Bidadari

1055 Words
Penuturan Lina terasa menyesak di dalam hati Rizal, entah kenapa kalimat itu membuatnya marah. Bisa –bisanya ia berpikir untuk pergi dan meninggalakan kedua orang tuanya. Padahal jika dipikir-pikir ia tidak punya hal sam sekali untuk mengintervensi segala keputusan Lina. tugasnya di sini adalah bagaimana ia bisa menyembuhkan Lina degan cepat sesuai harapan. Sadar akan reaksinya, Rizal berusaha menormalkan perasaannya lagi. “Apa maksdumu? Kau ingin pergi dari rumah dan meninggalkan kedua orang tua yang membesarkanmu, Lina kau akan membuat mereka semakin menderita,” ucap Rizal tak habis pikir. “Dokter, itu masih berupa rencana. k Kitaa tahu rencana kan bisa berubah. Itu kemungkinan akan aku lakukan setelah mencoba saran dokter, jika semua yang dokter sarankan itu tidak berhasil, makan kemungkinan aku akan melakukannya. Aku akan pergi dari semua orang, jauh dari mereka agar tidak ada lagi kesulitan yang diakibatkan oleh keberadanku. Jika aku pergi, tentunya wanita itu tiak bisa mengancamku lagi, an orag tuaku pastinya akan terluka setelah menydai jika aku pergi. Tapi mereka hanya merasakan kesedihan hanya sebatas itu saja, setelah bertahun-tahun, mereka akan lupa dan mendoakanku agar bahagia di manapun aku berada. jika dibandingkan aku tetap berad disekitar mereka , dan terus melihat anak dari musuhnya hidup senang, mereka pasti akan semakin terp[uruk dalam penyesalan, itu sama saja membunuh mereka pelan-pelan. Itu yang akan terjadi jika aku tetap berada di sekitar mereka setelah mereka tahu yang sebenarnya.” Tutur Lina panjang lebar. Entah kenapa, baru menceritakan hal itu saja sudah hatinya sakit, apalagi kalau hal itu benar-benar terjadi. Rizal menghela nafas dalam. “Lina, percayalah semua kekhawatiran itu, tidak akan terjadi. justru sebaliknya. Jika kamu pergi meninggalkan orang tuamu, mereka akan sangat sedih. Ibaratkan misalnya, anggaplah mereka tahu. Mereka kemungkinan akan marah, sedih dan sakit hati. tetapi aku yakin, perasaanya mereka itu tidak akan lama. mereka terlalu mencitaimu untuk lama membencimu. Bahkan, aku berani taruhan kalau merka apalagi ibumu tidak akan membercimu. Seiring dengn berjalannya waktu, mereka akan menerima kembali kedalam pelukannya. Aku juga yakin mereka tidak akan marah terlalu lama kepadamu. jika kau meninggalkannya di saat terpuruk mereka, sudah bisa dipastikan mereka akan semakin terpuruk dan akhirnya kau bsa tahu akhirnya akan seperti apa, Lina. jadi, aku sarannkan kau tidak boleh menggunakan idemu itu.” ucap Rizal. Lina terdiam, ia juga sebenarnya ingin pergi. Tapi mengingat nanti cintanya akan semakin besar terhadap Rizal, maka mau tidak mau sepertinya ia harus mengambil langkah itu untuk pergi dari cintanya. “Yah, kita lihat saja nanti, Dokter. Semuanya kan hanya rencana. Jika nanti semuanya baik-baik saja tanpa perlu itu semua, setidaknya aku sudah memikirkan hal yang terbaik menurutku,” ucapnya lalu lalu terdiam. Rizal pun ikut terdiam, tampak keduanya terlarut dalam pikiran masing-masing untuk beberapa lama sebelum Rizal membuka suara. “baiklah, sepertinya waktu konselingmu sudah bias diakhir di sini. semuanya ada pada keputusanmu saja, aku hanya menyarankan yang terbaik menurut kaca mata pengalamanku. Tapi jika pada akhirnya kau akan pergi, itu sudah menjadi keputusanmu, tapi aku berharap sebelum kau melakukan itu, pikirkanlah dengan matang,” ucap Rizal . “Aduk, dokter. Kenapa kau serius sekali? aku bilang ini hanya opsi terakhir kalau memang sudah tidak ada lagi pilihan lain. tai kalau masih ada, aku tidak akan meninggalakan semua orang yang aku cintai … termasuk…” “Termasuk Dokter” tentu saja kalimat kedua ia utarakan hanya dalam hati saja. “Termasuk apa? kenapa kau tidak meneruskan kalimatmu?” tanya Rizal penasaran, gadis ini mulai membuatnya penasaran. “termasuk… siapa ya? ya.. pokoknya termasuk semua orang yang aku sayangi, itu saja intinya seperti itu saja,” jelasnya. Ia tidak mungkin jujur jika kata termasuk itu ditujukan untuk pria yang penasaran yang ada di hadapannya ini. sudah cukup ia menginjak-injak harga dirinya mencintai pria yang sudah bertuangan dan asngta mencintai tunangannya itu. sebenarnya apa yang ia harapkan dengan perasaanya itu? hanya rasa sakit yang tidak berujung. “Oh, ya sudah kalau begitu.” Rizal kemudian melihat jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. sebenarnya sudah saatnya Rizal pergi menghadiri acara reuni pentingnya itu karena selain mereka bertemu kembali dengan teman-teman semasa sekolah atau kuliah, tentunya acara seperti itu juga akan memperluas kesempatan kerja sama dan bisa memjukan bisnis mereka. dan gara-gara dirinya, dokter Rizal kehilangan kesempatan berharga itu. Lina menjadi semakin bersalah. Lina menatap Rizal yang sedang sibuk dengan ponselnya, sebaiknya ia harus pulang sekarang. Toh, pembicaraan mereka sudah selesai. “E..Dokter, sebaiknya aku pulang sekarang. maaf kalau selalu merepotkanmu,” ucapnya pamit. Ia pun beranjak dari tempatnya dan berjalan. “Ah, Lina tunggu sebentar!” “Iya, Dok?” Lina menghentikan langkahnya. Rizal beranjak dari duduknya dan menghentikan langkahnya. “Eh, sepertinya saran yang membuat aku tertawa tadi, aku butuhkan sekarang. jadi maukah kau menemaniku untuk menjadi pasanganku malam ini?” Deg Jantung Lina kembali berdetak kencang, gemuruhnya seakan bertalu-talu. Apakah ini mimpi? Dokter Rizal mengajaknya untuk datang ke reuni untuk menjadi pasangannya? Oh rasanya tidak mungkin, Tuhan. Apakah ini anugerah atau sebaliknya ujian yang harus aku hadapi untuk menyiapkan mentalku kedepannya. Tapi apapapun itu, tidak boleh ia buang kesempatan emas langkah ini. “Oh, apa dokter yakin? Tadi kan Dkter bilang…” “Ah iya, tapi setelah aku tanyakan lagi ke mereka, katanya aku boleh membawa pasangan apa saja asalkan pasangannya itu wanita. Jadi aku pikir, kau bisa membantuku, bagaimana?” Rizal memintanya sambil menebar senyum indahnya itu, bagaiman Lina tidak meleleh. “Oh, boleh, dokter. Aku pasti akan membantu sebisaku,” Jawab Lina dengan wajah yang sedikit merona. Ia berusaha keras untuk menekan rasa bahagianya yang meluap-luap sekarang. Andaikan ia sedang sendiri, tentunya ia sudah berteriak kencang. “baiklah, tunggu apa lagi. kau harus bersiap,” ucap Rizal. “Berarti aku harus pulang dulu ke rumah.” "Tidak perlu, di bawah ada beberapa butik dan salon. Kau bersiap di sana saja.” ucap Rizal. “Oh, aku baru tahu, apartemen ini lengkap juga, ya? ya sudah kalau begitu,’ ujat Lina. Meeka pun keluar dari apartemen dan berjalan menuju lift. Sesampainya di butik, Rizal pun menemani Lina untuk memili gaun yang menurutnya cocok untuk acara semi formal itu. tentunya di butuhkan pakaian yang juga tidak terlalu resmi. Rizal tidak kesulitan memilihkan baju untuk Lina karena Lina ternyata tahu banyak tentang fashion. Rizal menungggu di kursi tunggu sementara Lina sedang mengganti pakaiannya dengan gaun yang tadi mereka pilih. "Bagaimana?” Rizal mengangkat wajahnya dan menatap seorang bidadari cantik dari kahyangan sedang tersenyum padanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD