“Ada apa Dion?” tanya Daisy panik sambil bangkit berdiri, padahal ia sedang mengoleskan salep ke tangannya.
“Duduk saja, lanjutkan,” ucap pria itu dengan memerintah. “Aku yang mengganggumu, aku hanya ingin melihat bagaimana keadaan tanganmu. Apakah tak bermasalah? Jika kamu mau aku bisa membawamu ke rumah sakit.” Daisy sedikit tertawa mendengarnya.
“Aku tidak perlu ke rumah sakit, ini akan membaik setelah di beri salep. Terima kasih atas tawarannya Dion, tapi kurasa tak perlu. Tenang saja, ini tak parah. Hanya terkena sop bukan air panas. Jika air panas mungkin akan melepuh, ini kasus yang berbeda.” Dion terkesima dengan Daisy yang tertawa bahkan banyak bicara itu. Pria itu menatap Daisy dengan lekat membuat Daisy jadi salah tingkah sendiri.
“Kamu kenapa? Apa ada yang salah dengan wajahku? Kamu menatapku sangat serius.” Daisy jadi tak enak hati.
“Kamu sangat cantik jika tertawa seperti tadi aku menyukainya,” puji Dion membuat Daisy tersenyum.
“Kamu bisa saja. Kamu tak berangkat bekerja? Kamu bisa terlambat jika tak pergi sekarang.” Dion menggelengkan kepalanya.
“Aku akan berangkat nanti setelah melihatmu memang baik-baik saja. Lagi pula tidak akan ada yang memarahiku jika aku terlambat, siapa yang akan memarahiku?” tanya Dion dengan nada sombong, namun bukan berarti pria itu sombong ia hanya bercanda.
“Ya, kamu benar tidak akan yang berani memarahimu,” sindir Daisy membuat Dion tertawa.
“Apa yang bisa ku bantu? Aku bisa membantumu mengoleskannya jika kamu mau.” Dion hendak menyentuh luka Daisy, namun wanita itu langsung saja menarik tangannya dengan cepat.
“Jangan, tanganmu bisa kotor. Lagi pula aku bisa melakukannya sendiri. Ini beneran tak apa Dion, jangan khawatir. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku,” ujar Daisy tulus, ia tahu Dion dan Devian benar-benar orang yang sangat berbeda.
“Baiklah, aku lega mendengarnya.” Dion menghela napasnya lega sambil tersenyum.
***
Setelah menyelesaikan pekerjaannya di rumah Armani Daisy meminta izin pada Dian untuk pergi sebentar. Mereka mempunyai jadwal izin pergi seminggu dua kali. Maka itu Daisy menggunakan waktu itu untuk pergi sebentar setelah semua pekerjaanya selesai. Daisy izin saat di malam hari.
“Kamu ada urusan apa di malam hari?” tanya Dian penasaran. Sedangkan Daisy hanya tersenyum saja. “Apa kamu punya pacar? Kamu mau bertemu dengannya?” tanya Dian penasaran.
“Aku ingin bertemu dengan temanku sebentar,” jawab Daisy.
“Bukan bertemu dengan kekasihmu?” tanya Dian lagi membuat Daisy tertawa.
“Aku pamit ya Bu, aku janji tidak akan pulang terlalu malam dan tidak akan mengganggu pekerjaanku untuk besok,” kata Daisy berjanji. Dian tak mengatakan apapun lagi, Daisy berpamitan lalu pergi.
Akhirnya Daisy bisa juga keluar dari rumah yang besar dan megah itu. Ia berjalan sedikit ke depan, setelah merasa cukup jauh Daisy mencari kamar mandi umum yang memang ada di sediakan. Walaupun ia berjalan cukup jauh, tapi Daisy merasa tenang jika seperti itu.
Daisy segera masuk ke dalam kamar mandi umum tersebut. Daisy ingin mengganti pakaiannya di sana. Jika tadi ia keluar dari rumah Armani menggunakan celana jeans panjang dan kaos crop top, kini wanita itu menggantinya dengan rok mini yang hanya menutupi sampai bokongnya saja.
Lalu di bagian atas ia hanya menggunakan tanktop berbelahan rendah sehingga memperlihatkan bukit kembarnya yang besar itu. Wanita itu bisa mengatasi tanda kepemilikan milik Devian di lehernya menggunakan concealer.
Daisy sedikit menggunakan make up dan terakhir memoles bibirnya dengan lipstick. Setelah memasukkan pakaiannya ke dalam tas yang dibawanya ia segera keluar dari sana. Berdiri di pinggir jalan sejenak untuk memberhentikan taksi.
Setelah itu ia masuk ke dalam dan memberitahu supir tersebut harus di bawa ke mana. Penampilan Daisy sungguh sangat berbeda, ia menggunakan pakaian yang sangat sexy. Bagi siapapun yang melihatnya jelas menginginkannya.
Supir taksi yang ada di depannya saja mencuri pandangan melalui kaca yang ada di depan guna melihat Daisy yang sangat menggoda di belakang. Daisy tahu bahwa ia sedang di perhatikan, namun wanita itu membiarkannya saja.
Daisy tak mau ambil pusing akan hal itu. Paling penting saat ini ia bisa sampai ke tempat yang ingin ditujunya itu dengan cepat. Begitu sampai Daisy langsung saja membayarnya. Ia segera turun dan berlari menghampiri satpam yang ada di depan.
Setelah berbicara sebentar lalu ia menerima kunci. Tak jauh dari sana ada loker dan Daisy memasukkan tasnya ke dalam loker tersebut. Ia menyemprotkan parfum ke lehernya beberapa kali dan setelah itu ia mengunci kembali loker tersebut.
Setelah memeriksa semuanya aman Daisy masuk ke dalam dengan senyum yang mengembang. Begitu masuk alunan musik langsung sjaa menyapanya. Ya Daisy pergi ke sebuah bar elite karena ingin bertemu dengan seseorang di sana.
***
Daisy mengintip keadaan pos penjagaan depan yang sedang kosong, wanita itu tahu kapan pos depan kosong karena harus keliling untuk mengontrol. Daisy yang mempunyai kunci cadangan hasil duplikat memakaikan kesempaatn itu untuk membuka gerbang depan agar ia bisa masuk. Dengan perlahan wanita membukanya agar tidak menimbulkan suara.
Begitu berhasil dengan cepat wanita itu masuk lalu menguncinya kembali. Dengan jalan mengendap-endap wanita itu masuk ke dalam rumah dengan kunci yang dimiliknya juga. Begitu masuk keadaan ruangan tersebut jelas gelap. Sebisa mungkin Daisy berjalan dengan sangat hati-hati agar tidak menabrak apapun.
Ia berjalan menuju kamarnya yang ada di belakang. Namun ketika sudah setengah jalan wanita itu ingat bahwa ia tidak lagi tidur di kamar belakang. Maka Daisy kembali ke depan untuk naik tangga menuju kamarnya. Namun saat ia mau naik Daisy mendengar suara pintu yang terbuka.
Daisy langsung saja bersembunyi dan mencari sumber suara tersebut. Daisy melihat Siska keluar dari ruang kerja milik Tuan Arie. Wanita itu melihat ke kanan dan ke kiri memastikan tak ada orang yang melihatnya keluar dari sana. Hal itu membuat Daisy mengernyitkan keningnya bingung.
“Apa yang dilakukan Siska di sana?” tanya Daisy pada dirinya sendiri.
Siska berjalan ke belakang menuju kamarnya. Daisy bisa melihat bagaimana Siska tersenyum lebar. Hal itu membuat Daisy bertanya apa yang dilakukan Siska di sana. Namun mengingat keadaannya juga sedang tak baik-baik saja membuat Daisy sedikit mengabaikan hal itu.
Daisy melanjutkan perjalanannya ketika memastikan sudah aman. Daisy dengan sangat hati-hati agar tidak ketahuan bahwa ia pulang pukul tiga dini hari. Ia sudah janji pulang lebih awal, namun ia tak bisa menepati janjinya itu.
Kalau saja ia ketahuan pulang sampai dini hari mungkin ia akan ditegur. Setelah itu mungkin ia akan dilarang untuk kembali keluar. Maka itu Daisy sudah mempersiapkan segala sesuatu kemungkinan yang terjadi, salah satunya ia menyiapkan kuncinya sendiri agar tidak ketahuan.
Daisy bernapas lega saat ia sudah berada di tangga terakhir. Setelah itu ia segera masuk ke dalam kamarnya dan menutupnya kembali. Wanita itu mencari saklar guna menghidupkan lampu, setelah berhasil di temukan ia kaget dengan sosok Devian yang duduk di atas tempat tidurnya sambil menatapnya.
“Mas Dev..” Daisy langsung saja membekap mulutnya sendiri. Ia benar-benar kaget melihat pria itu ada di kamarnya dan sedang menunggunya. Tatapan mata pria itu sangat tajam, Devian langsung saja bangkit berdiri dan mendekati Daisy.
“Kamu dari mana saja? Kamu lihat sudah jam berapa?” tanya Devian dengan tak suka. “Aku sudah menunggumu berjam-jam di sini, tapi kamu baru pulang? Kamu gila?” tanya Devian marah.
“Maafkan aku Mas, aku tadi baru bertemu dengan teman-temanku. Kami sudah lama tidak bertemu sehingga lupa waktu. Tolong jangan beritahu orang tuamu ataupun Bu Dian mengenai hal ini, mereka akan menegurku dan melarangku untuk keluar nanti. Aku bisa percaya padamu ‘kan?” Mohon Daisy, ia takut jika Devian memberitahu kedua orang tuanya mengenai hal ini. Devian mendorong Daisy sampai wanita itu terjerembab ke atas tempat tidur.
“Kamu mau apa Mas?” tanya Daisy panik, wanita itu hendak mundur namun Devian menahan kakinya dan menariknya ke tepi ranjang.
Pria itu dari tadi sudah melihat penampilan Daisy yang menurutnya aneh. Wanita itu memakai rok pendek di bagian bawah namun di atas memakai jaket. Devian menarik paksa jaket yang dipakai oleh Daisy sehingga wanita itu memekik kaget karena jaket yang dipakainya koyak, sehingga Devian bisa melihat apa yang ada di dalamnya.
“Apa yang kamu lakukan Mas!” Wanita itu memukul lengan Devian namun pria itu tak merasakan sakit, tetap memaksa melepaskan jaket Daisy dari tubuh wanita itu dengan kasar sampai benar-benar terlepas. “Kamu gila Mas!” pekik Daisy.
“Sebenernya kamu habis dari mana? Kamu juga bau alkohol dan rokok,” kata Devian mendekat dan merasakan bau itu dari tubuh dan mulut Daisy.
“Aku memang minum dengan teman-temanku, apa itu salah Mas?” tanya Daisy balik.
“Bukankah kamu menemui pria lain di belakangku? Melihat pakaianmu seperti ini apa kamu juga tidur dengan mereka? Kamu menggoda mereka?” tanya Devian dengan menggeram.
“Jangan gila Mas! Aku bertemu dengan temanku, apakah masih kurang jelas? Kamu nggak percaya Mas?” tanya Daisy lagi.
“Teman yang bagaimana? Teman yang bisa mengajakmu untuk tidur bersama? Kamu tahu aku tak suka dengan kamu yang berbohong di belakangku Daisy!” desis Devian. “Lebih baik kamu jujur!”
“Aku tidak berbohong, aku pergi menemui temanku Mas. Terserah mau percaya denganku atau tidak, lebih baik Mas Devian keluar dari sini. Ini sudah dini hari, kamu bisa membangunkan orang lain nanti Mas. Tapi aku berharap Mas Devian percaya,” lirih Daisy.
“Apa kamu nggak tahu bahwa kamar ini kedap suara?” tanya Devian sambil menaikkan alisnya. “Aku bisa bersenang-senang denganmu sebentar, itu balasan yang harus kamu lakukan karena sudah membuatku menunggu sangat lama. Kamu sangat menggoda Daisy,” desis Devian sambil mendekati Daisy. Pria itu kembali mendorong Daisy dan langsung mencium bibir ranum wanita itu. Tangan Devian juga sudah bermain di depan bibir kepemilikan Daisy yang masih memakai pakaian dalam.
“Mas Devian lep—“ Namun Daisy tak bisa menyelesaikan kalimatnya karena pria itu menggigit bibirnya.