“Tak biasanya Abang pulang cepat,” kata Dion dengan tertawa melihat Devian. Namun tatapan mata Devian sangat tajam pada Daisy.
“Ada yang bisa saya bantu den?” tanya Daisy pelan membuat Devian berdecak.
“Ke kamarku sekarang,” perintah Devian membuat Daisy langsung saja bergerak. Sedangkan Dion tak suka dengan sikap Devian itu. Daisy menutup pintu kamar Devian ketika mereka sudah masuk.
“Apa yang kamu lakukan sama pria itu?” tanya Devian tak suka saat sudah di dalam kamar.
“Dia hanya membantu membawa barang-barangku. Aku sudah pindah ke sebelah,” kata Daisy memberitahu.
“Aku sudah bilang jangan terlalu dekat padanya karena aku tak suka. Apa kamu nggak paham?” desis Devian mendekati Daisy sampai wanita itu harus bersandar di dinding yang ada di belakangnya.
“Mas,” lirih Daisy. Devian menempelkan tubuh keduanya, lalu tangan Devian mengelus pipi Daisy. Jarak keduanya sangat dekat bahkan hembusan napas Devian menerpa waja Daisy.
“Kenapa?” tanya Devian dengan suara seraknya.
Daisy tak bisa menjawab, ia memejamkan matanya ketika Devian mulai memajukan wajahnya. Tangan Daisy terkepal dan Devian bisa merasakan hal itu. Devian tersenyum lalu mencium pipi Daisy, setelah itu Devian bergerak mundur membuat Daisy mengernyitkan keningnya bingung lalu membuka matanya. Jantungnya berdetak dengan sangat tak karuan, Daisy pikir Devian akan kembali menyerangnya.
“Kamu takut?” tanya Devian dan Daisy menggelengkan kepalanya pelan. Namun Devian tahu kalau Daisy merasa takut, Devian tersenyum lalu membuka pakaiannya. “Siapkan air untukku dan pakaian untukku, aku akan mandi,” kata Devian membuat Daisy langsung saja masuk ke dalam kamar mandi tanpa mengatakan apapun.
Daisy benar-benar merasa gila setiap berada di dekat Devian. Entah mengapa bersama dengan Devian ia seakan tak bisa menolak pesona pria itu. Daisy selalu saja kalah saat berada bersama Devian, ia benar-benar sudah terjerat dengan ranjang panas majikannya pada malam itu. Sejak saat itu Daisy tak benar-benar bisa lepas dari Devian.
***
“Papa ingin berbicara penting denganmu,” kata Arie Armani dengan tegas. Saat ini keluarga dari Armani itu sedang sarapan seperti biasanya.
“Katakan saja di sini langsung, saya tak punya waktu jika harus mempunyai waktu yang khusus dengan anda di ruang kerja anda. Saya sangat sibuk,” jawab Devian dengan dingin, ia mengatakan itu sambil memakan sarapannya.
Daisy masih ada di sana membantu yang lainnya. Wanita itu cukup terkejut bagaimana Devian menjawab. Sikap Devian sangat berbeda saat bersama keluarganya, padahal bersamanya Devian bisa lembut walaupun masih bersikap sesuka hati. Begitu banyak pertanyaan yang muncul dalam benak Daisy saat ini.
“Kamu sudah lama tidak menjalin hubungan dengan seorang wanita dengan serius, Papa bahkan lupa kapan kamu membawa pulang seorang wanita ke rumah. Apa kamu tak punya kekasih yang ingin kamu nikahi?” tanya Arie langsung membuat Devian berhenti untuk makan. Bahkan Daisy juga yang sedang menyendokkan ayam ke dalam piring Dion berhenti. Wanita itu menatap Devian, namun tidak dengan pria itu.
“Itu akan jadi masalahku, saya bisa mengatasinya sendiri. Anda tak perlu terlibat tentang hubunganku dengan seorang wanita,” ujar Devian dengan tegas sambil menatap Arie dengan lekat.
“Itu jelas akan menjadi masalahku, kamu anakku. Pernikahan juga sangat penting untukku, Papa membutuhkan keturunan darimu karena akan meneruskan keturunanku. Jelas Papa akan ikut terlibat jika mengenai hal itu. Umurmu juga sudah sangat cukup untuk menikah, semua yang kamu inginkan sudah di dapatkan. Apa lagi yang kamu butuhkan sekarang? Bukankah semuanya sudah cukup?”
“Saya bisa memberimu itu nanti,” jawab Devian cuek dan kembali menikmati sarapannya.
“Kapan? Mau sampai kapan kamu tidak mau menikah? Apa lagi yang kamu butuhkan, Papa akan memberinya jika itu bisa membuatmu menikah dengan segera. Jangan mengatakan kamu bisa mengatasinya lagi, Papa sudah memberimu banyak waktu untuk itu Devian. Papa juga semakin tua, Papa ingin melihatmu menikah dan Papa ingin melihat cucu sebelum Papa mati.” Devian langsung saja menatap Arie dengan tidak suka.
“Jangan mendesakku bahkan mengancamku dengan berkata seperti itu. Karena hal itu tidak akan mempengaruhiku. Saya akan menikah jika saya sudah siap dan mendapatkan wanita yang ingin saya nikahi. Saya akan menikah karena saya menginginkannya bukan karena permintaan anda,” desis Devian dengan tegas.
“Jika wanita yang menjadi masalahnya Papa bisa membantumu untuk mendapatkannya. Banyak anak temanku yang tertarik padamu dan mau menikah denganmu, mereka juga cantik dan akan sebanding denganmu. Kamu bisa memilih mau yang mana, mudah bukan? Contohnya Fiona yang kemarin datang, Papa sudah sepakat untuk menjodohkanmu dengannya. Kenapa tidak emncobanya dengan Fiona?” tanya Arie membuat Devian meletakkan sendok makannya dengan keras sehingga menimbulkan dentingan yang begitu nyaring.
“Saya tahu bahwa ujungnya akan seperti ini. sayatidak akan menerima perjodohan, sampai kapanpun saya tidak akan setuju. Anda yang berjanji kepada mereka bukan saya. Jadi jangan libatkan saya dalam hal itu. Saya tidak akan mau seperti kalian, saya akan menikah karena saya menginginkannya bukan karena perjodohan. Jika anda punya kandidat silahkan berikan pada Dion bukan padaku. Jangan paksa saya menikah, Dion juga sudah bisa menikah bukan?” tanya Devian sambil menatap Dion.
“Papa ingin kamu yang lebih dahulu menikah Devian bukan Dion. Kamu yang menjadi anak pertamaku dan menjadi penerusku kelak. Jadi Papa ingin kamu yang segera menikah,” ujar Arie dengan tegas.
“Apa yang sebenarnya menjadi masalahmu Devian? Kamu punya kekasih? Silahkan bawa dia pada kami, kenalkan. Kami akan menikahkan kalian. Jika tidak ada kamu harus menerima perjodohan yang sudah kami pikirkan untukmu. Kamu pasti akan suka dengan Fiona, dia juga cantik dan ini tipemu. Lebih baik kamu mengenalnya terlebih dahulu, setelah itu kamu bisa memutuskannya bukan?” tanya Kamila.
“Berhentilah bermain dengan banyak wanita di luar sana. Aku tahu selama ini kamu mempunyai wanita di luar sana untuk kamu ajak tidur, setelah itu kamu akan melepaskan mereka begitu saja. Lebih baik kamu memilih satu wanita untuk kamu jadikan istri, bukan bermain sesuka hatimu saja di luar sana,” kata Arie kembali dengan tegas.
“Aww.” Kini Daisy tak lagi serius, saat ia ingin menuangkan sop panas ke dalam mangkuk ia malah menyiram tangannya. Karena ia tak fokus ketika mendengarkan perkataan Arie tentang Devian, Daisy melihat Devian tadi karena perkataan Arie.
“Daisy!” pekik Dion kaget yang ada di sampingnya.
Pria itu dengan sigap langsung membalur tangan Daisy dengan kain yang ada di sampingnya. Devian melihat hal itu, ia kalah cepat dengan Dion. Pria itu bisa melihat bagaimana Daisy yang kesakitan dari raut wajahnya, ia tadi sempat melihat tangan Daisy yang langsung saja memerah di kulit putih milik Daisy.
“Kenapa kamu tidak hati-hati? Lihat tanganmu jadi terbakar,” decak Dion dengan kesal. Pria itu memberikan perhatian pada Daisy membuat Devian tak suka. Daisy langsung saja melirik ke arah Devian sehingga pandangan keduanya bertemu. Daisy langsung saja menarik tangannya yang digenggam oleh Dion.
“Aku bisa mengatasinya, maaf atas kekacauannya Tuan, Nyonya. Aku akan ke belakang sebentar, aku akan meminta Bu Dian membantu di sini.” Daisy menundukkan kepalanya lalu berjalan ke belakang.
“Bu Dian, aku minta tolong bantu aku di depan. Aku akan mengobati tanganku sebentar, aku akan menyusul,” kata Daisy yang tiba-tiba datang ke dapur.
“Ada apa dengan tanganmu?” tanya Dian khawatir.
“Tersiram sop, aku minta bantuanmu,” ucap Daisy sambil memegang bahu Dian. Setelah mengatakan itu ia memilih masuk ke dalam kamarnya menggunakan salep. Sedangkan Dian dengan sigap ke dapan guna membantu kembali.
“Maaf atas kesalahan yang dilakukan Daisy, Tuan, Nyonya,” ucap Dian sambil menundukkan kepalanya.
“Tidak apa, sepertinya dia sedang tidak fokus. Mungkin ada masalah atau sedang tidak enak badan,” jawab Kamila.
“Saya tidak akan setuju dengan perjodohan.” Devian kembali membahas mengenai perjodohan tersebut. “Pernikahan tidak semudah itu, apakah menurut kalian pernikahan mudah? Apa kalian mau jika pernikahanku nanti tidak bahagia dan gagal? Saya tidak mau seperti pernikahan kalian. Apa kalian pikir saya tidak tahu apa yang terjadi dengan pernikahan kalian?” sindir Devian membuat Kamila dan Arie saling pandang. “Jadi jangan paksa, saya yang akan memikirkan sendiri tentang pernikahanku. Saya tidak mau kalian ikut terlibat,” kata Devian dengan tegas, setelah mengatakan itu ia segera bangkit berdiri dan pergi dari sana. Baik Kamila dan Arie tidak ada yang menahan, karena jika ditahan akan percuma karena Devian tidak akan mendengarkan.
“Emosinya benar-benar sangat buruk, aku bingung dia sangat mirip dengan siapa,” celetuk Dion tanpa sadar. “Aku bahkan sangat sering melihatnya keluar masuk hotel bersama dengan wanita yang berbeda,” kata Dion sambil menatap kedua orang tuanya secara bergantian. “Baiklah, aku sudah selesai,” kata pria itu lagi saat melihat kedua orang tuanya hanya diam.
Terkadang Dion tidak terlalu peka akan situasi di antara mereka. Melihat suasana sudah tidak baik, ia memilih menyudahi sarapannya itu. Pria itu memilih ke belakang bukan langsung pergi keluar atau bahkan naik ke atas untuk ke kamarnya. Dion ingin melihat langsung keadaan Daisy. Begitu sampai di depan kamar Daisy, pria itu mengetuknya beberapa kali dan setelah itu ia membuka pintunya membuat Daisy kaget.