Wanita Terakhir Untukmu itu Aku

1211 Words
Leo terlihat fokus menyetir dan menatap lurus ke arah jalan, namun pikirannya masih ada dalam pusaran bayangan Lina. Apa yang telah ia janjikan kepada gadis itu sekarang menjadi beban pikirannya. Bagaimana ia harus meyakinkan kedua orang tuanya, terutama ibunya yang perfeksionis itu menyangkut masalah ini, dan yang terpenting bagaimana ia harus mengakhiri pertunangannya tanpa membuat kedua calon mertuanya tersinggung. Semua itu terus berputar dalam benaknya membuatnya menarik nafas panjang. Mobil memasuki halaman sebuah rumah mewah yang luas dan berhenti tepat di depan teras. Leo turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah. “Hai, Sayang…” tiba-tiba terdengar suara sapaan wanita. Ia menoleh ke arah sofa di ruang keluarga, dan melihat seorang wanita cantik berambut sebahu sedang tersenyum ke arahnya. “Hei, sayang. Kau sudah lama?” Leo menghampiri wanita itu dan dengan tanpa ragu Leo mencium bibirnya, padahal kedua orang tua Leo berada di sana, mereka berdua tidak malu untuk memperlihatkan kemesraan mereka. “Ehm… kalian ini, Mama sama Papa masih ada di depan kalian, loh. Dasar…” ucap sang ibu menegur keintiman keduanya yang seakan tidak tahu tempat. “Hai, Ma..Pa.. maaf, soalnya kalau Lihat Ayudia, aku selalu saja kehilangan kontrol,” ucap Leo memberi pembelaan. “Makanya kalian nikah cepat, supaya Mama sama Papa bisa menimang cucu…” ucap sang ibu. Leo dan Ayudia hanya saling menatap lalu tersenyum. “Baiklah, aku ke kamar dulu, mau mandi. Oh ya sayang, kau tunggu di sini saja dulu, ya. Nanti kita bicara lagi,” ucap Leo saat Ayudia terlihat hendak mengikuti Leo naik ke atas kamarnya. “Oh, ba-baiklah kalau begitu.” Ayudia kembali mengurungkan niatnya kemudian duduk lagi. Kedua orang tuan Leo hanya tersenyum. Leo masuk ke dalam kamar dan sengaja mengunci pintunya hanya untuk jaga-jaga. Ia tidak menyangka tunangannya akan datang, seandainya ia tahu, ia tidak akan pulang lebih awal dari tempat pusat kebugaran itu. Sebenarnya tidak ada masalah dengan kedatangannya, tapi yang merepotkan adalah ia harus terus berakting romantis dengan tunangannya ini untuk memastikan kedua orang tuanya yakin kalau hubungan mereka seperti yang terlihat. Segera ia masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya yang gerah sehabis berolah raga. Setelah keluar dari kamar mandi, ia pun memakai pakaian santai dan duduk sejenak di sofa sambil meneguk segelas wine yang tersedia di atas meja. Pintu diketuk dari luar dan ia tahu siapa yang sedang mengganggunya itu. Dengan malas ia beranjak dari sofa dan berjalan perlahan menuju pintu. Pintu terbuka, ternyata seorang pelayan. “Tuna Muda, makan malam sudah siap, Tuan besar dan nyonya meminta untuk makan malam bersama,” ucap pelayan itu memberitahu. “Oh, iya, Bi. Sampaikan ke Papa, sebentar lagi aku turun,” ucap Leo. “Baik, Tuan muda.” Pelayan itu pun pergi. Sementara itu di meja makan kedua orang tua Leo sudah berkumpul. Ayudia juga tentunya sudah berada ditengah-tengah mereka. Leo muncul dengan senyum hangatnya, ia langsung duduk di dekat sang ibu. “Ayo, kita mulia makannya,” ucap sang ibu menawarkan. Semuanya mengangguk dan mulai menyantap makanan. Suasana di meja makan terlihat hangat. Ayudia terlihat nyaman berada di tengah-tengah keluarga Leo. “Sudah lama, ya. Kita tidak diner seperti ini,” ucap sang ayah. Pria putih berkumis itu menatap ke arah Leo yang sejak tadi masih terdiam. “Iya, Om. Terakhir kali kita makan sama-sama kan sekitar 6 bulan lalu,” komentar Ayudia. “Iya, lama juga, ya? tante jadi berpikir bagaimana kalau kita sering-sering adakan dinner bersama seperti ini. Kalau bukan di restoran ya di rumah saja. setuju gak Leo?” ucap sang ibu kemudian mengalihkan pertanyaan kepada putranya yang sejak tadi terdiam. “Leo… kamu mikirin apa, sayang?” sang ibu menegur. Saat sadar jika perhatian semua orang sudah tertuju padanya, ia pun menjawab. ‘Ah, bukan apa-apa , kok, Ma. Lanjut saja,” ucap Leo. “Lanjut bagaimana, sih maksudmu itu? Mama kan nanya bagaimana kalau mulai minggu depan kita adakan diner bersama setiap minggu? apa kau setuju?” tanya sang ibu mengulangi pertanyaannya. “Oh, tentu saja. Kenapa tidak. terserah Mama saja bagaimana baiknya,” ucap Leo meminum segelas air putih dan mengakhiri makannya. “Loh, sayang makannya kok sedikit sekali,” tegur sana ibu. “Maaf, aku sudah kenyang. Kalian lanjut saja makannya. Aku mau merokok dulu, permisi…” ucap Leo lalu beranjak dari duduknya. Ketiga orang yang masih sedang menyantap makanan hanya bisa menatapnya dengan penuh tanda tanya. Wajah Ayudia terlihat sendu, tapi gadis itu berusaha menyembunyikan perasaannya, ia hanya bisa menatap Leo pergi dari hadapannya begitu saja tanpa bisa berbuat apa-apa. Kepulan asap yang mengitari sekeliling tempat Leo berdiri menjadi saksi bisu bagaimana pria itu tampak larut dalam pikirannya. Ia terus saja mengisap rokoknya sambil berpikir bagaimana ia memulai pembicaraan dengan Ayudia. Rasa penasaran dan ketertarikan terhadap Lina yang muncul begitu saja saat melihat paras cantik luar biasa gadis itu membuatnya tak mampu berpikir logis. “Kau terlihat banyak pikiran, Leo,” tiba-tiba suara lembut Ayudia terdengar. Leo menoleh dan langsung mematikan rokoknya. “Kau seharusnya jangan langsung ke mari, aku merokok. Asapnya ini sangat berbahaya buat kamu,” ucapnya khawatir. Ayudia hanya tersenyum mendengar ucapan Leo yang selalu mengkhawatirkannya seperti itu. “Aku hanya penasaran, kenapa sikapmu tiba-tiba seperti tadi. Kau tampak banyak pikiran. Ceritakanlah padaku semuanya, siapa tahu aku bisa membantumu. Kita kan sudah berjanji akan menjadi sahabat sampai akhir nanti kita menikah,” ucap Ayudia. “Leo tersenyum dan menatap dalam ke arah wajah manis gadis itu, pria itu menghela nafas panjang. ia membuang pandangannya ke arah lain. “Sebenarnya ada hal penting yang ingin aku sampaikan padamu. karena ini menyangkut hubungan kita di masa datang, aku sangat membutuhkan bantuanmu,” ucapnya. Sebenarnya Leo berat mengatakan ini melihat tatapan tulus dan polos Ayudia yang telah banyak membantunya selama ini. “Bantuan apa itu, Leo. Katakan saja, selama ini kau tidak pernah bertanya seperti ini saat butuh bantuan, kenapa sekarang kau malah terlihat sangat terbebani, apakah ini adalah masalah besar?” Tanya gadis itu. Leo kembali menghela nafas , sungguh hal ini merupakan masalah pelik dan besar, karena nantinya akan berdampak terhadap ketenangan keluarganya. Tapi karena ia sudah tidak mampu lagi membendungnya lebih lama, terpaksa harus ia keluarkan. “Aku jatuh cinta dengan gadis lain…” ucap Leo mengungkap isi pikirannya. Mendengar itu, Ayudia terdiam beberapa saat. Ia terlihat tak berekspresi, ia itu hanya menatap Leo beberapa saat lalu membuang pandangannya ke arah lain. ia melangkah menjauh dan berdiri memandangi langit yang bertabur bintang. Leo mengikutinya lalu berdiri di samping gadis itu, ia pun ikut menatap bintang –bintang yang bertebaran seperti permata yang berkilauan. “Terus terang aku terang aku terkejut mendengar pengakuanmu itu Leo. Selama kita bertunangan, kau tidak pernah sekalipun mengatakan jika kau mencintai gadis manapun yang kau kencani. Semuanya pasti akan berakhir di ranjang setelah kau bosan, kau meninggalkan mereka begitu saja.” terang Ayudia. Ia lalu menoleh ke arah Leo dan menatapnya dalam. “Jadi aku pikir kali ini pun demikian, Karena perasaan dan tertarik dengan kecantikannya. Kau mengakui jika kau mencintainya. Tapi aku sedikit ragu akan hal itu,” imbuhnya lagi. “Kali ini aku benar-benar serius mencintainya. Aku rasa itu dia itu adalah wanita terakhirku untuk bersenang-senang,” ucap Leo. Gadis itu hanya menelan ludahnya saat mendengar Leo berkata seperti itu. “Kau salah, wanita terakhir tempatmu kembali saat kau sudah bosan bersenang-senang itu adalah aku…”

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD