11.Killer Mother

1709 Words
London pukul 01.30 dini hari, seseorang sedang berjalan di dalam rumahnya. Ia berjalan pelan tanpa menimbulkan suara bergerak sangat pelan hingga orang yang berada di dalam rumahnya benar benar tidak mendengar aktivitas yang tengah ia lakukan. Wanita itu berjalan mendekati sebuah ruangan yang terdapat sofa dan karpet di bawahnya. Ia menarik kursi kursi itu lalu membuka karpet yang menjadi hiasan lantai rumahnya. Wanita itu bergerak cepat dan menarik sebuah benda membuat pintu kecil yang berada di lantai itu sedikit bergeser. Ia menarik pintu itu lalu masuk menuruni beberapa anak tangga. Wanita itu berjalan masuk kedalam ruangan rahasianya. Ia melihat koleksi koleksinya jari jemari anak kecil berjajar rapi di rak rak lemari kayu. Wanita itu mendekati mayat yang sudah terlihat membau dan busuk ia tersenyum kearah mayat anak anak itu lalu berjalan keluar mengambil sesuatu. Wanita itu menaiki anak tangga pintu keluar dan pergi ke dapurnya mengambil sebuah plastik besar untuk membungkus tubuh yang membusuk itu. Ia berjalan menuju ruangan rahasianya dan mendekati mayat yang sudah terlihat membiru dan pucat. Wajah yang lebam serta potongan jari jari yang wanita itu lakukan membuat tampilan mayat itu terlihat sangat mengenaskan. Ia mendekati mayat itu lalu membungkusnya dengan cepat. Dilain tempat, Sean terbangun dari tidurnya karena rasa sesak ingin buang air kecil sudah tidak bisa ia tahan. Ia berjalan menuju kamar mandi, tapi ia melihat ruang tamu berantakan, membuatnya penasaran dan turun kebawah. Sean memperhatikan semua barang barang berantakan itu dan mendekati sebuah pintu didasar lantai yang terbuka. Sean melihat kearah bawah dan mencium bau busuk membuatnya menutup hidungnya. Ia turun perlahan lahan hendak melihat apa yang ada di ruangan itu, Sean terus menuruni tangga itu hingga melihat sang ibu tampak sedang sibuk memasukkan sesuatu kedalam kantong plastik kosong. Sean memandangnya aneh membuatnya berjalan mendekati ibunya yang tidak sadar jika Sean berada disana. "Mam, apa yang kau lakukan?" tanya Sean tiba tiba membuat Zwetta terkejut dan melepas pegangan tangannya pada kantong plastik yang ada di tangannya. Kantong plastik itu langsung terjatuh dan menunjukkan kepala manusia yang terlihat membiru dan bau busuk. Sean langsung menutup mulut dan hidungnya karena terkejut mendapati sebuah mayat menakutkan. "Aaaa,_" teriak Sean karena terkejut dan Zwetta langsung menutup mulut Sean yang terlihat takut dan gemetar. Zwetta menatap anak kecil itu dengan tajam karena sudah berada di sana tanpa sepengetahuannya. Ia memegang kedua pipi Sean dengan kuat menatapnya tajam. "Apa yang kau lakukan disini, heh?" tanya Zwetta yang tidak sadar dengan sikapnya kepada putranya sendiri. "Sean hanya ingin buang air kecil Ma," Sean menutup mulutnya takut menatap Zwetta yang melotot kearahnya. "Apa kau tidak bisa melihat, jika ini bukan toilet!" Zwetta sudah mendekati Sean yang menunduk di hadapannya. "Sean hanya penasaran Ma!" ucap Sean dengan tubuh yang mulai bergetar. Zwetta tersenyum sinis mengusap lembut pipi Sean lalu menjilatnya membuat Sean menangis sesegukkan. Ibunya bersikap aneh, tidak seperti biasanya. "Mam, apa yang kau lakukan?" tanya Sean dengan nada bergetar menangis. Ia sangat takut melihat ibunya yang menakutkan dan tidak seperti ibunya yang biasanya. Yang terlihat selalu diam dan tidak banyak bicara. "Kau pikir sedang apa?" Wanita itu tertawa lalu meraih pisau yang tidak jauh dari tempatnya. "Aku akan memakanmu!" Ia mengusap pipi Sean yang semangkin menangis. Matanya terus mengikuti kemana pisau itu berjalan. Sean semangkin menangis saat pisau itu turun menuju lehernya membuatnya semangkin terisak karena takut. "Kenapa Mama berubah?" Zwetta mengangkat wajahnya mendengar ucapan Sean. Berubah? Berubah seperti apa. Ia masih tetap seperti dirinya. "Aku tidak pernah berubah, wanita itu yang selalu membuatku harus mengalah!" Zwetta menatap sinis Sean dengan tatapan mata melotot. Sean tidak mengerti, apa yang di bicarakan oleh ibunya. "Jadi, apa kau takut pada Mama, Sean?" Sean menggeleng keras, ia takut tapi entah mengapa ia malah menggelengkan kepalanya. Karena pisau Zwetta terus menusuk lehernya, dan Sean merasakan jika lehernya perih. "Tidak Ma, tapi leher Sean sakit!" cicitnya membuat Zwetta terkekeh. "Ahh, sakit ya, kalau seperti ini?" Zwetta semangkin menekan pisau itu, menusuk leher Sean. Anak laki laki itu sudah menangis ketakutan. "Ma, jangan sakiti Sean!" ucapnya membuat Zwetta tertawa lepas. Lalu kembali menatap Sean tajam. "Aku bukan Ibumu, kau mengerti?" bentak Zwetta mengatakan itu sembari menggores sedikit luka di leher Sean. "Sakit Ma," rintih Sean disaat darah mulai mengalir dari lehernya. Anak kecil itu memejamkan matanya takut, mendapatkan goresan pada lehernya membuat Sean diam menunduk. Rasa perih di lehernya membuat Sean menangis semangkin terisak. Zwetta yang melakukan itu pun tertawa melihat wajah takut Sean. "Anak laki laki harus kuat, ini ganjarannya, karena kamu masuk kedalam ruangan ini tanpa seijinku!" teriak Zwetta menggelegar membuat anak kecil itu memejamkan matanya. Ia menjilat darah segar yang mengalir dari leher Sean, seperti seorang Vampir yang menghisap darah korbannya. Sean sudah gemetar takut melihat tingkah ibunya yang tidak biasa. Ia menangis dengan isakan pilu sedangkan Zwetta terus bermain dengan pisau dan darah di lehernya. Zwetta menggeret Sean naik ke atas rumah mereka dan mendudukkannya di sofa yang masih terlihat berantakan. Sean memandang kearah ibunya takut takut membuat Zwetta tersenyum smirk. Ia mengusap lembut pipi Sean lalu turun mengusap tangan Sean dan berakhir di jari jemari Sean. Wanita itu tersenyum bahagia seperti mendapat tangkapannya lagi, ia menatap tajam Sean lalu meraih tangan Sean dan menjilati jari jari Sean yang terlihat gemetar melihat tingkah ibunya. "Jangan sakiti Sean, Ma, Sean janji tidak akan nakal lagi!" anak kecil itu sesegukkan di hadapan Zwetta. Dengan darah yang mengalir di lehernya, Sean menatap ibunya dengan tatapan takut bercampur memohon. "Aku tidak menyakitimu Sean, aku hanya sedang bersenang senang!" Sean semangkin terisak tatkala Zwetta masih menjilati tangan Sean yang menatap kearah Zwetta aneh. "Mam, Apa yang kau lakukan? Mengapa menjilat jariku?" Zwetta melirik tajam mendengar pertanyaan putranya. Ia bukanlah Zwetta ia adalah orang lain yang menjelma sebagai Zwetta. Zwetta menarik rambut belakang Sean membuat anak kecil itu mendongak dan memegang tangan Zwetta yang menjambak rambutnya. "Jangan panggil aku ibumu. Aku bukan ibumu, Kau ingin berakhir seperti teman temanmu heh?" ucap Zwetta membuat Sean kembali bergetar takut dan menangis. "Tidak Ma, jangan. Jangan sakiti Sean!" rintihnya memohon agar ibunya melepaskan dirinya. Zwetta semangkin marah, ia mendekatkan wajahnya pada wajah Sean. "Sudah berapa kali aku bilang, berhenti memanggilku Mama!" ucap Zwetta dengan wajah marah, bola matanya seakan ingin keluar menatap Sean di hadapannya. "Ma, jangan seperti ini, Sean takut!" lirihnya di sela rasa sakit tarikan keras tangan Zwetta pada kepalanya. Panggilan itu lagi membuat Zwetta benar benar jengah. *** Reagan kembali saat sudah larut malam dari acara pesta teman temannya. Karena ajakan Delwyn ia akhirnya ikut bersama pria itu dan menikmati waktunya bersama Casey. Pukul 02.00 dini hari ia baru tiba di kediamannya. Iris sudah mengijinkannya untuk pergi meskipun Reagan tahu jika ibunya masih dalam keadaan sedih. Ia berjalan menuju rumahnya dan melihat kearah rumah bibi Zwetta yang masih terlihat belum tidur. Karena cahaya lampu rumah wanita itu masih terang tidak seperti biasanya saat ia pulang malam. Reagan merasa penasaran lalu berjalan berbelok menuju rumah Zwetta. Reagan mendekati salah satu jendela yang tertutup tirai, ia tidak bisa melihat kedalam karena jendelanya tertutup tirai. Reagan berjalan ke sisi lain dan sedikit cela membuatnya bisa melihat apa yang terjadi di dalam. Ia mengerutkan dahinya melihat bibi Zwetta tengah duduk di hadapan putranya yang terlihat menangis. Reagan semangkin penasaran dan mendekati jendela kaca itu untuk melihat lebih jelas lagi. Reagan bisa melihat Zwetta sedang menjilati jari jari putranya membuat Reagan merasa aneh melihatnya. "Apa yang di lakukan wanita itu!" gumamnya sendiri. Ia terus memperhatikan tingkah aneh Zwetta dari luar hingga tanpa sadar menyenggol pot bunga yang berada dekat dengannya. Menimbulkan bunyi cukup keras dan Zwetta menatap tajam kearah luar. Reagan bergerak cepat ia berlari menuju pagar rumput yang tumbuh tinggi sebagai pembatas antara rumahnya dan rumah Zwetta. Zwetta langsung berlari membuka pintu rumahnya melihat apa yang terjadi di luar. Ia tidak melihat siapa pun, tapi melihat pot bunga yang jatuh pecah di depan rumahnya. Zwetta mengepalkan tangannya lalu masuk kedalam rumah lagi. Reagan menghela nafasnya dan kembali mendekati rumah Zwetta. Tapi ia tidak bisa melihat apa apa karena, Zwetta dan putranya tidak lagi ada disana. Reagan memutuskan kembali kerumahnya dan memikirkan tingkah aneh wanita yang bisa dibilang cukup tua menurutnya. Zwetta tidak mendapati Sean ada di tempat duduknya tadi, anak kecil itu berlari keatas kamarnya dan mengunci kamarnya karena takut pada ibunya sendiri. Sean masuk kedalam selimutnya, meringkuk takut dengan kelakuan ibunya. Zwetta berjalan menaiki tangga membawa pisau kecilnya mendekati kamar putra dan putrinya lalu mengetuk pintu kamar Sean. Tok Tok Tok "Sean ... " Zwetta memanggil putranya yang gemetar takut di balik selimut dan tidak berniat membukakan pintu kamarnya. Tok Tok Tok Zwetta kembali mengetuk pintu kamar itu membuat Sean menangis takut. "Sean sayang, buka pintunya?" ucap Zwetta dari arah luar yang terdengar sangat menyeramkan. Sean tetap diam di balik selimutnya hingga terkejut karena tepukan keras di punggungnya membuat Sean terduduk dan menangis histeris. Deasy menatap adiknya dengan tatapan terkejut. Sean berdarah dan ketakutan. "Hei, Sean ada apa? Mama memanggil mu, cepat buka pintunya!" ternyata itu adalah saudari perempuannya yang ikut terbangun karena ketukan ibunya. Sean menggelengkan kepalanya keras kearah kakak perempuannya yang juga tidur di dalam kamar yang sama. Ia tidak ingin kakaknya membukakan pintu untuk ibunya di luar sana. Sean tetap tidak ingin membuka pintu kamar itu. Ia tetap menangis menatap kearah Deasy. Gadis itu turun dari ranjangnya lalu mendekati Sean dan memeluk adiknya. "Sean ada apa?" tanya gadis yang baru beranjak remaja itu. Ia melihat adiknya bergetar hebat dengan wajah pucat serta luka di bagian lehernya membuat ia melotot memandang Sean. "Apa ini? Kenapa lehermu terluka?" tanya gadis itu pada Sean yang hanya menggeleng takut dan terus menangis. Deasy mengusap darah yang masih keluar dari leher Sean. "Mama,_" lirihnya disela isak tangisnya, gadis dihadapannya itu menggeleng tidak mengerti. "Ada apa dengan Mama?" tanya Deasy bingung, ia memegang wajah Sean yang terlihat pucat. Bunyi pintu di ketuk kembali terdengar. Deasy ingin beranjak dari tempat tidur hendak membuka kunci pintu kamarnya membuat Sean teriak cukup keras menarik tubuh Deasy untuk ia peluk. "Nooo,_ ....!!" ________________________________ Maaf untuk typo dan lain lain.. Jangan lupa Komen Follow cerita Author yang lainnya ya Dan follow akun Author ya? ~Sabrina ~3DARA ~The Secret Of Isshy ~This Is Love ~Dua Cincin ~Cinta Tak Bersyarat Dan buat yang mau dekat dan tahu jadwal Update Author, Author info in di sss ya, yang mau tahu alamat sss Author seperti di bawah ini.. *Lyerma wati Salam sayang dari Author..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD