Bujukan

1189 Words
“A-Alex? Dia menghubungiku lagi. apa yang harus aku lakukan?” Lina hanya menatap ponsel itu tanpa menyentuhnya sama sekali. Ia tiba-tiba jadi takut, seketika semua pikiran anehnya muncul. Bagaimana kalau Alex tiba-tiba datang? Sedangkan ia hanya sendirian di rumah. Meskipun ada beberapa pelayan, tapi keberadaan mereka belum tentu bisa memberinya rasa aman. “Kan, ada satpam. Mereka tidak akan membiarakan orang asing masuk ke dalam. Tapi bagaiamana kalau Alex mengatakan kalau ia adalah pacarku. Dia pasti bisa masuk dengan mudah. Ah…apa yang harus aku lakukan?” Lina terus memikirkan kemungkinan terburuk sehingga membuatnya kembali merasakan cemas berlebihan. Nafasnya mulia tidak normal, tapi ia berusaha untuk menguasai emosi pikirannya. Ia lantas teringat dengan ucapan Rizal. “Jika kau mengalami gejala hyperventilasi, coba untuk tenangkan diri, ambil nafas dalam dan hembuskan secara perlahan. Lakukan itu sampai kau merasa lebih baik. Kau juga bisa tutup mata untuk membutamu lebih fokus. Yang perlu kau lakukan hanya membuang semua pikiran negatif, jangan biarkan emosi mengusaimu. Di saat tidak ada siapapun yang bisa membantumu, Hanya itu yang bisa kau lakukan untuk menyelamatkan diri sendiri.” Lina kemudian melakukan apa yang Rizal katakan, cara itu ternyata efektif. Ia kembali merasa tenang, sedangakn ponselnya hanya ia biarkan terus berdering tanpa berani mengangkatnya sedikitpun. 3 hari telah berlalu semenjak Alex menghubunginya. Sejak saat itu pria itu tidak pernah lagi menelponnya. Lina juga tidak pernah keluar rumah untuk menghindari segala kemungkinan yang terjadi. Ia khawatir, jika ia keluar rumah, Alex akan menemuinya dan memaksanya lagi. Ia berpikir untuk mengakhiri saja hubungan mereka. Ia sudah tidak ingin berurusan dengan pria itu lagi. Saat ia keluar dari kamar mandi, sebuah pesan masuk, ia melihat pesan itu ternyata dari Alex. Jantungnya mulia berdetak kencang. Rupanya pria itu tidak berhenti berusaha. Lina pun melihat isi pesan yang Alex kirim. “Lina, aku tahu aku salah. Aku ingin kita bertemu supaya aku bisa meminta maaf dengan baik. Aku menunggumu di kafe X sore ini. Aku sangat berharap kau datang menemuiku.” Lina termenung setelah membaca pesan itu, ia berpikir apakah ia harus datang atau tidak. Jika ia datang apakah Alex bisa dipercaya? Tapi jika ia tidak datang menemuinya dan menyelesaikan semuanya, pria itu akan terus mengganggunya. Ia yakin perasannya untuk Alex semakin lama semakin memudar akibat perkataannya yang sangat melukai harga dirinya, sehingga kemungkinan untuk kkembali merajut asmara dengan pria itu, lina tidak akan melakukannya. “Yah, aku akan menemuinya dan menyelesaikan semuanya. Ini akan lebih baik untuk kedepannya nanti. Apalagi, dokter Rizal tidak ingin aku berhubungan dengannya lagi, lebih baik sekalian memutuskan semuanya,” gumannya lalu meletakkan ponselnya kembali ke atas meja. Ia kemudian berjalan menuju lemari pakain. Lina menatap jam dan waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Masih ada beberapa jam lagi sebelum ia pergi menemui Alex. Ia yakin kali ini dirinya bisa menyelesaikan masalahnya dengan pria itu. Setelah tidur siang, Lina bangun dan bersiap. Tepat pukul 5 ia keluar dari kamar menuju ruang tengah. Sang ibu sudah berada di sana sedang menimati kudapan, sedangkan ayahnya belum pulang dari kantor. “Mau ke mana sayang?” tanya sang ibu saat melihat Lina melangkah ke arahnya. “Aku ingin keuar menemui teman, assalamualaikum…” gadis itu mencium tangan ibunya. “Iya, tapi hati-hati ya,” balas sang ibu sambil tersenyum. seperti biasa Yuanita selalu membebaskan putrinya itu kemana pun. Tanpa bertanya kemana ia pergi dan dengan siapa ia bersama. Lina diberi kebebasan mutlak saking besarnya kasih sayang itu. Yuanita bahkan tidak pernah bisa tahan jika mendengar tangisan sang putri sehingga apapaun yang ia mau, pasti akan ia penuhi. “Iya, ma. Lina berangkat dulu, dah,” pamit Lina kemudian melangkah meninggalkan ibunya. Lina mengendarai mobil minicooper merah kesayangannya melaju menuju restoran yang Alex maksud. Sebelumnya ia sudah memberitahu pria itu kalau dirinya akan datang. Mobil berhenti di pekarangan sebuah restoran. Lina turun dari mobil dan masuk ke dalam restoran. Begitu sampia di dalam, ia disambut oleh seorang pelayan. “Selamat sore Nona, tuan Alex sudah menunggu. Mari saya antar,” ucapnya lalu mengantar Lina menuju tempat di mana Alex berada. “Silakan masuk, Nona.” Lina mengangguk lalu dengan sedikit ragu ia melangkah masuk. “Loh, kok ruangannya gelap, Alex…!?” panggilnya. Ia merasa sedikit takut. Lina terkejut karena saat tiba di dalam, ia seseorang tiba-tiba saja memeluknya dari belakang. “Aku sangat merindukanmu, sayang?” lampu seketika menyala. Lina terperanjat. Ia melihat sebuah meja yang di atasnya sudah tersedia makan enak. Sebotol wine dengan lilin dan mawar merah. “A-Alex? Apa-apaan ini? aku pikir kita akan makan biasa saja?” Lina berusaha melepas tubuhnya dari rengkuhan Alex. Ia juga menolak saat tangan pria itu mulia menyentuh dadanya. “Alex jangan…!” tolaknya lalu mendorong pria itu menjauh. “Kenapa ? bukankah sudah lama kita tidak bertemu? Aku sangat merindukanmu dan aku menginginkanmu,” ucap Alex sambil menghampiri Lina. “Tadi kau bilang ingin meminta maaf dengan baik karena kau merasa bersalah. Tapi sepertinya kau hanya menipuku?” Lina mulia sadar dengan permainan pria itu. Alex menggeleng, “Iya, aku benar-benar ingin meminta maaf. Dan aku menyesal telah membuatmu sedih. Itulah sebabnya aku menyiapkan semua ini. Tapi kenapa responmu dingin sepeerti ini? biasanya setiap kali kita bertemu kau selalu menyambutku dengan suka cita, tapi sekarang aku merasa kau sudah berubah,” ucap Alex. “Aku datang kemari karena ingin membicarakan sesuatu,” ucap Lina. “Oh ya? baiklah. Kita bicara nanti saja. Ayo kita makan dulu. Nanti makannya dingin. lihatlah, bukankah selama ini kau menginginkan semua ini? ayo, kemarilah. Kita habiskan makan ini.” Alex menuntun Lina menghampiri meja dan duduk. Lina hanya mantap semua hidangan yang lezat itu dan menatap Alex dengan tatapan curiga. “Kau tidak punya maksud tertentu dengan menyediakan semua ini, kan?” tanya Lina menebak. “Kenapa kau bicara seperti itu, sayang? Aku benar-benar tulus. Ayolah, jangan banyak pikiran, kita makan dan nikmati makanan ini,” bantah Alex. Ia kemudian memberikan lauk ke piring Lina membuat gadis itu tidak punya pilihan lain selain memakannya. Mereka pun makan dalam diam, Alex sesekali melirik Lina, sedangkan Lina hanya fokus menimmati makanya sembari berpikir harus memulai dari mana saat ia mengucapkan kata putus itu nanti kepada Alex. Ia yakin pria itu tidak ingin menerima keputusannya itu dengan mudah. Tapi kali ini ia harus tegas. “Nah, silakan minum ini. Tubuhmu pasti akan hangat. Kau suka wine, kan?” seleah makan selesai. Alex menuangkan segeals wine ke dalam gelas lalu menyerahkan kepada Lina. “Terima kasih,” Lina menerimanya lalu tersenyum. Gadis itu pun meminumnya. “Ini enak,” ucapnya memuji. Wine adalah kesukaannya, Alex sangat tahu itu. Jika mereka cekcok dan Lina marah, Alex pasti tahu cara untuk membuatnya luluh. “Syukurlah kalau aku suka, bukankah itu memang miuman km kesukaanmu?” “Hmm,” Lina hanya berguman. Entah kenapa melihat ketulusan dari Alex ia seakan tidak tega mengutarakan niatnya. “Lina, aku minta maaf dengan tulus. Setelah kau tidak pernah lagi menghubungiku, aku merasa sanga tersiksa. Setiap hari aku memikirkanmu, dan aku sadar kalau sepertinya aku tidak bisa hidup tanpamu. Aku mohon maafkan aku dan kita kembali memperbaiki hubungan kita, kau mau kan?” hati Lina tersentuh mendengar ucapan Alex yang terdengar tulus di telinganya. Tapi apakah itu benar?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD