Kekaguman sementara

1114 Words
“Dokter, bagaimana gaunnya? Kenapa diam saja, gak cocok, ya? padahal aku pikir ini sudah pas, tapi sepertinya belum , ya? Kalau begitu aku akan ganti baju.” “Tunggu…!’ Lina terkejut, jantungnya kembali bergemuruh, kenapa setiap suara dan tindakan tiba-tiba dokter ini selalu membuat jantungnya bekerja keras? Tangan dokter Rizal memegang pergelangannya menahan langkahnya. Lina menatap tangannya itu lalu menatap Rizal yang kini sedang menatapnya lekat. ‘Ke-kenapa pria ini menatapku seolah ia terpesona denganku, dia tidak tertarik padaku karena aku memakai gaun ini, kan?’ gumannya dalam hati. “Jangan, jangan kau ganti. Ini sudah sangat sempurna untukmu. Kau tahu, kau adalah gadis tercantik yang pernah aku lihat.” Puji Rizal sambil tersenyum. Tak pelak, pujian itu membaut wajahnya merona, dadanya bergemuruh tak karuan. Sungguh, pujian yang ia dengar seakan membawanya ke cakrawala dan bermain di anatara awan putih nan indah. Tapi tentu saja, ia sekuat tenaga menyembunyikan semua emosi itu dan bersikap biasa-biasa saja. “Wah,. Dokter. Kalau kau memujiku sampai seperti ini, bisa-bias aku tidak bisa tidur semalaman. Sudah, jangan menatapku lagi, nanti aku bisa salah paham menganggapmu tertarik padaku,” seloroh Lina. Rizal tersenyum, ia pun melepas pegangan tangannya dan kembali ke tempat duduknya. ‘Ah, itu memang benar jika seandainya aku tidak bersama Winda. Tapi aku pria setia jadi hanya kekaguman biasa, seperti jika aku melihat artis di televisi. Dan itu hanya sebatas hari ini saja. Jika Winda tidak ada, kemungkinan aku bisa saja tertarik padamu,” tutur Rizal. “Ah, dokter. Kau selalu membuatku malu saja,” hanya kalimat itu yang bisa mengimbangi ucapan berbahaya Dokter tampan itu. “Ok, gaun sudah, kita lanjut ke salon. Acaranya akan berlangsung jam 8 malam, mungkin kita akan sedikit terlambat tapi tidak apa, kita bisa langsung makan saja di sana, kan? ayo kita pergi,” ajak Rizal sambil berjalan mendahului Lina yang mengikutinya dari belakang. ‘Huh… seharusnya dia menggandeng tanganku, kan? mana jalannya cepat lagi. Ah, apa yang aku pikirkan, peranku kan hanya ,menolong, kenapa aku jadi baper sendiri, dasar aku ini…’ “Dokter tunggu…!” serunya sambil mempercepat jalannya. Di salon, Lina pun didandani dengan polesan makeup minimalis sesuai dengan keinginan Lina. “Kamu artis, ya? baru kali ini seorang artis datang ke salonku, loh.. pacarmu juga tampan sekali, kalian serasi,” puji pemilik salon itu, kebetulan ia sendiri yang menangani Lina atas permintaan Rizal. “Ah, bukan, kok. Aku orang biasa. Dia juga bukan pacarku, dia dokterku,” jawab Lina sabil tersenyum canggung. Andai ucapan pemilik salon itu benar. barapa bahagianya. “Oh, maaf kalau begitu. Aku pikir kalian pasangan.” Wanta itu pun melanjutkan pekerjaannya tanpa bersuara lagi. tak lama, Lina pun keluar dan menemui Rizal yang duduk menunggunya di kursi lobi. “Ayo, dokter, kita langsung berangkat saja,” ucap Lina. Saat melihat Lina, lagi-lagi Rizal terpana. Gadis cantik ini begitu sangat sempurna, gaun berwana pink yang membalut tubuh tinggi indahnya dengan rambut di gerai rapi dengan polesan sederhana tapi elegan, membuat Rizal berkali-kali memujinya dalam hati. Seketika itu juga, rasa posesifnya muncul. Karena gaunnya sedikit terbuka di bagian bahu, Rizal pun membuka jasnya dan menutupi tubuh Lina. Lina hanya bisa menatap Rizal dan menikmati perhatian manis itu dengan perasaan yang berbunga-bunga. Tuhan, ini perasan ini memang tidak boleh ada, tapi biasalah aku merasakan ini sebentar saja? “Ayo, kita berangkat.” Rizal pun menggandeng tangan Lina dan keluar dari menuju mobil yang sudah menunggu mereka di depan. setelah Lina masuk, Rizal pun masuk ke mobil dan melajukan kendaraannya menuju lokasi. Di dalam mobil, Lina terlihat sedikit gelisah. Ia jadi memikirkan, akan bagaimana respon orang-orang saat melihatnya nanti. Pasti orang-orang di sana itu terpelajar seperti dokter Rizal, sedangkan dirinya hanya tamat sekolah menengah. Pasti akan terlihat jelas perbedaanya nanti. Apakah ia bisa membaur dengan mereka tanpa rasa canggung atau malah nanti akan mempermalukan dokternya ini. “Kenapa gelisah begitu?” rupanya Rizal menyadari kegelisahannya. “Ah, aku hanya sedikit gugup dokter. Aku khawatir nanti di sana aku tidak bisa membaur dengan orang-orang. Aku kan hanya lulusan SMA, nanti aku jadi membuatmu malu di sana,” ucap Lina merendah. “Kau ini bicara apa, sih? Tidak ada yang seperti itu di sana. kita berkumpul bukan untuk saling memamerkan pendidikan, kita di sana hanya saling sapa dan cerita santai saja. Tapi acaranya sedikit ada aturan untuk membuat semua terorganisir dengan baik. Di bagian itu aku yang mengusulkan. Pengalaman tahun sebelum nya, pesat tidak terkendali sampai-sampai ada yang berkelahi. Di sini juga tidak ada alkohol. Jadi hanya berbagai menu pilihan, kita buat acara seperti acara konglomerat yang sudah berumur. Padahal kita-kita yang ada di sana itu masih pada berumur 23 – 30an. Jadi tidak perlu khawatir. ini murni acara santai biasa.” Rizal menyentuh pundaknya untuk menenangkan Lina pun tersenyum meskipun hatinya masih was-was, “Mobil masuk ke pekarangan sebuah kafe mewah, Rizal memarkirkan mobilnya lalu turun. Ia membuka pintu untuk Lina dan berjalan masuk ke dalam sambil bergandengan tangan. Pintu terbuka dan mereka pun masuk. Semua mata pun tertuju pada mereka, untuk sesaat mereka tidak mampu berkata-kata. Seakan tersihir oleh pemandangan di depan mata mereka. Betapa tidak, mereka melihat sepasang manusia yang begitu indah luar biasa. Mereka tampan dan cantik, sungguh pemandangan yang sangat indah. Lina semakin mengeratkan pegangan tangannya di lengan Rizal sedangkan pria itu menenagkannya engan menyentuh engan lembut tangan halus itu, Rizal bahkan berbisik di telinga Lina. “Jangan gugup, santai saja…” Semua yang melihatnya tentu saja menganggap mereka sedang di mabuk asmara karena terlihat begitu mesra. “Hai… ini dia bintang tamu kita. Kita sudah menunggumu sejak tadi, bro,” ucap seorang pia yang langsung berdiri begitu melihat dirinya dan Lina masuk. “Kau Jangan berlebihan lah, hai.. halo… apa kabar…/’ Rizal pun menyapa satu persatu orang-orang yang ada di sana. “Bro, pasanganmu yang baru, ya? dia sangat cantik. Aku pikir kekasihku saja yang paling cantik, ternyata dokter Rizal ini punya yang lebih cantik.” pria itu terlihat sedih. Dengan ujung matanya tidak berhenti melirik Lina yang hanya duduk kikuk di samping Rizal. “Heh, jangan bicara sembarangan, kita tahu kalau gadis ini sepupu dokter Rizal, jadi jangan macam-macam kamu,” tegur salah satu pria lain. “Oh ya, aku kira beneran pengganti Winda, upss. Sori.” Pria yang sejak tadi berceloteh itu seketika bungkam karena merasa telah salah bicara, ia menutup mulutnya sembari meminta maaf. “Hei, Rudi. Apa kau mau mengacaukan acara ini dan membuat kita semua canggung? Sebaiknya kau diam!” kali ini pria yang tadi menegur Rudi berbicara dengan keras. Sehingga suasana menjadi tegang. “Sudahlah, kita lupakan saja. kalian mengundangku bukan untuk mempermalukan ku, kan? sebaiknya kita lanjutkan acar ini saja.” ucapnya sambil mengelus tangan Lina untuk menenangkannya karena melihat gadis itu sudah terlihat semakin tegang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD