Awal Yang Baik

1166 Words
Kedua orang tua Lina yang menunggu dengan gelisah di luar, berdiri dari kursi saat melihat Rizal keluar dari kamar Lina. Rizal melangkah ke arah mereka, Rizal melihat raut kecemasan di wajah ke dua orang tua Lina membuatnya semkin ingin membantu mereka. “Bagaimana keadaan Lina, dokter?” tanya Yuanita dengan tidak sabar. “Tante tenang saja, Lina baik-baik saja. Dia sekarang sudah tenang dan mulai membaik,” jelas Rizal. “Oh, syukurlah kalau begitu, tadi kami panik sekali sampai-sampai memanggil dokter pribadi untuk mengeceknya.” Sahut wanita paruh baya itu lagi. Rizal hanya mengangguk. “Sebenarnya apa yang menyebabkan Lina seperti itu?” tanya Kizara. “Lina terkena Hyperventilasi karena stress dan kondisi emosi yang tidak stabil. Dia cerita masalah penyebabnya kenapa seperti itu, dan setelah mengungkapkan semuanya, emosinya kembali normal, sekarang sudah lebih tenang,” Jelas Rizal. “Lina memang sudah terkena masalah mental ini sebelumnya. Tapi yang saya tidak habis pikir kenapa anak itu bisa sampai seperti itu? selama ini kasih sayang dan cinta kami terhadapnya tanpa batas. Semua yang ia inginkan selalu kami penuhi. Saat kami menyadari apa yang tidak beres dengannya barulah kami sedikit membatasi keinginannya yang berlebihan itu, hal itu tenyata semakin membuatnya bertambah parah. Dia semakin menunjukkan emosi yang memperhatikan bahkan dia sampai ingin mengakhiri nyawanya.” Kizara akhirnya mengungkapkan keluh kesahnya di hadapan dokter muda itu. Sang istri hanya terdiam mendengarkan suaminya. Rizal mendengarkan dengan seksama, ia sangat mengerti apa yang kedua orang tua yang ia hormati ini rasakan. Untuk itu ia benar-benar akan melakukan semua hal untuk membantu mereka agar lebih tenang dengan menyembuhkan putri mereka. “Saya mengerti Om, tentu saja ini semua tidak mudah tapi kita harus menghadapi kenyataan dan memperbaikinya. Penyakit Lina memang harus disembuhkan dan aku sudah menjanjikan hal itu. Om dan tante tidak usah khawatir, sepanjang kita terus berusaha, saya rasa semuanya akan berjalan baik. Lina saat ini membutuhkan ketenangan jiwa, usahakan jangan ada hal busa memicu emosinya. Tapi kalau hal itu tidak bisa terhindarkan, jangan ragu untuk menghubungi saya,” ucap Rizal berusaha membuat keduanya lebih tenang. “Terima kasih banyak dokter, saya betul-betul sangat bersyukur karena kau yang menangani Lina. semoga Lina bisa lekas membaik dan menjadi anak yang baik seperti harapan kami,” ucap Yuanita. “Iya, sama –sama tante. Kesembuhan Lina adalah prioritas utama saya sekarang, jadi jangan khawatir. Saya akan mengusahakan yang terbaik. Baiklah, saya permisi dulu,” ucap Rizal lalu bangkit. “Iya, nak. Hati-hati di jalan.” Keduanya mengantar Rizal sampai ke teras. Baru setelah mobil pria itu menghilang, keduanya kembali masuk ke dalam rumah. “Kita lihat Lina dulu, Pa,” ucap Yuanita. “Iya.” Keduanya pun masuk ke dalam kamar, menghampiri Lina yang sedang tertidur pulas. “Sepertinya kita juga harus segera tidur, Pa. Biakan Lina istirahat,” ucap Yuanita sambil tersenyum lega melihat putrinya tertidur dengan pulasnya. Kizara mengangguk, “Iya, ayo. Kamu yang perlu istirahat. Sejak kemarin aku lihat kamu kurang tidur, sayang. Kalau kau jatuh sakit, bagaimana?” Kizara menimpali sambil menuntun sang istri keluar menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, Yuanita duduk di tepi ranjang. Ia menarik tangan suaminya agar duduk di sampingnya. “semenjak Ayuna menghilang, Lina datang dan membuatku terobati. Dan setelah Ayuna menikah dan hidup bersama suaminya, Lina masih bersama kita. Meskipun dia selalu membuat kita khawatir dengan kelakuannya, dia masih anak kesayangan kita kan, Pa? mama tidak ingin putri yang mama besarkan sepenuh hati menjadi buruk hanya karena kelalaian kecil kita. Aku ingin dia sembuh dan menjadi anak yang lebih baik. Karena aku yakin, seburuk-buruknya sikap yang selalu ia tunjukkan, Lina masih anak kita dan aku yakin ia pun menyayangi dan mencintai kita,” tuturnya. Ia mengungkapkan isi hatinya. Kizara mengusap kepala istrinya lalu menatapnya dengan tatapan dalam. “Lina pasti akan menjadi anak yang kita harapkan. Kita tinggal berdoa dan menunggu hasilnya dengan sabar. Kau tenanglah, karena semuanya akan baik-baik saja. Sekarang tidurlah, sebentar lagi subuh. Kau tidak boleh begadang sampai pagi. Ayo, sayang…” Kizara merebahkan tubuh sang istri dan menyelimutinya dengan lembut. Mencium keningnya lalu ikut merebahkan tubuhnya di sisi sang istri. Keduanya pun terlelap dengan tenang. Keesokan harinya, Lina terbangun dalam keadaan segar. Ia mandi lalu berdandan seperti biasa lalu keluar dari kamar menuju ruang makan. Kedua orang tuanya sudah menunggu di meja makan. Ini kali pertama ia akan sarapan bersama dengan orang tuanya. Biasanya, ia hanya ingin makan jika makanan diantar ke kamarnya. “Selamat pagi, Pa, Ma…” sapanya dengan senyum. Kedua orang tuanya terkesiap untuk beberapa saat. Mereka terkejut dengan perubahan drastis putrinya itu. “Selamat pagi, sayang. Sini, duduk diam samping mama, Nak.” Yuanita dengan cepat menyiapkan kursi untuk putrinya itu. Hatinya sungguh merasa sangat senang karena Lina mau makan bersama mereka setelah sekian lama. “Iya, ma. Terima kasih,” ucap Lina sambil duduk. “Mau makan apa, sayang?” seperti kebiasaannya sejak dulu, Yuanita selalu menyajikan makanan di atas piring Lina. Karena Lina biasanya tidak nafsu makan meskipun makanannya itu sudah sangat. lezat. “Oh, tidak usah, Ma. Biar aku saja yang mengambil sendiri. Mama lanjutkan saja makannya, ya.” Lagi-lagi keduanya terkesiap, Yuanita sampai tidak bisa berkata apa-apa. Ia melirik ke arah sang suami yang hanya mengangguk memberi isyarat. “Loh, kenapa Mama sama Papa tidak makan, malah bengong begitu?” Lina yang merasa heran karena orang tuanya hanya menatapnya menyantap makanan, sementara mereka tidak makan. “Oh, tidak sayang. kami hanya sedikit kaget dan sangat senang karena kau mau makan bersama dan mengambil makanan untukmu sendiri.” Yuanita memberi alasan. “Oh, kukira apa? ya udah, kalau begitu ayo makan, Jangan melihat Lina saja. Mulai sekarang, Lina akan sarapan bersama kalian setiap hari,” ucap Lina. “Benarkan sayang? Oh, Mama senang sekali mendengarnya.” Yuanita memeluk putrinya itu. “Ya sudah, kalau kalian pelukan terus kapan makannya? Papa juga senang sekali mendengarnya Lina. ayo kita lanjut makannya,” Pagi itu, mereka pun menikmati sarapan yang penuh kehangatan. Situasi yang bahkan bisa dikatakan tidak pernah mereka rasakan. Dan saat itu, adalah pagi yang paling hangat yang pernah merasa rasakan. Setelah itu, semuanya kembali beraktifitas seperti biasa. Kizara ke kantor dan sang istri ke butik untuk melihat toko berjalan lancar atau tidak. Sedangkan Lina, hanya berdiam diri di kamar. Selama ini ia memang tidak memiliki aktifitas selain bersenang-senang dan menghabiskan waktu bersama pacarnya. Sehingga kali ini, saat ia tidak lagi berhubungan dengan mereka, Lina hanya tinggal di kamar tanpa beraktifitas apapun. Lina hanya asyik membaca buku dan menonton drama kesukaannya. Setelah merasa bosan, ia melihat ponselnya. “Sekarang tanggal 2, masih tersisa 4 hari lagi sampai untuk bertemu dengan dokter Rizal. Aku jadi kepikiran, kalau dia pasti sedang sibuk menangani pasien-pasiennya. Apa dia tidak capek, ya? apa semua pasiennya diperlakukan sepertiku, ya? wah, kalau benar demikian, dokter Rizal memang orang yang sangat baik. Pasti semuanya psianya cepat sembuhnya, tapi kenapa aku kepikiran, ya? hah… Lina berguman sambil terus menatap layar ponsel. Tidak ada yang ia lakukan, hanya berguling-guling di kasur. Tapi, tiba-tiba ponselnya berdering, mataya membola melihat nama siapa yang tertera di layar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD