pecahkan.
Setelah uang bisa aku keluarkan, aku mulai menghitungnya.
Aku akan pergi shoping besok dengan uang tabunganku ini, tidak banyak, hanya ada Rp.1.885.000,- yah cukup untuk membeli beberapa baju dan peralatan sekolah yang lebih modis.
***