Aku melangkah gontai karena jam masuk sekolah masih panjang, sambil menjaga rambutku agar tetap lembut dan tidak kusam. Hari ini aku mau tampil sesempurna mungkin, aku yakin kali ini pak Evan akan melirikku.
my heart is learning how to be perfect for you .
kemudian klik publish
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
“coba nanti kamu selidiki kenapa ellisa bisa berubah seperti itu” ujar Renata
“mungkin dia bukan Si Ingus tante, ellisa nggak mungkin cantik begitu” ujar Jullya
“aneh, kenapa bisa berubah secepat itu? Perubahannya terlalu banyak” kata Renata
“wah, jangan-jangan...” terka Jullya
“jangan-jangan apa?” Renata penasaran
“jangan-jangan Si Ingus lagi jatuh cinta” kata Jullya
Renata malah tertawa menanggapi pernyataan Jullya
“kenapa ketawa tante?” Jullya bingung
“Ellisa mana ngerti cinta-cintaan jul, kalau ellisa pulang coba ntar kamu ajak ngobrol”
“Ellisa sudah remaja loh tante, lagi panas-panasnya main cinta-cintaan” Jullya memanasi
“isshh kamu ini! Itu kan kamu yang lagi dimakan api cemburu sama si Juna dan Anna! Oh ya Jull Nanti bantuin tante renovasi dan beres-beres ya” pinta Renata
“ih tante! renovasi beres-beres apa?” Jullya bingung
“tante mau buka salon sendiri” ujar Renata
“beneran? serius? nggak bercanda? kok nggak bilang-bilang sebelumnya” tanya Jullya antusias
Renata tersenyum mengangguk
" karena Tante nggak mau membebani kalian"
" aaaa selamaaat " Jullya memeluk tantenya, Ia ikut senang mendengarnya
***
Angin menjamah rambutku dan menerbangkannya, daun-daun ikut membaur bersama angin saat aku melangkahkan kaki di sekolah.
Senyumku melekat, earphone masih terpasang dengan beberapa musik favoritku, aku melangkah dengan penuh percaya diri, hari ini aku merasa sangat berbeda dan bahagia, seperti ada makhluk lain yang merasuki tubuhku, aku merasa bukan Ellisa yang selalu berjalan menunduk dan terpaut pada gadget demi menghindari orang-orang, hari ini aku berjalan menatap sekeliling siswa yang menatapku takjub dan yang pasti tanpa kacamata.
Ah ya aku berhasil menghipnotis mereka dengan pesonaku.
Aku sudah tidak sabar lagi saat pak Evan melihatku.
Dengan langkah gontai aku berjalan sambil memainkan rambutku yang tertiup angin di koridor kelas
DEEGGGGG!!
Jantungku berdetak cepat, Pak Evan ada didepan mataku sedang berjalan ke arahku
Aku tetap melanjutkan langkahku, memainkan rambutku dan bertindak semempesona mungkin.
Dan hal yang paling kutunggu-tunggu, dimana saat kami berpapasan adalah saat Pak Evan menatapku takjub dan tersenyum padaku. tapi ternyata kenyataanya lain, Ia lewat begitu saja, tanpa sedikitpun.. melirikku!
Dia berjalan tegap dan lurus dengan wibawanya, bahkan aku berdiri didekatnya tidak Ia hiraukan sampai akhirnya Ia pergi menjauh tanpa sedikitpun melihatku.
Hatiku rasanya patah... kenapa mencintai seseorang secara diam-diam ternyata sesakit ini.
tapi ternyata semua tidak seburuk itu, begitu masuk kelas, teman-teman kelasku takjub melihatku, mengerubungiku seperti kedatangan bintang tamu, dan kabar baiknya adalah anak-anak yang semula menjauhiku jadi mendekatiku sekarang, dan menjadikanku bagian dari mereka.
Rumi yang duduk di pojokan menatapku dengan tatapan tidak suka, saat aku menoleh Ia buang muka.
“sekarang siapa yang nggak punya teman” batinku kemudian asyik ngobrol dengan teman-teman baruku
***
Siang yang terik, Jullya dan Renata sibuk bergotong royong mengangkat peralatan salon yang baru dibeli dibantu oleh Evan. Beberapa mobil pick up wara-wiri menurunkan barang didepan ruko baru Renata. Beberapa Tukang sibuk mengecat tembok dan memasang wallpaper didinding-dinding ruko.
Jullya membungkus rambutnya dengan slayer, semakin terkesan tomboy dan maskulin.
Beberapa kali Ia kewalahan mengangkat lemari-lmeari besar turun dari mobil pick up bersama tukang-tukang yang lain
“sorry, aku telat ya tante?” ujar suara yang begitu Jullya kenal
“nggak kok, maaf ya udah ngrepotin nyuruh kamu kesini” ujar Renata yang tengah berbincang
“nggak dong tante, Jully mana tante?” tanyanya lagi
“tuh lagi angkat-angkatin barang” ujar Renata
Sekilas Jullya menoleh, ah, ternyata si rambut brokoli itu lagi.
Renata sengaja mengajak Juna untuk membantunya mendekor salon barunya, termasuk memberi kesempatan agar Juna dan Jullya bisa lebih dekat
“hai Jull” sapa Juna saat Jullya menoleh pada mereka yang tengah asyik berbincang
Jullya melengos kemudian sibuk melanjutkan pekerjaannya
Juna bergegas membantu Jullya yang tengah keberatan mengangkat beberapa barang dari mobil pick up
Juna tersenyum, tapi Jullya tetap cuek
“udah sembuh lukanya?” tanya Juna
“kelihatannya?” jawab Jullya ketus
“cantiknya luntur ntar kalau ketus begitu” goda Juna mulai keberatan mengangkat barang-barang
“dari segi mananya lo bilang gue cantik?” tanya Jullya
Mereka duduk didepan ruko sambil istirahat
Jullya menyalakan rokoknya, keringatnya meleleh mengaliri lehernya yang jenjang
Ia membuka slayernya
“kamu ini, pas Anna kenalin kita sampai-sampai aku nggak ngenalin kamu tahu” ujar Juna memperhatikan tingkah Jullya yang berbeda jauh saat mereka pertama kali bertemu
“ya inilah wujud asli gue, kan gue udah pernah bilang, yang gue pake itu rambut palsu, kenapa? Nyesel? mau protes?” tuding Jullya
“ya nggak gitu juga, kenapa harus jadi orang lain kalau kamu nyaman sama dirimu sendiri?” ujar Juna bijak
“ya” jawab Jullya singkat
“kurangin tuh rokoknya” saran Juna
“aku nggak ngerokok” jawab Juna saat Jullya menyodorkan sebungkus rokok padanya
“anak baik” tutur Jullya kemudian beranjak kembali bekerja
Juna hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Jullya
Sore menjelang, hanya tinggal beberapa orang saja yang masih sibuk dengan dekorasi dan bekerja lembur. Tukang yang mengecat tembok dan memasang wallpaper sudah selesai. meja, kursi, dan peralatan-peralatan lain pun sudah rapih pada tempatnya, kaca yang bersih dan lantai yang mengkilap
Sebagai gantinya Renata mentraktir Evan, Jullya, dan Juna makan malam
“wah tinggal milih nama yang bagus buat salon trus nunggu waktu yang pas buat launching nih” ujar Evan saat mereka tengah makan malam
“iya, udah siap 75 persen, tinggal nyari hari yang baik untuk buka, bantuin bikin nama yang bagus ya” pinta Renata
“siap tante” ujar Juna dan Jullya kompak
Sekilas mereka saling pandang, kemudian Jullya kembali melengos
“nanti kamu bantuin disalon kan Jull?” tanya Renata sambil menyantap makanannya
“waduh tante, Jully mana ngerti masalah salon, emang tante sendirian?” tanya Jullya
“ya ada beberapa temen tante yang nantinya bakal bantuin, nah trus kamu mau ngapain? kan bisa bantu-bantu sambil belajar, Apa mau diam di rumah aja?” tukas Renata
Jullya terdiam karena Ia memang tidak punya pekerjaan
“oh iya, di kantorku lagi butuh orang di bagian sales penjualan mobil, mungkin kamu tertarik?” saran Juna
“nah boleh juga tuh” komentar Renata
“sales mobil?” Jullya tidak yakin
“sales mobil itu pekerjaan penuh seni, nggak semua orang bisa jul, kerjaan kamu ya di showroom terus melayani pembeli dengan baik, ngejelasin kelebihan mobil dan lain-lain, lumayan lho kalau kamu bisa jualinnya” terang Juna
“emang Anna juga kerja disitu?” tanya Renata
“dia dibagian kantor, dia kan lulusan s1 jadi pas ada bagian kantor yang kosong yaudah aku kasih ke dia, ternyata dia lumayan kompeten juga”
Jullya merasa semakin tidak yakin
“udah dicoba dulu aja daripada nganggur toh nggak ada salahnya” saran Juna
“hmmm” gumam Jullya merasa semakin merasa buruk
Dibalik perdebatan antara mereka bertiga, Evan sibuk memandangi Renata dengan pandangan yang berbeda. Kedekatan mereka semakin membuat hati Evan nyaman saat bersama Renata, suasana makan malam seperti ini seakan-akan mereka semua adalah satu keluarga besar yang dirangkai oleh satu ikatan pernikahan.
Renata yang sedaritadi merasa sedang di awasi kemudian menoleh pada Evan yang diam, benar saja, Evan sedang memandanginya, matanya begitu tajam, tapi tatapannya begitu lembut
“van...” sapa Renata melihat Evan yang terdiam melihatnya
“ah ya ada apa?” jawab Evan tersadar dari lamunannya tentang Renata
“lagi ngelamunin apa?” tanya Renata
“ah nggak, ayo lanjut makannnya” ujar Evan gugup karena Ia tertangkap basah sedang memandangi Renata
kemudian Evan menyantap makanannya sambil mengembangkan senyum dibibirnya