“Apa kamu bisa mengajari bawahanmu ini bekerja dengan baik?” tanya Devian dengan kasar pada Dian. “Kamu sudah lama bekerja di sini, kamu jelas tahu apa yang harus dilakukan untuk menyenangkan tuannya. Dia sangat buruk, membuat kopi yang enak saja tak bisa bagaimana bekerja yang lain. Jika tak bisa bekerja dengan baik, lebih baik kamu keluar dari rumah ini. Jangan karena pekerjaanmu bukan membuat kopi lalu kamu tak bisa melayaniku dengan seperti itu, aku hanya memintamu membuatkan kopi tidak yang lain! Kamu sangat buruk sekali! Seharusnya kamu bisa melakukan semua hal yang di minta tidak seperti ini! Lebih baik kamu keluar dari rumah ini, saya tak mau melihatmu ada di sini lagi!” kata Devian kasar pada Siska, setelah mengatakan itu pria tersebut pergi naik ke atas.
“Ada apa sebenernya ini Dian, Siska?” tanya Kamila.
“Den Devian tadi datang ke dapur dan minta Siska untuk membuatkan kopi. Sepertinya kopi yang dibuatkan oleh Siska tidak sesuai dengan keinginan den Devian makanya sampai marah seperti itu. Saya harus bagaimana Nyonya? Apakah saya harus memecat Siska seperti yang diinginkan den Devian?” tanya Dian. Siska yang tadi menundukkan kepalanya kini mendongakkan kepalanya dengan mata yang berkaca-kaca.
“Nyonya, jangan pecat saya. Maafkan kesalahan saya, saya janji akan belajar lebih lagi nanti. Kasih saya kesempatan sekali lagi, saya benar-benar tidak tahu apa yang disukai oleh den Devian. Saya hanya melakukan sesuai yang saya tahu, maafkan saya Nyonya. Jangan pecat saya.” Siska sampai memohon pada Kamila untuk tidak dipecat.
“Ya aku tahu, terkadang Devian memang sangat berlebihan. Mungkin moodnya sedang tidak baik, bersihkan ini semua. Untuk sementara jangan pernah terlihat di depan Devian agar kamu tidak kena marah lagi, perbaiki kesalahanmu dan jangan ulangi lagi,” pesan Kamila. “Dian, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan bukan?”
“Baik Nyonya, saya akan mengerjakannya. Terima kasih Nyonya, maaf sudah membuat pagi hari Nyonya terganggu.” Kamila segera pergi dari sana.
“Bereskan ini Siska, setelah itu temui aku di belakang,” ujar Dian pada Siska. Dengan sigap wanita itu membersihkan kekacauan yang telah dibuat oleh Devian itu.
Devian memilih masuk ke dalam kamarnya karena ingin mandi. Namun saat ia hendak masuk ke kamar, ia melihat pintunya sedikit terbuka. Pria itu membukanya dan melihat ada Daisy di dalam kamarnya. Devian menutup pintu kamarnya dengan rapat dan segera mendekati Daisy.
“Kamu habis dari mana, Mas?” tanya Daisy sambil berbalik, ia baru saja memasukkan pakaian milik Devian ke dalam lemari.
“Aku sudah memberitahumu tadi,” jawab Devian seadanya, Daisy melihat Devian yang masih saja keringatan. “Apa kamu bisa membantuku?” tanya Devian.
“Membantumu apa?” Devian menaikkan tangannya ke atas membuat Daisy mengernyitkan keningnya bingung.
“Bukakan pakaianku yang basah ini.” Daisy tertawa mendengarnya.
“Kamu yakin? Kamu memintaku untuk membuka pakaianmu? Kamu bisa melakukannya sendiri Mas, aku tak perlu membantumu.”
“Tapi aku ingin kamu melakukannya untukku, cepat lakukan sebelum aku menahanmu di sini lebih lama,” desis Devian membuat Daisy terdiam. Akhirnya wanita itu mendekat dan mengangkat ke atas kaos Devian yang sudah basah itu.
“Sudah,” ucap Daisy dengan susah payah, karena kini d**a bidang pria itu terlihat begitu menggoda di hadapannya dengan keringat yang masih membasahinya. Devian tersenyum penuh arti melihat tatapan dari wanita itu.
“Kamu bisa menyentuhnya jika kamu mau,” goda Devian membuat Daisy mengulum bibirnya, tanpa ia sadari wajahnya merona.
Namun Devian bisa melihat itu, tangan Daisy terulur guna menyentuh d**a bidang Devian yang menggoda di hadapannya. Ia menyentuh d**a milik Devian lalu dengan perlahan turun ke bawah guna merasakan betapa kerasnya d**a bidang tersebut. Ia jelas menyukai hal yang dilakukannya itu.
“Tolong buka juga celanaku, aku ingin mandi,” perintah Devian lagi membuat Daisy langsung saja berlutut, kali ini ia tidak membantah seperti sebelumnya.
Tangan Daisy kembali terulur di pinggang Devian lalu menurunkan celana yang dipakai pria itu dengan perlahan, Devian membantu dengan mengangkat kakinya ketika celananya sudah sampai bawah. Kini Devian hanya menggunakan celana dalamnya saja.
Daisy dengan susah payah menelan air salivanya sendiri ketika kepunyaan Devian yang besar tercetak jelas di hadapannya. Walaupun Devian masih memakai celana dalamnya, tetap saja Daisy bisa melihat betapa besarnya kepunyaan Devian karena kepunyaan pria itu sepertinya sedang bereaksi.
Celana dalam milik Devian terasa sesak seolah ingin dilepaskan. Pria itu tahu pandangan mata Daisy yang sedang menatap kepunyaannya, maka kesempatan itu tak ia sia-siakan. Devian memajukan langkahnya sehingga kepunyaannya semakin dekat dengan wajah Daisy.
Wanita itu langsung saja mendongakkan kepalanya ke atas guna menatap Devian. Pandangan keduanya jelas bertemu, Daisy bisa melihat senyum licik milik Devian. Sedangkan Daisy bingung harus bagaimana, di satu sisi ia ingin menyentuhnya. Namun di sisi lain akal sehatnya masih bekerja karena ini masih pagi.
“Kamu tak ingin menyentuhnya?” tanya Devian dengan menahan senyumnya.
“Aku menginginkannya, tapi aku sedang bekerja. Aku harus ke bawah untuk membawa sarapan, aku tak bisa ada di sini Mas. Maafkan aku.” Daisy hendak berdiri, namun Devian menahannya dengan mendorong bahu Daisy agar tidak naik.
“Sentuh saja sebentar, aku ingin merasakannya.” Maka dengan perlahan Daisy menyentuh kepunyaan Devian itu dari luar.
Ia mengusapnya dengan perlahan dan menggenggamnya sehingga terasa di tangannya. Devian menutup matanya guna menikmati sentuhan tangan Daisy di kepunyaannya itu. Daisy mendongakkan kepalanya guna melihat ekpresi Devian, wanita itu tersenyum senang saat melihat Devian seolah menikmati sentuhannya. Maka dengan perlahan Daisy bangkit berdiri dengan masih menyentuh kepunyaan Devian itu. Ia mendekatkan bibirnya ke telinga Devian sambil berjinjit.
“Aku hanya bisa melakukannya sampai di sini saja,” lirih Daisy. Devian membuka matanya ketika Daisy berbisik. “Kamu harus melanjutkannya sendiri di kamar mandi, karena aku tahu kamu tidak akan bisa menahannya lebih lama lagi. Selamat tinggal Mas,” goda Daisy, sebelum pergi ia meremas kuat kepunyaan pria itu membuat Devian mengerang.
“Arghhh, Daisy!” pekik Devian, wanita itu tertawa lalu dengan cepat keluar dari kamar Devian sebelum pria itu menahannya.
Karena ia tahu jika Devian akan berbuat nekat padanya, maka Daisy segera berlari dan tertawa keluar dari kamar Devian membuat pria itu jelas sangat kesal karena ulah Daisy yang menggodanya itu.
***
“Apa kamu sudah memikirkannya Devian?” tanya Arie pada anak sulungnya saat mereka semua sudah berkumpul untuk sarapan bersama. Seperti biasa Devian yang paling lama datang dan masih ada Daisy di sana yang siap melayani mereka untuk sarapan.
“Memikirkan apa?” tanya Devian.
“Tentang perjodohan yang ku sampaikan kemarin, Papa akan tetap menjodohkanmu dengan seorang perempuan yang menurut kami layak untukmu. Suka atau tidak suka kamu harus mau menerimanya, kamu harus mau dijodohkan dengan Fiona. Ini sudah menjadi keputusan kami untuk mempertemukan kalian kembali. Sudah cukup kamu mempermalukan kami kemarin dengan mengusirnya dan tak mau menemuinya. Besok malam kita akan makan malam di sini, dia akan datang bersama keluarganya. Jangan membuat Papa malu Devian, kamu harus datang. Jika tidak datang kamu tahu apa akibatnya bukan? Ini perintah, kali ini kamu tak bisa menolaknya. Papa sudah lama memberikanmu banyak waktu selama ini,” kata Arie dengan tegas, pandangan mata Devian dan Daisy kembali bertemu. Wanita itu jelas mendengar permintaan Arie pada Devian.
“Anda tidak bisa memaksaku seperti ini,” kata Devian tak suka.
“Kenapa tidak bisa? Papa jelas bisa memaksa kamu! Papa punya hak, lagi pula kamu anak Papa. Jelas aku bisa mengaturmu bukan? Jangan sombong hanya karena kamu sudah dewasa sekarang. Kamu saja masih bergantung pada Papa, kamu juga belum bisa menentukan pilihanmu sendiri bukan? Papa sudah memberimu waktu dan kesempatan, tapi kamu nggak bisa bertanggungjawab atas itu bukan?” Devian meletakkan sendoknya dengan kasar di atas piring sehingga menimbulkan dentingan yang cukup keras.
“Jika seperti itu anda tak perlu jawabanku bukan? Pertimbanganku dari awal tidak akan terima, seharusnya anda tak perlu menanyakan pendapatku jika anda sudah memutuskan seperti ini! Anda ingin menjadi Papa yang terkesan baik, tapi anda gagal,” ujar Devian dengan sarkas. “Terserah apa mau anda dan apa yang anda katakan, bukankah semuanya harus sesuai dengan keinginan anda? Anda tidak akan pernah mempertimbangkan pendapatku dan kebahagiaanku bukan?” Pria itu bangkit berdiri dan melihat Daisy sejenak yang tak mau melihatnya balik.
“Jangan kabur, kamu harus datang besok malam. Jangan membuat kekacauan, kamu harus menerima Fiona yang sangat cantik itu. Jangan seperti waktu itu,” kata Arie mengingatkan.
“Mau secantik apapun dia dan sekaya apapun keluarganya bukan itu yang kuinginkan. Terserah anda saja mau melakukan apa, anda adalah Papa yang egois. Saya membenci anda,” desis pria itu dengan kasar, setelah mengatakan itu Devian segera pergi dari sana. Ia bahkan belum menyentuh sarapannya sama sekali. Pria itu muak jika harus semakin lama berada di sana.