12.Killer Mother

1357 Words
Reagan kembali masuk kerumahnya saat tidak menemukan dimana Zwetta dan putranya tadi. Ia benar benar penasaran karena Zwetta terlihat aneh. Ia tidak bisa tidur hingga pagi hari membuat kepalanya pusing. Reagan masuk kedalam kamar mandi menyikat giginya lalu keluar kamar. Hari ini ia tidak pergi kekampus, ia akan menemani ibunya untuk melihat perkembangan kehilangan Asley. Mengingat nama Asley, Reagan mengusap wajahnya sedih. Ia tidak menyangka jika seseorang itu benar benar meneror kompleks perumahan mereka. Reagan berjanji pada dirinya sendiri jika ia akan menangkap sendiri siapa pelaku di balik semua ini. Dan yang terpenting untuknya saat ini, semoga Asley masih hidup meskipun ia tidak yakin karena mimpinya membuatnya takut untuk melangkah mencari tahu. Ia takut, kenyataan Asley telah tiada di dunia ini membuatnya menjadi tidak berdaya. Reagan berjalan menuruni tangga melihat ibunya yang melamun menatap keluar jendela. Reagan menghela nafasnya sedih melihat Iris ibu tirinya yang benar benar menyayanginya seperti ibunya sendiri. Wanita itu langsung terlihat kurus karena memikirkan Asley, sudah berhari hari belum juga mendapatkan kabar. Reagan menepuk pelan pundak Iris yang terlihat terkejut lalu memandang Reagan dengan tatapan sayunya. "Jangan seperti ini, aku juga tidak ingin kehilanganmu!" ucap Reagan membuat Iris menangis lalu menarik Reagan kedalam pelukannya. Meskipun Iris mengurus Reagan saat ia beranjak remaja, tapi Iris benar benar menyayangi Reagan seperti putranya sendiri. Reagan mengusap air mata Iris membuat wanita itu tersenyum. "Kau tidak ke kampus?" tanya Iris membuat Reagan menggeleng. Pria yang sedang berjongkok di hadapan Iris itu tersenyum menenangkan. "Tidak, aku akan menemanimu pergi melihat kabar pencarian Asley!" jawab Reagan sambil bergeser duduk dekat disamping Iris. Ia merangkul Iris mencoba menenangkan ibunya yang mulai tenang. "Kalau begitu bersiaplah, kita akan pergi sebentar lagi!" ucap Iris mengingatkan, Reagan mengangguk lalu berjalan ke arah dapur. "Apa ada yang bisa aku makan?" tanya Reagan membuat Iris terkejut. Ia belum menyiapkan sarapan untuk putranya. Biasanya ada Asley di pagi hari yang selalu menemaninya untuk membuat makanan di pagi hari. Iris menunduk sedih mengingat putrinya yang sudah tidak ada kabar, entah dimana dirinya berada membuat Iris semangkin sedih memikirkan keadaan Asley. "Kenapa bersedih lagi?" Reagan mendekati Iris lagi yang terlihat sedang menangis. Ia merangkul Iris mencoba menenangkan ibunya. "Mama mengingatnya!" lirih Iris kepada Reagan. Iris terlihat meneteskan air matanya karena mengingat Asley putrinya. "Sudahlah, yang perlu kita lakukan adalah tetap kuat dan terus mencarinya!" Iris bersandar pada pundak Reagan, ia menangis membayangkan Asley yang masih bertingkah lucu. "Mama teringat padanya Reagan! Mama teringat cara dia berbicara pada Mama. Mama teringat setiap paginya ia menemani kesibukan Mama." ucap Iris dengan tangis yang semangkin menjadi. Wanita itu terisak pilu merindukan putrinya. Reagan mengusap lembut punggung Iris. "Sudahlah jangan bersedih lagi, aku tidak ingin melihatmu dengan wajah sedih lagi!" Iris menarik sudut bibirnya untuk tersenyum. "Apa kita tidak terlalu jahat jika kita tidak memikirkan Asley dan bersedih!" Reagan menggeleng, bukan seperti itu maksudnya. "Tidak, bukan seperti itu. Hanya saja kita jangan terlalu larut dalam kesedihan Ma, tidak baik, bukan berarti kita tidak bersedih!" Iris mengerti, ia memejamkan matanya menghela nafas panjang. "Mama merindukannya Rea!" lirih Iris, Reagan mengangguk turut merindukan Asley. "Aku juga merindukannya!" ucap Reagan lirih menarik Iris kedalam pelukannya. "Tenanglah!" Reagan mengusap punggung bergetar Iris, ia juga merindukan Asley. Adik kecilnya yang selalu cerewet dan selalu membuatnya geram dengan pertanyaan pertanyaannya yang konyol. Mengingat itu ia benar benar ingin tahu sampai dimana kabar pencarian Asley. "Ya sudah, kalau begitu. Cepatlah bersiap kita akan pergi mencari Asley, maafkan Ayah, dia tidak bisa menemanimu karena pekerjaannya sangat sibuk!" Iris mengangguk mengerti lalu menepuk lengan Reagan dan berlalu masuk kedalam kamarnya untuk bersiap pergi bersama dengan Reagan mencari Asley putrinya. *** Dilain tempat, di rumah Zwetta, Sean seperti anak yang kehilangan semangatnya. Ia lebih banyak diam dan takut kepada ibunya sendiri. Zwetta yang tidak merasa melakukan apapun karena ia menjadi Zwetta, seorang ibu dari dua anaknya. Sean duduk di kursi meja makan menunduk takut tidak ingin memandang Zwetta yang merasa biasa saja. Ia bahkan bersikap seperti seorang ibu yang sedang mengasuh anaknya sehari hari. Zwetta mendekati putranya yang terus menunduk takut. "Sean, minum susumu, lalu cepat makannya!" Zwetta mengusap lembut kepala anaknya membuat Sean terkejut dan menatap takut Zwetta. Daisy putri Zwetta memandang Sean yang terlihat aneh sejak tadi malam. Ia melarang Daisy untuk membuka pintu kamarnya. Daisy menuruti Sean yang terlihat histeris dan takut. Ia langsung memeluk adiknya untuk menenangkan dan melihat luka di leher Sean. Daisy langsung mengobati luka di leher itu, tapi Sean seolah bisu tidak mau mengatakan kepada Daisy mengapa luka di lehernya bisa terjadi. Sean tidak menjawab ucapan Zwetta tetapi langsung menunduk diam dan memakan makanannya dan meminum susunya. Zwetta memperhatikan putranya lalu melihat plaster di leher putranya. "Ini kenapa?" Zwetta sudah mendekati Sean yang terlihat sedang makan. Sean langsung takut dan bergerak gelisah. "Jangan!" lirihnya membuat Daisy menatapnya aneh. "Ada apa Sean, katakan pada Mama, apa kau terjatuh?" Sean menatap ibunya dengan tatapan tak percaya. Bagaimana mungkin ibunya bisa lupa dalam semalam, jika ia yang melukai leher Sean. "Sean, ada apa? Kau terus saja mengatakan jangan, tapi tidak mau menjelaskan ada apa!" Daisy terlihat kesal menatap adiknya yang terus menunduk dan bergetar takut. "Bukan apa apa, ini tidak apa apa!" Zwetta menghembuskan nafasnya kasar lalu menarik wajah Sean agar menatap kearahnya. "Ini kenapa Sean? Kenapa lehermu bisa terluka?" tanya Zwetta lagi, ia seperti bukan dirinya dan terus menatap perban luka yang Daisy buat tadi malam. "Dia menangis sepanjang malam Ma, aku sudah bertanya padanya tapi dia tidak menjawab, dia hanya terus menangis." ucap Daisy merasa kesal melihat tingkah adiknya. Zwetta seolah bertanya dari tatapan matanya, kepada Sean. Apa yang Daisy katakan benar atau salah. "Kenapa Sean? Apa yang terjadi padamu?" Zwetta memeluknya membuat Sean semangkin takut dan tubuhnya bergetar di dalam pelukan ibunya sendiri. Sean langsung menjauhkan tubuhnya membuat Daisy dan ibunya memandang Sean heran. "No, Don't touch me," lirih nya membuat Daisy dan zwetta saling pandang. "Sean, ada apa? Katakan pada Mama!" jawab Zwetta lagi membuat Sean malah menggelengkan kepalanya takut. Anak kecil itu menangis di hadapan ibunya dan saudarinya yang menatapnya bingung. Zwetta mencoba mendekati putranya membuat Sean meraih apapun karena takut dan melempar hiasan kaca kearah Zwetta. "Pergi jangan dekati aku!" teriak Sean semangkin histeris. Daisy langsung berdiri dari duduknya menatap Sean dengan heran. Mengapa adiknya berubah aneh dalam satu malam saja. "Sean tenanglah, jangan seperti ini!" Daisy mencoba mendekati adiknya yang terlihat histeris. Zwetta menatap tajam Sean yang membuatnya emosi. Kepribadiannya mencoba mendominan dirinya membuatnya bergerak gelisah. Zwetta mencoba bertahan dari sikapnya agar tidak membahayakan anak anaknya. Tapi Sean terus histeris membuatnya naik darah dan membentak Sean dengan kuat dan seram. "Berhentilah bertindak bodoh. Atau aku akan membunuhmu!" teriak Zwetta membuat putrinya dan Sean terdiam dan menatap ibunya yang tampak marah. Sean langsung ketakutan dan berlari naik keatas tangga menuju kamarnya. Daisy menatap kepergian Sean lalu memandang ibunya yang tampak berbeda dari tatapannya. "Ma, kenapa Mama membentak Sean?" ucap Daisy membuat Zwetta melirik dengan tatapan tajam dari matanya. Daisy menunduk takut mendapat tatapan tajam itu. "Jangan mengajariku! Aku tahu apa yang aku mau!" Daisy menatap ibunya tak percaya. "Ma, kenapa Mama marah padaku?" Daisy menatap ibunya yang tengah berdiri di seberang meja makan. "Aku tidak suka anak anak seperti mereka. Jadi jangan mencoba mengajariku!" Daisy menatap Zwetta, ibunya aneh, mengapa ibunya malah marah marah kepadanya. "Apa yang Mama bicarakan?" tanya Daisy merasa aneh dengan sikap ibunya. Zwetta tidak mengatakan apapun dan berlalu kekamarnya membuat Daisy menghembuskan nafasnya kasar. Ia melanjutkan makannya lalu berniat pergi kesekolah. Sean sendiri meringkuk takut di bawah selimut. Ia benar benar tidak bisa melihat ibunya lagi karena rasa takutnya melihat mayat yang ibunya bawa dan melihat ibunya bertindak aneh. Sean menangis di dalam selimutnya, meskipun hari sudah siang ia tidak merasa ngantuk karena rasa takutnya terhadap ibunya sendiri. Ia bahkan tidak tidur sama sekali membuat kantong matanya berwarna hitam. Sean menghabiskan waktunya untuk menangis dan menjadi was was akan kehadiran ibunya. ________________________________ Maaf untuk typo dan lain lain.. Jangan lupa Komen Follow cerita Author yang lainnya ya ~Sabrina ~3DARA ~The Secret Of Isshy ~This Is Love Dan buat yang mau dekat dan tahu jadwal Update Author, Author info in di sss ya, yang mau tahu alamat sss Author seperti di bawah ini.. *Lyerma wati salam sayang dari Author..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD