DIA YANG SELALU DATANG

1009 Words
Berpindah dari satu laki laki ke laki laki lain. Membuat sebuah kepuasan tersendiri bagiku, beragam taruhan untuk membuat pacar kawan menjadi pacarku selalu kumenangkan. Aku terus berkibar. "Rahma, itu Dewa." teriak Amelia kawan baikku. "Dewa siapa ?" tanyaku. "Dewa, pacarnya Kurnia." "Oh..." "Ayo dong katanya kamu bisa membuat Dewa batal pacaran dengan Kurnia." "Buktikan dong." Aku merasa tertantang dengan apa yang di ucapkan Amelia barusan. Aku berjalan mendekati laki-laki yang sedang berdiri di depan pagar biru sekolahku, bersandar pada sepeda motor GL Max miliknya. Baju lengan panjang berwarna hijau muda membuat ia tampan sekali. Aku menyeringai seperti menatap mangsa. "Mas Dewa, ya ?" tanyaku padanya. "Iya, kamu siapa ?" aku tahu Dewa nampak terkejut dengan kehadiranku. Ia seperti melihat seorang putri mungkin. "Aku Rahma," suaraku sambil menyodorkan tangan kananku padanya. Dan Dewa menyambutnya. Ia menggengggam lenganku, sambil menatap ku tanpa berkedip. Aroma wangi melati menyeruak di antara kami. "Parfum mu harum " suara Dewa. Aku hanya menunduk dalam, seperti putri raja yang menyembunyikan wajahnya dari pangeran. "Kamu mau aku antar?" "Mas Dewa serius ?" tanyaku. "Iya, aku serius." "Tapi aku haus, " "Oh, oke kita minum dulu ya,." Beberapa pasang mata kawan-kawanku menatapku dari jauh. Aku pasti memenangkan taruhan ini pekikku dalam hati. "Lalu Kurnia bagaimana ?" tanyaku. "Aku dan Kurnia belum jadiaan kok cantik, jadi tidak ada alasan buat aku menunggunya. " cuih, suara itu menggema di gendang telingaku. Padahal aku tahu, sangat tahu dua hari yang lalu Kurnia duduk di belakang jok motornya. Mereka tertawa ceria hingga mereka tak tahu kecepatan kendaraan mereka membuat kertas kerja Amelia berhamburan. Hal itu juga yang membuat Amelia merasa marah. Kami bersisihan menuju warung sekolah tempat anak-anak nongkrong di sana. "Dua es jeruk." pesanku tanpa bertanya. Tiba-tiba Amelia, Mistine juga Yohana menghampiri kami. "Duh, bahagianya," suara Amelia menggoda. "teman mu ?" tanya Dewa pada ku. "Iya," "eh ayo duduk di sini aku yang traktir." "Waduh, dalam rangka apa nih?" "Dalam rangka jadian dengan peri cantik." Kami pun tertawa keras. Tanpa kami sadari ada Kurnia melihat kami dari balik pohon akasia. Kurnia yang sakit hati dan meradang karena kekasih hati yang sangat di harapkannya bisa menjadi pendamping hidup dan mengangkat derajatnya kini terbuai oleh rayuan teman satu kelas nya. Aku sempat melihat Kurnia, aku berdiri. Namun lengan Dewa menggenggam lenganku. "Biar saja, kami tidak ada hubungan apa-apa." "Tapi,' aku mencoba menyangkal. "Sudahlah, aku memilih mu." "Tapi, mas ?" "Aku memilihmu Rahma." kalimat itu terdengar oleh kawan-kawanku. Disepanjang jalan aku berfikir keras tentang Kurnia. Kami memang sudah kelas tiga sekolah menengah atas, sebagian dari kami memang sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah. Itu sebabnya sebagian dari kami banyak yang memilih mencari pendamping hidup terbaik. Orang tua Kurnia telah bercerai sejak Kurnia masih di sekolah dasar. Kurnia hidup dengan neneknya. Sejak kenal Dewa Kurnia merasa Dewa adalah jawaban dari harapannya. Dewa, lelaki asli Malang Jawa Timur, seorang insinyur tekhnik yang sudah bekerja di sebuah perusahaan pembangkit listrik yang sangat elit di kota kami. Dan hari ini harapan itu hancur/ Dihancurkan oleh temannya sendiri. Rahma. Ya, aku Rahma, yang telah menghancurkan sebaris harapan milik Kurnia. Hanya demi menang taruhan. Waktu berlalu, hari berjalan. Aku tidak pernah serius dengan Dewa juga pak Ramli. Semua nama itu ku hapus begitu saja dari hati ku tanpa perduli perasaan mereka. Hingga aku lulus dari SMA dan mencari kerja. Aku tidak perlu melamar kerja karena pekerjaan lah yang melamar ku. Bekerja sebagai front office di sebuah lembaga pendidikan asing membuat karier ku makin gemilang. Bos bos besar itu mendekat sekaligus dengan uangnya. banyak tawaran datang pada ku. Aku mencoba menepisnya karena aku sangat sadar bahwa yang mereka lihat bukan diriku tapi makhluk lain yang muncul dalam diriku. Dan mereka sama sekali tak tahu akan hal itu. Ironis juga tragis. Pernah suatu hari sebuah motor keluaran terbaru bertengger di depan pintu kamar kos ku. "Dari siapa ?" tanyaku. "Dari Pak amir." "Tolong kembalikan ya," perintahku pada Toni OB di kantor ku. Pak Amir itu seorang anggota dewan yang sering sekali datang ke kantor entah apa maunya. Beliau mengirimkan motor lengkap dengan surat-suratnya. Tapi aku memilih untuk mengembalikannya karena aku sama sekali tidak tertarik dengan semua itu.Pak Amir memiliki banyak penggemar namun sayangnya aku bukan salah satu wanita yang berada dalam deretan penggemarnya. Aku cukup berada di tempatku saja. Meski aku tahu pak Amir seperti lelaki yang penasaran ingin dekat denganku. Tak kuhiraukan maunya. Sungguh, aku sudah demikian lelah. Aku bukan wanita binal, aku memang menikmati sebagian dari keberhasilan kotor ku sebagiannya lagi aku meradang ketakutan. Suatu malam, di februari, sebuah tangan menjamah ku seperti mengajak berstb*h. Tangan itu menarik-narik paksa baju ku. Aku kebingungan. Aku di paksa untuk melayani keinginannya. Akuberusaha menolak tapi sayang tangan itu begitu kuat hingga aku tak kuasa melawan meski aku terus melakukan perlawanan. kekuatan aneh itu menjalari tubuhku, berusaha mematahkan imajinasi ku, berusaha berbagi kenikmatan dengan ku. Namun sungguh aku tak tahu ia siapa. Aku hanya bisa merasakannya tanpa bisa mengetahui siapa dirinya. Selanjutnya aku tidak tahu apa yang terjadi. Yang aku tahu pagi tiba dan aku masih di tempat ku, dikamar tidur ku. Tubuh ku terasa ngilu saat aku bangkit dari peraduanku. Rupanya semalam telah terjadi sesuatu hanya sayangnya aku tidak menyadarinya. Aku semakin sering gelisah. Barang barang yang kuterima cepat datang cepat juga hilang. Seperti tidak abadi. Suatu senja usai mengajar, kucoba beraksi dengan membidik anak anak didik ku yang sedang belajar. Sesaat foto itu pun ku gunakan untuk foto profil. Tiga puluh menit kemudian... "Ra," "Iya" "Coba lihat foto profilmu" seorang teman mengirim chat di w******p ku "Kenapa?" "Itu foto kapan?" "Baru saja," jawabku sambil melihat foto tadi. Tuhan, Di almari kaca yang tepat berada dibalik anak didik ku duduk nampak seorang wanita sedang berdiri tegak berhadapan dengan diri ku sambil membawa handphone. Rambut di kaca almari itu terjulur, wajahnya ayu sama persis dengan ku, hanya... Ada bercak darah di ujung bibir. Aku terdiam, pucat pasi, tubuh ku mendadak dingin dan aku semakin yakin aku tidak lagi sendiri. Ada Dia yang membuntuti ku. Aku ketakutan. Tubuh ku mendadak menjadi dingin, keringat dingin itu bercucurn. Ku putuskan untuk mengakhiri sesi mengajar malam ini dan berlari aku menuju kamar. Menelungkupkan wajahku pada tumpukan bantal. aku menangis, aku sedih, aku kecewa. Ilmu itu benar-benar membuat aku tidak sendiri, aku seperti dikendalikan oleh sesuatu yang tidak kukenal. Ilmu itu benar-benar berdampak buruk bagi hidupku. Dan aku sedih menyadari itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD