MENGHAPUS ILMU HITAM

1018 Words
Aku mulai merasa tidak tenang, terlebih sejak aku dinobatkan menjadi direktur lembaga pendidikan tempatku bekerja. Hanya dalam kurun waktu enam bulan. Posisi direktur yang diidamkan banyak orang justru ku dapatkan, aku sendiri tidak tahu apa yang menjadi dasar pemilihan itu yang pasti surat di genggaman tanganku memutuskan aku menjadi direktur dan menempatkan aku di kantor Banjarmasin. Aku mulai resah, Mantra itu mulai tidak lagi k*****a. Aku telah benar-benar berhenti membaca mantra itu namun mengapa ia masih menjadi bagian dari tubuh ku. Harusnya ia pergi dan hilang. Tapi ia tetap bertengger dan begitu tenang di sana.Di dalam tubuh ku. Aku mulai ketakutan. Kucoba berbicara dengan mama, kucoba mentransformasikan ketakutanku. Sampai mama mengajakku menemui kyai di tempat kami. Kami duduk melingkar, ada kyai kondang duduk bersila, ada aku, mama, adikku, Gita juga abdi pak kyai. "Coba kita panggil siapa yang mengikutimu." Pak Kyai itu terdiam menunduk sepintas tersenyum. Kemudian memberi perintah pada abdinya untuk membuatkan kopi. Sang abdi kembali datang lagi dengan nampan berisi tujuh gelas kopi. Kenapa tujuh? Batinku menggumam. Bukan kah kami hanya ber lima lalu yang dua untuk siapa ? Kopi itu terhidang, dua yang lain mulai berkurang. Entah siapa yang minum. 's**t, ini kebohongan' gumamku. Aku mencoba bangkit tapi mama menghalangiku. Tiba tiba seorang wanita mirip aku duduk di depanku tersenyum setengah menunduk. Di sampingnya laki laki tua, "Kaik..." desis mama. kaik adalah panggilan untuk kakek dalam bahasa Banjar. "Mereka tidak mau pergi dari raga mu " Jelas pak Kyai. "Kalau mereka pergi kamu tidak cantik lagi,bagaimana?" "Saya ga papa ga cantik !" Suaraku tegas. "Mereka adalah masa lalu dari ayah mu, nak. Mereka ada di tubuh mu karena sebuah perjanjian di masa lalu. Perjanjian yang tidak bisa di patahkan kecuali atas ijin dari Tuhan." Pak Kyai mencoba memberi penjelasan. Penjelasan ternaif yang pernah ku dengar. Sebagai wanita yang pernah mengunyah bangku sekolah jelas saja aku tidak begitu saja percaya dengan keterangan tanpa dasar yang di berikan pak Kyai. Bagaimana mungkin seorang di masa lalu bisa mengikuti anak cucunya hanya karena sebuah perjanjian. Bukankah setelah seseorang mati maka terputus semua malnya kecuali tiga hal. Anak yang sholeh, ilmu yang bermanfaat dan amal jariyah. jadi mustahil mereka bisa turun ke dunia. andai pun bisa mereka adalah jelmaan dari setan yang menyerupai manusia yang sudah meninggal tersebut. Dan mempercayai keberadaan mereka adalah sebuah ke syirikan. jelas tidak boleh jelas mengandung sebuah dosa besar. Lalu kenapa orang alim se kelas pak Kyai bisa percaya pada yang seperti ini kemudian berusaha membuat orang yang datang pada nya percaya atas ucapannya. Bukankah ini dosa yang menyebar dan membesar. "Saya mau semua pergi, saya mau mereka pergi. Pergi..." Suaraku meronta. Aku terus meronta aku seperti tidak terima dengan kenyataan yang ku terima. Memiliki ilmu seperti ini benar-benar menyiksaku. aku terus berteriak-teriak, aku mau semua ilmu itu pergi. Pak Kyai membacakan ayat-ayat qur'an dan aku masih juga meronta hingga aku hilang kesadaran Aku tidak tahu bagaimana akhirnya tiba-tiba aku sudah berada di rumah ku. Saat terbangun,aku sudah di rumah. Kepalaku terasa pusing, mataku berkunang-kunang. Saat itu aku melihat ada Rahmad di ujung peraduanku. Rahmad laki laki Kalimantan Selatan, dosen dan staff ahli kepala daerah. Sudah dua minggu ini dia bolak balik ke ruko tempatku tinggal. Laki laki beristri ini tidak mau pulang dari rumahku kecuali aku menemuinya dan mengajak bicara. Aku jengah. "Kamu sudah sadar Ra," Dia mendekat, membawa sepiring apel yang sudah dipotong potong. Sambil menyuapkan sepotong padaku. Aku menerima suapan yang ia sodorkan, bukan karena aku menyukainya namun semata karena aku menghargai dan iba padanya. Aku merasa kasihan dengan laki-laki ini. Aku tidak tega melihat seorang Doktor harus menerima kenyataan dirinya di bodohi seorang wanita karena ilmu hitam yang di miliki wanita tersebut. Dan bodohnya lagi ia tidak tahu apa-apa tentang ini. Sebenarnya Rahmad orang baik, ia masih bisa diajak mentransformasikan kebaikan mengingat ia sempat mengenyam pendidikan tinggi. hanya saja aku tidak punya cukup keberanian untuk menyampaikan perihal diriku padanya. Aku khawatir ia akan mentertawakan aku kemudian aku menjadi nampak bodoh di hadapannya. Aku tak mau itu terjadi pada diriku. "Rahma, menikahlah denganku. Aku janji akan membahagiakanmu" Rahmad berbicara saat aku sedang mengunyah apel pemberiannya tadi. "Tapi kamu sudah beristri," jawab ku pendek. "Aku akan tinggalkan istriku demi kamu, Ra" Bila itu adalah kemauan mu aku akan lakukan. semua demi kamu Ra. Sungguh, aku tidak pernah jatuh hati sedalam ini pada wanita manapun sebelum kamu." Suara Rahmad memelas. "sudah lah, pak." aku menjawab pendek kalimatnya. "Ra, aku serius.' Rahmad berusaha meyakinkan aku. "Aku akan turuti apapun kemauan mu asal kamu mau menikah dengan ku." Rahmad kembali memohon. Mataku berkunang kunang, usai Yoga, Amir sekarang Rahmad. Ini gila. Mereka tidak sadar aku bukan manusia biasa. Upayaku juga mama untuk menghapus ilmu hitam yang ada dalam tubuh ku hari ini kembali menemui kegagalan. aku kembali tidak berhasil. Ilmu itu tetap bertengger di tubuh ku. Aku kembali menjerit marah dan mengusir Rahmad dari kamarku. Anak buah ku naik ke lantai dua mendengar ada suara gaduh dari kamar ku. Rahmad hanya menatap ku. Ia demikian sabar pada ku. Ia demikian mengerti diri ku. Ia demikian baik. Mestinnya aku tidak menyia-nyiakan ke beradaannya. Mestinya aku tidak membiarkan ia terluka. Mestinya aku bisa mensinergikan kekuatan ku dengannya. Mestinya aku bisa berbagi dengan Rahmad. Namun sayang, aku menutup pintu itu. Aku menutup pintu di mana seharusnya ia bisa masuk, meskipun hanya sebagai sahabat. Aku terlanjur trauma, aku terlanjur memahami bahwa aku yang di lihat Rahmad hari ini adalah aku yang lain. Aku yang berbeda. Aku yang bukan diri ku. Dan itu membuat rasa percaya diri ku hilang. Hal itu membuat aku meradang. Menerima kenyataan buruk dalam kehidupanku. Andai saat ini aku adalah aku, dan Rahmad melihat ku sebagai aku, pastia ku akan menerima perhatian dan kebaikannya, mengenai istrinya, aku bisa mengajak Rahmad bersahabat. Tapi hari ini bersahabat pun aku enggan. Aku terlalu minder dengan diri ku. Aku tak punya kekuatan. Aku malu. Yang mereka lihat cantik itu bukan aku, yang mereka lihat menawan itu bukan diri ku, yang mereka lihat menggoda itu bukan raga dan senyuman ku. Tapi yang mereka lihat adalah wanita itu. Wanita yang selalu menjadi bayangan menakutkan dalam keseharian ku. Aku akan terus berjuang menghapus ilmu hitam ini samapai ia hilang dan benar-benar pergi dari tubuh ku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD