Diselamatkan

1145 Words
“Ba-baik! Tapi lepaskan dulu tanganku!” Rintih Alex karena merasa tangannya akan patah. “Sudah saya bilang, tanganmu akan patah kalau kau tidak mengatakan di mana Lina berada,” suara Rizal bagaikan sembilu yang menusuk telinga Alex apalagi ditambah rasa sakit yang ia terima, ia semakin panik dan tegang. ‘Sial, orang ini sangat kuat!’ keluhnya dalam hati. “Ba-baiklah, akan kutunjukkan,” Alex menyerah karena sakit yang luar biasa di bagian tangannya. “Berdiri!” perintah Rizal. Alex pun berdiri pasrah. “Sekarang tunjukkan tempat di mana Lina berada,” ucap Rizal dengan suara dingin. Alex berjalan perlahan dan berbelok ke arah sebuah kamar. “Di-dia ada di dalam,” ucap Alex. “Buka,” perintah Rizal. “Tapi tanganku…” Alex kesusahan menggerakkan tangannya karena Rizal masih mencekalnya. Tapi Rizal kemudian membebaskan tangan Alex dan membiarkannya membuka pintu kamar itu. Saat pintu kamar terbuka, Rizal menatap ke seluruh ruangan. “Kenapa ruangan gelap begini?” tanyanya. “Di sini memang lampunya tidak ada,” jawab Alex. “Jadi kau menyekap Lina di tempat gelap begini, mana dia? aku tidak menyangka kau tega menyekap orang yang mencintaimu. Kau bahkan memperlakukannya seperti seorang tawanan. Ini sudah merupakan tindak kejahatan, kau akan dipenjara!” ucap Rizal. Mendengar itu Alex menjadi tegang, hal itu juga yang sedang ia pikirkan. “A-aku tidak sengaja menyekapnya, dia menolak berhubungan denganku lagi dan aku terbawa emosi!” Alex memberikan alasan. “Jangan banyak bicara, sekarang katakan padaku kenapa Lina tidak ada di kamar ini?” Ia kembali mencekal tangan Alex dan menyuruhnya untuk menggunakan cahaya senter untuk mencari keberadaan Lina di tempat itu. “Saya yakin memasukkannya ke sini,” jawab Alex. “Cari dia sekarang!” Rizal mendorong tubuh Alex ke depan dengan kasar. Mereka pun mencari Lina dan setelah beberapa saat mencari, ternyata Lina ada di lantai sedang meringkuk tertidur kedinginan. Perasaan Rizal terenyuh dan sedih. Ada rasa sesak yang tiba-tiba terasa di dadanya. “Lina…” Rizal menghampiri Lina dan mengangkatnya dengan perlahan lalu membawanya ke luar. Alex mengikutinya dari belakang dengan perasaan tidak karuan. Begitu sampai di depan pintu, Rizal menoleh ke arah Alex. “Ini adalah peringatan terakhir, jika kau masih saja mengganggu Lina atau berani melakukan hal ini lagi padanya, kau akan membusuk di penjara!” ucap Rizal dengan tatapan tajam dan dingin lalu keluar dari pintu. Rizal perlahan memasukkan Lina ke dalam mobil dan mendudukkannya di jok depan disampingnya. Wanita itu tampak tertidur pulas. Rizal belum yakin apakah Lina benar tertidur atau ia malah pingsan. Rizal kembali memeriksa pergelangan tangan Lina, dan keningnya untuk mengecek suhu tubuh. “Ini aneh, nadinya normal tapi suhu tubuhnya sangat rendah.” Gumannya sambil menyelimuti tubuh Lina dengan selimut yang tersedia. Sebenarnya selimut itu adalah untuk Winda, kekasihnya. Winda sangat suka memakai selimut di dalam mobil sehingga Rizal selalu menyiapkan untuknya. Tapi karena situasi mendesak dan Lina sangat membutuhkan selimut itu, Rizal pun meminjamkannya. Mobil melaju membelah malam. Di dalam mobil, Rizal dengan penuh perhatian menahan kepalanya agar tidak terjatuh. Hingga mobil masuk ke dalam pekarangan luas rumah tuan Kizara. Rizal dengan cepat keluar dari mobil kemudian mengangkat tubuh Lina yang masih tertidur. Kizara dan istrinya keluar menyambut mereka. “Ada apa dengan Lina, nak Dokter?” Tanya Yuanita dengan cepat melangkah menghampiri Rizal yang berjalan masuk ke dalam rumah. “Ceritanya panjang, Tante.” Rizal naik ke atas tangga dan menuju kamar Lina. Membaringkannya di atas kasur dan menyelimutinya. Setelah itu, mereka pun duduk di sofa di dalam kamar. “Ia di sekap oleh pacarnya,” jawab Rizal “Apa?” Yuanita terkejut bukan main, untung saja hal itu tidak mempengaruhi jantungnya. Kizara dengan cepat mengelus punggung istrinya lembut untuk menenangkannya. “Tenang ma, dengarkan dulu cerita dokter Rizal sampai selesai. “Saya juga kurang tahu detailnya, Om. Nanti kita akan tanyakan langsung dengan orangnya. Tapi, saya minta Om dan Tante tanyakan pelan-pelan, ya. Takutnya hal itu akan membuatnya stress lagi,” pesan Rizal. “Kami memang sudah salah mendidik Lina, kami memberinya kebebasan atas dasar kasih sayang, tanpa menyadari jika hal itu ternyata membuatnya terjerumus ke arah yang salah.” Kizara terlihat sangat menyesali semua yang terjadi. “Semua yang sudah terjadi tidak perlu disesali. Hal yang perlu di lakukan adalah memperbaiki sebelum terlambat. Om dan tante harus bersyukur karena Lina masih mau sembuh, dibandingkan dengan anak-anak lain yang sudah benar-benar hancur dan tidak tertolong lagi karena pergaulan,” tutur Rizal, jika dibandingkan dengan mereka, kondisi Lina masih lebih baik. “Iya, dokter. Yang kau katakan itu benar. Kita hanya perlu memperbaiki. Terima kasih sudah membantu,” ucap Kizara mengangguk paham. “Iya, sama-sama Oma.baiklah, kalau begitu saya pamit dulu,” ucap Rizal sembari beranjak dari sofa. Kizara mengantarnya keluar sedangkan Yuanita menunggu di dalam kamar sambil menjaga Lina. “Maafkan Mama karena terlalu memanjakanmu, sayang. kau hampir celaka itu karena mama, mama yang salah,” lirihnya lalu mencium kening sang putri dan membenarkan selimutnya. Lina berjalan seorang diri di jalan setapak yang sunyi. Dari arah depan ia melihat seseorang yang sedang berjalan ke arahnya. Semakin lama orang itu semakin terlihat jelas sampai akhirnya ia tahu kalau orang itu adalah seorang wanita. “Kau adalah anakku, putri kandungku . Kau harus ikut denganku!” Lina terkejut, wanita itu berusaha mendekatinya, menangkap pergelangan tangannya dan memeluknya tapi Lina menghindar. Ia merasa ngeri karena wanita itu terus menerus ingin memeluknya. Sampai akhirnya ia menjadi emosi dan mendorong wanita itu hingga jatuh tersungkur. Dengan nafas yang tersengal, Lina mencoba berlari ingin meninggalkan tempat itu tapi kakinya seperti melekat kuat di tempatnya. “Kau sebentar lagi akan meninggalkan apa yang kau miliki dan ikut denganku, karena kau adalah milikku!” “Tidaaaak….!” Lina membuka mata dengan keringat yang membasahi keningnya. Jantungnya bergemuruh, nafasnya tersengal. “Apa? aku ada di kamarku? Perasaan aku masih ada di dalam ruangan remang tapi sekarang aku sudah berada di kamar kesayanganku? Ah syukurlah, itu semua hanya mimpi.” Gumannya, ia tiba-tiba merasa sangat senang karena ternyata ia masih berada di rumahnya. Tapi setelah itu ia kembali terdiam, ia kembali memikirkan tentang mimpi yang barus aja ia alami. Itu terasa sangat nyata dan membuatnya merinding. Kenapa ia bisa bermimpi aneh seperti itu? siapa wanita yang mengaku-ngaku sebagai ibu kandungnya? Bukannya ibu kandungnya adalah Yuanita Kizara? Atau apakah memang selama ini dirinya hanya seorang anak angkat? Jika ternyata yang dikatakan wanita itu benar, maka tentu saja ia akan kehilangan semua kemewahan yang ia rasakan. “Tidak! aku tidak ingin pergi ke mana-mana. Aku hanya akan tinggal di sini, tidaaaak….!” Tiba-tiba ponselnya berdering, “ Halo?” degan cepat ia mengangkatnya “Halo, kau sudah sadar? Ah syukurlah. Bagaimana perasaanmu?” suara lembut dan kokoh Rizal seketika menghangatkan hatinya. Ia tahu kalau Rizal hanya memperlakukannya secara profesional tapi Lina mulai mengartikan lain. “Sudah sedikit agak baikan, dok. Tapi semalam aku mimpi buruk, aku ingin bicara, bisakah kita bertemu di laur jam kerjamu? Dok?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD