Bab 13. Mulai Merasa Janggal

1138 Words
Olivia langsung menutup mulutnya saat menyadari jika dia sudah membentak Panji. Dengan tertunduk Olivia meminta maaf atas perkataannya yang tidak sopan itu. "Oliv, kamu tetap akan melakukan audit itu. Tapi tentu saja kamu akan dibantu oleh beberapa auditor senior yang telah memiliki banyak pengalaman dan sertifikasi yang bagus," ucap Panji yang tak mau dibantah. "Tapi apa kata orang-orang kalau saya yang hanya staff biasa ikut terjun dalam proses audit ini. Nanti saya dikira ada KKN sama petinggi perusahaan," sahut Olivia yang masih mempertahankan pendapatnya. "Tapi kenyataannya memang kamu kenal sama petingginya, 'kan," ucap Panji dengan nada tengil yang membuat Olivia ternganga. "Mas, bisa-bisanya mengatakan hal itu dengan santai. Situ enak kaya dari lahir jadi dapat perlindungan hukum. Nah, saya itu cuma orang dari kalangan menengah ke bawah," ujar Olivia dengan wajah kesal. "Memangnya kamu nggak kaya dari lahir?'' tanya Panji dengan heran. Dia sudah menyelidiki latar belakang keluarga Olivia dan menemukan fakta jika sang istri adalah pewaris tunggal dari Hermawan Jayatangka. Tapi mengapa Olivia berkata seakan-akan dia bukanlah putri mahkota dari perusahaan yang didirikan oleh Hermawan itu. "Kalau aku ini udah kaya dari lahir, nggak mungkin masih jadi b***k korporat, Mas. Yang tenaganya diperas bagai kuda tapi upahnya mengalahkan konten kreator yang cuma modal joget-joget doang di tok tok," jawaban Olivia yang serius membuat Panji terdiam. Dalam hatinya dia bertanya-tanya kenapa kenyataan yang dia dapatkan berbeda dengan pernyataan Olivia? Mungkin sebaiknya Panji harus mulai menyelidiki sang mertua atas kejanggalan ini. "Kalau kamu mau jadi konten kreator ya nggak masalah, hanya jadilah konten kreator yang menginspirasi untuk banyak orang. Kita jalan sekarang, hari sudah makin siang," ucap Panji saat melihat jam dipergelangan tangannya menunjuk angka 7:10. Sebenarnya masih cukup pagi dengan jam masuk pada pukul 08:30, akan tetapi kemacetan di Jakarta yang sangat parah membuat waktu tempuh menjadi 2 kali lipat lebih banyak. Meskipun Panji mengucapkannya dengan nada biasa, Olivia sangat yakin jika ada sesuatu yang menggangu pikiran pria itu. Dahi yang mengerut secara tiba-tiba menjadi penguat kecurigaan Olivia. *** Keduanya juga hanya diam disepanjang perjalanan. Ditambah kemacetan kota Jakarta yang parah pada Senin pagi ini semakin memperkuat suasana canggung diantara sepasang suami istri itu. Helaan napas Olivia lakukan, dia jenuh dengan kesunyian ini. Memandang ke luar kaca mobil malah semakin membuat moodnya semakin anjlok. Rupanya Panji mendengarnya, karenanya pria itu membuka suaranya. "Kenapa Oliv?'' "Saya hanya bosan, Mas. Heran sama Jakarta yang nggak pernah sepi dari macet," jawab Olivia sembari mendongak. Rasa pening tiba-tiba menguasai Olivia dan membuatnya tidak dapat membuka mata akibat sensasi berputar di kepalanya. Olivia tidak ingin Panji mengetahui jika dia sedang sakit atau pria itu akan menceramahinya sepanjang waktu. "Mas, saya mau tidur dulu," ucap Olivia dengan nada lirih. Panji menoleh karena merasa curiga dengan perubahan suara Olivia yang drastis. Pria itu tersentak saat melihat wajah Olivia yang pucat, keringat juga mengalir deras dari pelipisnya. "Oh s**t! Come on, jangan bercanda Olivia!" ucap Panji yang mencoba mempertahankan kesadaran Olivia dengan mengajaknya berbicara. "Aku nggak bercanda, Mas," tegur Olivia pada pria yang baru dinikahinya beberapa hari itu. Memaksa dirinya untuk tetap menjawab pertanyaan dari Panji, Olivia kembali bersuara, "Aku cuma ngantuk, Mas." Bohong! Jelas-jelas sensasi berputar itu semakin dahsyat melanda dirinya. Seketika Olivia memegang mulutnya, menahan agar tak memuntahkan isi perutnya di mobil mewah Panji. "Kamu mau muntah?'' tanya Panji yang reflek segera mencari sesuatu di dashboard. Semenit kemudian, Panji menghela napas lega karena menemukan kantung plastik berwarna hitam dengan ukuran cukup besar. "Oliv, cepat muntah di sini." Titah Panji yang menaruh kantung plastik itu pada tangan Olivia yang sempat ditolak awalnya. "Nanti Mas ilfeel sama aku," ucap Olivia yang mulai lemas. "Nggak bakalan karena Mas udah pernah lihat yang lebih ... Ini kamu kenapa malah ajak Mas ngobrol. Cepat muntah kalau udah nggak tahan. Kita ke rumah sakit sekarang," ucap Panji yang mulai panik. "Rumah sakit? Nggak mau nanti gaji aku dipotong HRD!" Panji tersentak saat mendengar Olivia menjerit. Sementara Olivia tidak dapat lagi menahan tekanan pada dadanya yang membuat sesak. Akhirnya setelah menunduk dan memposisikan kantung plastik itu tepat di depan wajahnya, Olivia mengeluarkan isi perutnya berkali-kali yang membuat Panji meringis. Kalau seperti ini terus, Olivia akan banyak kehilangan cairan tubuhnya dan mengalami dehidrasi. Memberi minum kepada Olivia saat ini juga bukan langkah tepat. Dan saat kemacetan mulai terurai. Tanpa ragu Panji menekan pedal gas kuat-kuat dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit terdekat. *** "Ibu Olivia terlalu stres sampai vertigonya kambuh, sebaiknya dirawat sampai kondisinya stabil," ucap dokter yang menangani Olivia. "Lakukan saja yang menurut Dokter yang terbaik, yang penting istri saya mendapatkan penanganan yang terbaik," ujar Panji yang mulai merasa lega. "Nggak bisa dirawat jalan aja, Dok? Pekerjaan saya nggak bisa ditinggal ini," sahut Olivia dengan mata terpejam sensasi berputar yang masih dirasakannya. "Olivia. Jangan membantah. Kalau dokter menyuruh untuk opname itu artinya tubuh kamu sedang sakit." Olivia tak lagi dapat membantah saat Panji menegurnya agak keras. "Jarang sekali di zaman sekarang ada suami yang peduli sama istrinya. Memang laki idaman ini, wanita ini sangat beruntung," ucap sang dokter dalam hati saat melihat interaksi keduanya. "Kalau begitu Bapak bisa mengurus administrasinya. Saya permisi dulu," jelas sang dokter yang lalu meninggalkan ruangan IGD. "Sementara ini kamu makan makanan rumah sakit dulu yah biar cepat sembuh. Nanti Mas akan minta surat keterangan sakit sama dokternya,'' ucap Panji dengan lembut sembari mengusap rambut Olivia yang tebal. "Gaji aku pasti dipotong sama HRD ini," sahut Olivia dengan ketus. "Kenapa begitu? Bukannya kalau sakit memang harus beristirahat 2-3 hari?'' tanya Panji yang entah betapa kali merasa bingung dalam hari ini. "Nggak tahu alasan jelasnya, yang pasti gaji berkurang pas ada yang nggak masuk," jawab Olivia yang mulai merasa kantuk akibat efek dari obat-obatan yang disuntikkan bersamaan dengan masuknya cairan infus pada tubuhnya. "Sepertinya Mas harus melakukan perombakan pesan-besaran pada divisi HRD dan keuangan,'' ujar Panji yang kini mengambil ponsel dari saku rompi yang digunakannya melapisi kemeja berwarna biru. "Mas, nggak usah ngadi-ngadi. Mereka itu adalah orang lama di perusahaan. Meskipun Bapak ini CEO, memangnya Bapak bisa menghadapinya?'' tanya Olivia dengan suara agak meninggi. "Mas tidak bercanda, Olivia. Kamu tunggu saja kejutan dari Mas. Sayang sekali Mas harus ke kantor, tapi Mas udah telepon Oma buat jagain kamu ..." "Mas ini beneran sinting atau nggak tahu, kalau meminta Oma menginap di rumah sakit itu bahaya. Imun lansia beda dengan orang muda," imbuh Olivia dengan merajuk. "Terus Mas mesti minta tolong sama siapa, dong? Mas ini khawatir kalau meninggalkan kamu sendirian," ucap Panji. "Mas, bisa ngga di kelas 2 atau 3, kalau VIP itu malah saya nggak bisa tidur karena sepi. Paling kalau rame-rame buat saya tenang," bujuk Olivia yang merasa di ruangan yang ramai jauh lebih baik daripada sendirian. Baru saja Panji akan menjawab, pria itu menerima telepon dan terlibat dalam pembicaraan serius. Melihat itu membuat Olivia memutuskan untuk tidur sampai terdengar suara Panji yang menggelegar. "Kalau memang begitu kejadiannya, saya akan memberikan 'sesuatu' yang berharga kepada mereka."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD