Bab 7. Ditinggal ke Hongkong

1409 Words
Di tempat lain, Ari baru saja mengenakan kaca mata hitamnya. Ia tersenyum sebelum menyesap es kopi yang ia beli di bandara. Ia sengaja pergi pagi-pagi sekali sebelum Marvel terbangun. Ia bersyukur malam pertamanya berjalan dengan aman. "Ri, kamu yakin mau berangkat?" tanya Ikhsan pada Ari. Ari menoleh pada teman kerjanya itu. "Kalau nggak yakin, nggak mungkin aku di sini. Kita udah check in, tinggal naik pesawat terus terbang." Ikhsan membuang napas panjang. "Masalahnya, kemarin kamu baru aja nikah. Dan sekarang kamu mau pergi ke Hongkong? Yang bener aja? Nggak tantrum itu suami kamu?" Ari kembali menyesap kopinya. Ia yakin Marvel tak akan keberatan ia pergi. Toh, mereka bagaimana tikus dan kucing. Jika mereka bersama, yang ada mereka bakal berantem. "Kamu tahu sendiri, aku dipaksa nikah. Dia juga! Kamu sama-sama terpaksa. Pokoknya, jangan mikir kalau ini tuh pernikahan yang normal," ujar Ari. "Iya, aku tahu kamu nikah paksa. Tapi ... tetep aja kalian tuh udah sah nikah," ujar Ikhsan. Ari mendengkus. "Tenang aja, aku bakal bikin pernikahan ini cepat berakhir. Dia bakalan muak sama aku dan lama-lama minta cerai." "Kamu mau jadi janda muda?" Ari melirik Ikhsan lalu mengangguk. Janda atau gadis sama saja. Ia tidak tertarik dengan ikatan pernikahan. Ia hanya ingin fokus pada pekerjaan. "Lagian, tetap aja aku harus pergi, San. Kita harus pergi!" Ari mengacungkan kepalan tangannya. "Acara ini penting banget, kan? Kita bakal dapat kesempatan tampil di pameran mancanegara bareng sama pengusaha yang lain!" Melihat senyum cerah di wajah Ari, Ikhsan akhirnya tertawa. Yah, ini sangat penting bagi brand milik Ari. Franciz sudah cukup dikenal di pasaran Asia. Dan Ari akan semakin melebarkan sayapnya dengan ikut pameran ini. Seharusnya Marvel bangga melihat pencapaian Ari. "Kita terbang sekarang! Ayo!" Ari melihat monitor pengumuman. Ia membuang gelas kopinya lalu mencangklong tas ransel. Dengan penuh semangat ia pun masuk ke pesawat pagi itu. *** Marvel juga tengah menikmati kopi paginya. Ia tentu telah mandi dan berganti pakaian. Ia menyipitkan matanya saat melihat sosok Rudi memasuki ruangan santainya. "Gimana? Kamu udah dapatkan semua informasi soal Ari?" tanya Marvel langsung pada intinya. Pagi tadi setelah memutuskan kembali pulang, Marvel mendadak kepikiran sesuatu. Ia sangat penasaran dengan Ari yang tidak mau disentuh sama sekali olehnya. Jadi, ia meminta Rudi untuk mencari tahu. "Ya, Tuan." Rudi tersenyum getir. Ternyata segala sesuatu yang berhubungan dengan Ari tidak semuanya baik. "Bilang sama aku. Buruan!" pinta Marvel seraya melambaikan tangan agar Rudi mendekat. "Ehm, saya sampaikan soal kepergian Nona Ari terlebih dulu, Tuan," kata Rudi yang tak tahu bagaimana cara menyampaikan masa lalu kelam yang telah dilewati oleh istri bosnya tersebut. Marvel hanya mengangguk. Rahangnya mengetat karena ia geram sekali ditinggal kabur oleh Ari di hari pertama mereka menikah. "Jadi, saya sudah mencari tahu di tempat kerja Nona Ari. Tampaknya sekarang, Nona Ari sedang dalam perjalanan menuju Hongkong, Tuan," kata Rudi melaporkan. Rahang bawah Marvel seperti mau jatuh sekarang. Ia ternganga. "Kamu nggak bercanda? Dia pergi ... ke Hongkong?" "Ya." Rudi membuka tabletnya lalu menunjukkan sesuatu. "Ini yang saya temukan, Tuan." Kedua mata Marvel menari di layar tablet. Ia membaca apa yang ada di sana lalu mengangguk saat melihat nama brand Franciz di antara brand-brand lain. "Maksud kamu, Ari pergi karena berkerja?" tanya Marvel dengan nada yang lebih lunak "Ya, Tuan. Ini adalah pemeran yang sangat bergengsi. Perusahaan kecil Nona Ari ternyata tidak sekecil itu, Tuan. Banyak sekali peminatnya hingga ke luar negeri dan beliau diundang di acara pameran itu. Akan ada penghargaan di akhir acara tersebut, tiga hari nanti, Tuan," kaya Rudi. Marvel kembali menggeram. "Jadi, dia bakal berada di Hongkong selama tiga hari?" "Kemungkinan seperti itu, Tuan, jika melihat jadwalnya. Tapi, saya punya firasat bahwa brand Nona Ari akan mendapatkan penghargaan di sana. Anda seharusnya merasa bangga," kata Rudi. Marvel mendesis keras. Dalam hatinya, ia semakin mengagumi pencapaian Ari. Gadis itu masih muda dan cukup hebat. Namun, ia tak ingin terlihat bangga pada Ari. Ia harus tetap terlihat kesal. "Apa dia pergi sendirian atau ... dengan siapa?" tanya Marvel lagi. "Ah, itu ... Nona Ari pergi dengan partner sekaligus tangan kanan beliau, Tuan." Rudi menggeser layar tabletnya. "Ini dia, namanya Ikhsan Prayoga." Bibir Marvel sontak melengkung ke bawah saat melihat sosok pria muda tampan yang memakai seragam pabrik Franciz. "Dia pergi sama cowok? Berdua saja?" "Ikhsan salah satu orang terpenting di perusahaan Nona Ari, Tuan. Sudah pasti dia diajak," kata Rudi menjelaskan. Marvel memijat keningnya. Ia tidak bisa membiarkan istrinya berduaan dengan pria lain di negara lain yang cukup jauh. Ini tidak benar. "Pesan tiket buat aku! Aku mau nyusul Ari sekarang juga! Aku nggak akan biarin dia di sana sama pria itu," ujar Marvel. "Tuan, saya rasa Nona Ari ingin bekerja tanpa gangguan dan ...." "Kamu pikir aku adalah gangguan?" Marvel melotot pada Rudi. "Bukan begitu, Tuan. Tapi ... oke, saya akan carikan tiket penerbangan yang terdekat, Tuan. Tapi saya sarankan Anda tidak ...." Marvel mengibaskan tangannya di udara. "Kamu jangan ngatur-ngatur aku! Terserah aku mau ngapain!" Rudi membuang napas panjang. Ia lalu mengangguk. "Nah, kamu cari tahu soal masa lalu Ari?" tanya Marvel. Rudi mengangguk pelan. "Ya, Tuan. Saya sudah menemukan beberapa hal. Dan itu ... cukup memprihatinkan." "Apa yang terjadi?" tanya Marvel dengan kening berkerut. "Waktu kecil Nona Ari tinggal dengan ibu kandungnya. Wanita itu bernama Bu Tiara. Bu Tiara dan Pak Tanto bercerai setelah beliau mengetahui perselingkuhan Pak Tanto dengan Bu Diana. Anak pertama Bu Tiara tinggal dengan Pak Tanto dan hanya Nona Ari yang beliau bawa pergi. "Waktu Nona Ari berumur sekitar tujuh tahun, Bu Tiara menikah lagi dengan pria bernama Fahmi. Pernikahan mereka berjalan cukup lama hingga Bu Tiara meninggal dunia saat Nona Ari berumur sebelas tahun. Tapi ternyata itu adalah awal neraka bagi Nona Ari. "Kabarnya ... Nona Ari menjadi korban pelecehan dari ayah tirinya. Dan suatu hari, pria itu ditemukan meninggal dunia karena tertusuk pisau. Sidik jari Nona Ari ada di pisau tersebut, tetapi karena usianya yang masih belasan tahun, kasus itu tidak sampai ke pengadilan. "Nona Ari tinggal dengan keluarga Pak Tanto sejak saat itu. Saya pikir ... itu yang membuat Nona Ari tidak suka berdandan ala perempuan, Tuan." Hati Marvel seketika kacau. Pelecehan seksual pada anak usia dini. Ari mengalaminya. Istrinya. Benarkah? "Nona Ari sangat dekat dengan kakak laki-lakinya. Sayang, Tuan Fandi meninggal dunia di usia muda karena kecelakaan. Nona Ari, sudah melewati banyak hal, Tuan. Di keluarga Pak Tanto, beliau juga tidak pernah mendapatkan kasih sayang yang cukup karena semua orang hanya memperhatikan Salsa." Jantung Marvel semakin berdebar tak keruan. Ia tak tahu itu, ia mengira Ari hanyalah gadis urakan yang sulit diatur. Namun, masa lalu pasti sudah membuat Ari menjadi seperti itu. "Nona Ari dulunya sangat feminin dan sering mengenakan gaun seperti anak perempuan pada umumnya, Tuan," kata Rudi. Ia menggeser layar tabletnya lagi. Marvel kini menatap seorang anak kecil yang mungkin berusia sekitar sepuluh tahun. Ini foto Ari bersama ibu kandung dan ayah tirinya. Ari mengenakan gaun berwarna pink cerah dan bando yang lucu. Bahkan, anak kecil itu juga memakai sepatu bergaya anak perempuan. Kedua mata Marvel kini terpaku pada sosok Fahmi, pelaku pelecehan seksual itu. Marvel mengangkat dagunya. Ia menatap Rudi dengan gamang. "Apa itu berarti ... Ari yang membunuh ayahnya?" "Saya tidak tahu, Tuan," jawab Rudi. "Secara logika, itu tidak mungkin karena tubuh mungil Nona Ari tidak sebanding dengan tubuh ayah tirinya. Namun, ada sidik jari beliau di pisau itu dan ada riwayat pelecehan seksual yang beliau alami. Beberapa orang mengatakan bahwa Nona Ari pasti sengaja membunuh ayah tirinya karena tak tahan lagi." "Dia baru sebelas tahun," gumam Marvel pilu. Ia kembali menatap wajah ceria di foto masa kecil Ari. "Dia cuma anak-anak. Dan pria ini ... emang pantas mati." Rudi mengangguk. Pria itu sungguh keji. "Jadi, Tuan, saya pikir lebih baik Anda tidak terlalu keras pada Nona Ari." Kepala Marvel berputar. Yah, tentu. Ia tak ingin menyakiti Ari. Ia penasaran apa yang sekarang dilakukan oleh Ari? Mungkin, Ari masih ada di dalam pesawat dan menikmati kebebasannya. "Ada penerbangan yang tersedia siang ini, Tuan. Anda jadi menyusul istri Anda?" tanya Rudi memecah benak Marvel. Marvel menimbang sejenak. Sejak tadi ia sangat ingin berhasrat untuk menyergap Ari di sana lalu membawanya pulang. Namun, kini ia tahu ada event yang sangat penting untuk gadis itu. Ia juga sudah mengetahui masa lalu Ari. Ia harus berhati-hati dengan sosok Ari. Ia yakin gadis itu hanya terlihat kuat di luar, padahal sesungguhnya Ari sangat rapuh di dalam. "Ya, jadi. Cari tahu di hotel mana Ari menginap dan pesankan kamar buat aku di sana," kata Marvel. Ia menunjuk wajah Rudi. "Kamu ikut sama aku!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD