“Aku nggak suka kamu keluar dengan pakaian seperti ini tanpaku, pria lain bisa menginginkanmu. Hanya aku yang boleh melihatnya dan menginginkanmu,” Desis Devian saat ciuman mereka berakhir. Kini ciuman Devian berpindah di leher jenjang wanita itu dan meremas bukit kembar milik Daisy.
“Mas Devian jangan sekarang, aku sudah lelah. Aku sangat capek Mas, aku mohon. Aku nggak bisa melayani kamu malam ini, aku mohon mengertilah. Aku capek, aku ingin istirahat. Aku tak tahu kalau kamu menungguku lama, aku akan melayanimu besok tapi tidak sekarang,” mohon Daisy, wanita itu tak membalas setiap ciuman serta sentuhan yang diberikan pria itu. Mendengar hal itu membuat Devian kesal dan bangkit berdiri sambil menatap Daisy tak suka.
“Kamu menolakku?” tanya Devian tak suka.
“Tidak untuk malam ini Mas, aku sangat lelah. Aku ingin tidur, aku hanya butuh beberapa jam saja untuk tidur. Mereka akan curiga jika aku tak segera tidur sekarang. Kantong mataku akan membesar, karena ulahmu di leherku saja sudah membuat mereka curiga. Aku tak mau membuat mereka semakin curiga. Baru kali ini aku nggak bisa melayani kamu Mas, sekali ini saja. Apa pernah aku menolak sebelumnya?” tanya Daisy dengan sendu.
“Tapi aku mau kita mencobanya di sini, kita belum pernah mencobanya,” kata Devian kesal.
“Baiklah kita akan mencobanya tapi tidak sekarang, aku janji akan melakukannya sama Mas Devian nanti di sini. Tapi Mas Devian keluar sekarang? Mas Devian juga perlu tidur, ‘kan?” tanya Daisy dengan memohon.
“Jangan lagi pergi berpakaian seperti ini, aku nggak suka. Aku akan memberimu pelajaran nanti,” ujar pria itu dengan sarkas, Daisy tak membalas. Devian akhirnya keluar dari kamar Daisy membuat wanita itu bisa bernapas lega. Ia segera membersihkan diri lalu tidur karena dia hanya punya waktu tak lebih dari dua jam untuk tidur sebelum ia harus kembali bekerja.
***
Daisy bangun dari tidurnya dengan kepala yang sedikit sakit karena kurang tidur. Namun ia harus bangun untuk bekerja, Daisy segera masuk ke dalam kamar mandi untuk mandi. Sebisa mungkin Daisy melawan rasa kantuknya.
“Hah, kamu mengkagetkanku Mas!” protes Daisy saat wanita itu keluar kamar namun ada Devian yang berdiri di depan kamarnya dengan lampu yang belum menyala. “Kenapa kamu sudah bangun jam segini?” tanya wanita itu penasaran.
“Aku hanya tak bisa lagi tidur. Apa kamu mau ke bawah?” tanya Devian melihat Daisy sudah memakai seragamnya kembali lalu Daisy menganggukkan kepalanya.
“Ini sudah jadwalnya aku ke bawah, mau ku buatkan sesuatu untuk membantumu bisa tidur kembali? Kamu juga baru tidur beberapa jam sama sepertiku,” kata Daisy perhatian. Daisy mengulurkan tangannya dan mengusap kantong mata Devian yang menghitam. Devian suka dengan sentuhan yang diberikan Daisy padanya.
“Bagaimana kalau kamu menemaniku saja? Mungkin itu akan membantuku untuk bisa tidur kembali,” goda Devian membuat Daisy menghela napasnya panjang lalu menggelengkan kepalanya dan menarik tangannya.
“Maaf Mas, aku nggak bisa. Itu akan membuat orang curiga padaku, aku yakin ini saja aku akan ditegur oleh Dian karena tadi malam pulang lama. Kamu mau aku di pecat dan tidak bekerja di sini lagi?” tanya Daisy dan Devian menggelengkan kepalanya.
“Jelas tidak! Aku membutuhkanmu di sini. Aku akan mempertahankanmu di sini kalau seandainya hal itu terjadi, percaya padaku,” tegas Devian.
“Maka itu jangan mempersulit keadaanku Mas, jangan buat orang curiga dengan kita. Dengan begitu hubungan kita akan tetap aman, Mas Devian kembali saja ke kamar. Aku akan turun ke bawah, apa Mas Devian suka cokelat hangat? Aku akan membuatkannya siapa tahu itu bisa buat Mas Devian kembali tidur,” usul Daisy.
“Tidak usah, aku akan berolahraga saja kalau begitu. Silahkan ke bawah.” Devian langsung saja pergi meninggalkan Daisy, pria itu terlihat aneh di mata Daisy. Tak pernah ia melihat Devian seperti tadi, sangat sulit untuk dijelaskan. Namun Daisy tak mau ambil pusing, ia segera ke bawah karena pekerjaannya sudah siap menanti.
“Daisy,” panggil Dian saat wanita itu sedang menata piring di meja makan.
“Ya Bu Dian?”
“Ikut ke belakang sebentar,” kata Bu Dian memerintah. Sebagai kepala pelayan membuat Daisy paham apa yang akan dikatakan Dian padanya. Maka Daisy langsung saja mengikuti langkah Dian yang ke belakang. “Mungkin kamu tahu kenapa saya mengajakmu untuk ke belakang, kamu tahu kesalahanmu, ‘kan?” Daisy menganggukkan kepalanya.
“Maafkan aku Bu, tadi malam aku nggak bisa menolak ajakan teman-temanku untuk lebih lama di sana. Kami baru bertemu kembali setelah lama tidak bertemu, maafkan aku Bu. Aku janji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi,” mohon Daisy.
“Aku mengatakan pada Nyonya tiba-tiba kamu ada urusan keluarga, kalau kamu ditanya jawab dengan alasan yang sama. Ini pertama dan terakhir aku membantumu, setelah ini aku tidak akan membantumu Daisy. Kamu harus menanggungnya sendiri, jangan buat kesalahan seperti ini lagi. Kamu paham?”
“Ya Bu, aku paham. Terima kasih atas bantuannya, kamu memang sangat baik,” ungkap Daisy jujur, wanita itu akui jika Dian memang wanita yang baik.
“Kembalilah bekerja, jangan diulang lagi.” Dian kembali mengingatkan pesan itu.
Daisy menganggukkan kepalanya dan segera kembali ke depan melanjutkan pekerjaannya yang tertunda tadi. Setelah selesai ia ke kembali ke belakang menunggu masakan yang belum selesai di masak itu, karena ia akan membawanya ke depan nanti setelah masak.
“Aku melihat pakaian den Devian dan den Dion sudah selesai di ruang belakang, kamu bisa membawanya ke dalam kamar mereka. Siapa tahu ada yang mereka butuhkan dari pakaian tersebut,” kata Dian yang baru saja kembali dari ruangan pakaian yang dimaksudnya itu.
“Oke, akan aku bawa ke atas. Terima kasih sudah mengingatkanku Bu.” Daisy segera ke belakang.
“Apa dia tidak tahu apa tugasnya? Kenapa sepertinya dia tidak berniat bekerja di sini,” sindir Siska pada Dian.
“Dia belum terbiasa dengan pekerjaannya, baru saja seminggu bekerja di sini. Aku bisa paham dengan keadaannya, jangan mencari keributan dengan bertengkar dengannya. Kamu sudah pernah membuatnya kesal, jangan seperti itu lagi,” tegur Dian.
“Aku hanya mengatakan yang sebenarnya, dia saja yang sangat sensitif. Dia juga sangat berlebihan dengan berpakaian dan memakai riasan, padahal dia hanyalah seorang pelayan di sini. Apa dia berniat menggoda tuan di rumah ini? Apa lagi dia punya kesempatan untuk melayani den Devian dan den Dion sekaligus, aku tidak menyukainya.”
“Jangan berkata seperti itu, Daisy orang yang baik. Dia masih muda sehingga dia tahu cara berpakaian yang baik di zaman sekarang seperti apa. Jangan terlalu ikut campur urusan orang lain, kerjakan saja tugasmu,” balas Dian lagi. “Den, apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Dian serta pelayan yang lain kaget melihat Devian datang ke dapur. “Den Devian bisa memanggilku jika butuh sesuatu,” lanjut Dian lagi.
“Di mana Daisy?” tanya Devian dengan keringat yang mengalir di wajahnya turun ke bawah. Napasnya juga masih terdengar tak beraturan.
“Dia sedang ada di ruang pakaian den, apa den Devian membutuhkannya? Aku bisa memanggilkannya untukmu.” Dian hendak pergi namun Devian langsung saja menahannya.
“Tak perlu, Siska buatkan saya kopi sekarang!” pinta pria itu dengan tegas dan dingin, Siska kaget mendapat perintah seperti itu. Setelah mengatakan itu Devian pergi dari sana, pekerjaan Siska tak pernah melayani Devian. Ia hanya membersihkan rumah saja.
“Apa yang harus kulakukan Bu Dian? Aku tidak tahu kopi yang bagaimana den Devian suka, selama ini bukan aku yang membuatnya. Tumben sekali den Devian meminta aku yang membuatnya, kenapa tidak menyuruh Daisy saja? Bukankah itu tugasnya?” Siska berkata seperti itu karena ia takut salah jika ia yang membuatnya. Karena ia tahu jika Devian selalu menginginkan kesempurnaan.
“Biasanya den Devian pakai gula dengan satu sendok kecil. Buatlah, den Devian menyuruhmu yang membuat bukan Daisy. Cepat lakukan, jangan membuat den Devian lama menunggu dia tak suka.” Siska jadi panik sendiri, ia segera membuatkan kopi tersebut sesuai dengan keinginan Devian. Setelah selesai membuatnya, Siska membawanya ke ruang depan di mana pria itu berada.
“Den silahkan di minum ini kopinya,” kata Siska ramah, wanita itu meletakkannya di atas meja. “Saya permisi Tuan.” Devian tak berniat menjawab, namun pria itu mengambil gelas tersebut mencicipinya sedikit lalu melempar gelas tersebut ke lantai sehingga gelas tersebut pecah dan berserakan di lantai. Hal itu juga meninggalkan bunyi yang begitu keras sehingga Dian yang dari dapur dan Kamila yang berada di kamar langsung saja keluar.
“Den, ken…“ Perkataan Siska tak bisa diselesaikannya dengan baik karena ia terlalu terkejut.
“Kamu tak bisa membuat kopi dengan baik?” tanya pria itu dengan suara keras. “Kopimu sangat panas, bahkan itu terlalu manis! Kamu bisa bekerja tidak?” Pria itu sampai bangkit berdiri karena memarahi Siska.
“Den ada apa?” tanya Dian yang baru saja datang sambil melihat gelas kaca yang berserakan di lantai. Begitu juga dengan Kamila yang baru datang melihat lantai berwarna hitam serta ada pecahan kaca.
“Ada apa denganmu Devian?” tanya Kamila.