Perubahan mengejutkan

1089 Words
Mobil masuk ke halaman tempat pusat kebugaran, jantung Laura semakin berdetak kencang. Rudi memarkirkan mobilnya, ia hendak turun dari mobil tapi Laura menahannya. “Eh, Rudi. Jangan turun dulu!” cegah Laura. “Loh, kenapa? kita sudah sampai. aku sepertinya sekalian ingin coba nge-gym di sini, tempatnya bagus,” puji Rudi. “Iya aku tahu, tapi tunggulah sebentar lagi. Sepertinya jantungku tidak mau tenang ini. bagaimana kalau Liana…” Cup… Rudi mengecup bibir Laura, ia menatap pujaan hatinya itu dengan tatapan dalam. Wajah Laura pun memerah mendapat perlakuan manis tiba-tiba seperti itu. Rudi lalu menyentuh bibir itu dengan jarinya, mengusapnya dengan lembut. “Bibir ini rupanya tidak mau diam, selalu saja berucap yang tidak-tidak. Bagaimana kalau ini… bagaimana kalau itu, bisakah kau hadapi saja dan tidak banyak berpikir, Laura? Begini saja, kau jangan berharap lebih darinya dulu, biarkan hatimu tidak berharap apa-apa dengan pertemuan ini. Agar, jika kau menerima penolakan lagi, kau sudah siap dan tidak akan merasa sakit. Aku akan di sini saja menunggumu, kau turun dan temui dia, bicara dari hari ke hati dan ingat, jangan buat dia marah dengan mengatakan hal yang ia tidak sukai. Kau paham, kan?” tutur Rudi. Laura menatapnya tak berkedip, wanita itu lalu mengangguk patuh. “Iya, aku mengerti,” jawabnya. Setelah itu ia pun memeluk Rudi sekali lagi untuk menguatkan hati. Betapa peran Rudi selama ini sungguh besar terhadapnya, pria ini selalu menunjukkan sikap yang membutanya terhanyut. Tapi entah kenapa, ia masih saja tidak bisa membuka hati sepenuhnya. “Terima kasih banyak Rudi, jadi aku keluar sekarang, ya?” “Kalau kau sudah merasa yakin,” ucap pria itu. Laura terlihat menghela nafas dalam setelah itu ia pun keluar dari mobil. Rudi melihat Laura berjalan masuk ke dalam dan menghilang di balik pintu. Dengan jantung yang kembali berdetak kencang, Laura terus berjalan masuk melihat orang-orang yang sedang melatih raga untuk tetap sehat. Ia terus berjalan mencari keberadaan Lina karena ia yakin, putrinya itu ada di tempat ini. Beruntungnya, setiap ruangan hanya di batasi oleh dinding kaca tembus pandang sehingga ia tidak repot lagi membuka satu-persatu pintu di setiap ruangan. Ia pun terus mencari sampai pada akhirnya ia menemukan sosok yang ia cari. Laura membeku menatap takjub ke arah sosok yang terlihat duduk bersila dengan anggunnya. Gadis itu memejamkan mata dan tampak fokus. Indah sekali pemandangan yang ada di depan matanya itu. Ia sungguh tak percaya, gadis ini adalah putrinya. Wanita rendah sepertinya bisa memiliki putri secantik itu, sungguh menakjubkan. “Putriku…” gumannya. Ia pun melangkah menghampiri pintu kaca dan hendak membukanya tapi, keraguan seketika menyergap benaknya. Apakah ini waktu yang tepat untuk berbicara padanya? Apakah putrinya akan menatapnya dengan ramah atau sebaliknya, Liana akan mengusirnya bahkan mendorongnya dengan kasar seperti saat itu? Laura hanya berdiri menatap putrinya tanpa bergerak, ia tiba-tiba dihantui pikiran-pikiran itu. Ia takut Liana akan mengusirnya dan kembali memintanya untuk tidak lagi menemuinya. Ia tersentak saat melihat putrinya membuka mata dan tanpa sengaja tatapan mata mereka bertemu. Laura buru-buru membuang pandangannya, ia masih berdiri di situ tanpa berani menatap kembali. Sedangkan Lina yang juga terkejut karena melihat wanita itu tiba-tiba ada di hadapannya tentu saja mulai kesal. Ia pun menghampiri wanita itu menatap ke arahnya dengan tatapan tidak suka. Tapi ada yang aneh dengan wanita ini, ia terlihat berbeda. Ia juga tidak terlihat congkak seperti sebelumnya, dan penampilannya terlihat lebih sopan. Ia juga tidak lagi berani menatapnya dengan terang-terangan seperti dulu meskipun masih berani menguntitnya sampai kemari. Apakah wanita ini yang benar-benar yang telah melahirkannya? Jika memang demikian, apakah pantas ia bersikap acuh terhadapnya? Laura merasa putrinya berdiri dekat dengannya, karena ia sedang dalam posisi tertunduk ia tidak bisa melihat mimik wajah Lina yang tampak sedih untuk beberapa saat, ia pun memberanikan diri mengangkat kepalanya, ia terpana karena ternyata putrinya masih menatapnya dari balik dinding kaca. Mereka berdiri berhadapan seakan dekat tanpa jarak, hati dan pikiran mereka mencoba saling terpaut untuk menghubung tali yang terputus. Mereka meraba perasaan satu sama lain, mencoba masuk di celah tersempit untuk menetap. Mata mereka saling menatap, seolah mencari pengakuan atas kenyataan yang terungkap. Tangan Laura bergerak menempel ke dinding kaca seolah ingin menyentuh wajah cantik putrinya itu, tapi hanya sebatas itu yang ia berani lakukan pada anak yang tidak mau mengakuinya ini. Ia sudah merasa lebih dari cukup. Bisa berdiri dekat dengan putrinya tanpa penolakan, sudah mampu membuatnya sangat bahagia. biaralah seperti ini saja. Tapi di luar dugaan, tangan Lina juga terangkat dan bergerak menempel di dinding tepat di tangan Laura berada. Laura terkejut, hatinya berdesir. Air matanya luruh bahagia karena melihat reaksi tak terduga putrinya. Meskipun tatapan Liana masih dingin, tapi ini sudah cukup membutanya sangat berterima kasih kepada Tuhan karena telah menggerakkan sedikit hati putrinya ini. “Liana…” bibirnya bergerak menyebut nama putrinya. Tapi gadis itu tiba-tiba pergi begitu saja meninggalkannya dengan setumpuk harapan indah. Laura hanya bisa menatap Liana pergi hingga menghilang di balik pintu. Laura senang bukan main, ini sungguh peningkatan yang sangat bagus. Ia juga tidak mengira putrinya akan meresponnya dengan baik. Walaupun hanya sekedar gerakan tangan yang terhalang dinding, ini sudah merupakan awal pertanda baik. Rudi benar, semua akan berjalan dengan baik jika ketulusan menyertai usaha kita. Ia berharap setelah pertemuan ini, Liana akan semakin baik dengannya. Laura pun berjalan menuju pintu keluar dan masuk ke mobil Rudi. “Oh, kau sudah datang? Bagai..ah…” Rudi tidak melanjutkan ucapannya karena Laura telah memeluknya dengan begitu erat. “Aku bahagia… sangat bahagia, Rudi,” ucapnya bersemangat. “Oh ya, apa kau berhasil meyakinkan putrimu?” tanya Rudi penasaran tapi Laura menggeleng. “Terus, ada apa ? kenapa kau terlihat begitu sangat bersemangat begini?” “Ah, pokoknya hari ini aku bahagia, itu saja. Ayo kita jalan saja, aku ingin minum alkohol untuk merayakannya, ayo…!!!” serunya. Rudi hanya bisa tersenyum sambil menggeleng melihat tingkah Laura yang kadang seperti remaja. Jika Laura terlihat sanga bahagia, lain halnya dengan Lina. Ia terlihat sedang berada di dalam ruangan ganti dan terduduk tak bergerak di sana. Tatapannya kosong. Sebenarnya ada apa dengannya? kenapa setelah melihat wanita itu hati yang dulunya sangat membenci kini berubah hangat. Hatinya bahkan terasa sakit saat melihat air mata wanita itu mengalir. Ia seperti ingin memeluk dan menenangkannya. Kenapa hatinya bisa berubah begitu saja? Seharusnya juga tetap membenci wanita itu, kan? ia wanita jahat yang telah mencampakkan dirinya, ia yang telah menghancurkan kehidupan orang tua yang membesarkannya dengan menculik anak kandung mereka? seharusnya ia tetapi murka, bukan malah seperti ini? “Ada apa denganmu Lina, sadarlah. Dia itu wanita jahat. Jangan berbelas kasih padanya, tetap benci dia karena dia pantas mendapatkannya!” hatinya berteriak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD