Bab 12. Perdebatan Kecil Pasangan Baru

1148 Words
"Masih sedih?'' tanya Panji saat keduanya sudah kembali ke apartemen. Olivia hanya diam, tak berniat untuk menjawab pertanyaan yang sebenarnya sudah Panji ketahui jawabannya. "Mau makan sesuatu yang pedas?'' tawar Panji saat merasa jika Olivia tidak akan bersuara sampai perasaannya membaik. "Memangnya Bapak mau makan malam? Ini udah jam 7 loh, Pak. Bisa merusak roti sobek yang ada di perut Bapak." Dengan masih terisak Olivia kembali memanggil Panji dengan Bapak. "Olivia, sekali lagi kamu panggil Bapak. Aku cium bibir kamu atas bawah," ancam Panji yang tak memperdulikan kesedihan sang istri. "Koq Bapak kayak gitu, sih? Saya 'kan hanya belum terbiasa saja dengan panggilan Mas itu," kilah Olivia yang seketika menghentikan tangisannya, merasa jengkel dengan Panji. "Itu kamu bisa bilang Mas, Oliv," sindir Panji pada sang istri. "Baaa ... Mas Panji memang mau makan apaan?'' tanya Olivia yang mencoba mengganti topik pembicaraan. "Bagaimana kalau dim sum kukus aja pakai sambel yang banyak?'' tanya Panji yang sebenarnya ingin melihat Olivia tak banyak mengkonsumsi makanan yang terlalu berminyak. Panji menilai jika beberapa lemak yang berlebih pada tubuh Olivia dapat dihilangkan dengan pola hidup yang sehat dan banyak berolahraga. Tapi dia menyadari karakter Olivia yang tak suka dipaksa saat mengerjakan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan hatinya. "Dim sum itu enaknya digoreng, Mas. Apa rasanya kalau cuma dikukus," sahut Olivia dengan ketus. Gorengan adalah salah satu makanan Olivia, makanan itu mengingatkannya kepada Fransiska yang sering membuatkan dirinya tahu isi. Dengan memakannya membuat Olivia merasa jika sang ibu masih berada di sampingnya. "Kamu ini belum dicoba udah protes aja, kebetulan Mas baru beli stok beberapa dim sum sehat. Mas kenal yang buatnya, ini benar-benar real nggak pakai penyedap rasa," ucap Panji yang ini menuju lemari pendingin lemari pendingin yang memiliki empat pintu itu. "Nggak usah, Mas. Kalau digoreng baru aku mau." Tolak Olivia dengan cepat. "Olivia ..." panggilan itu membuat tubuh Olivia meremang, Panji dan segala sesuatu yang mengintimidasi membuatnya tak berkutik saat berhadapan dengan sang suami. "Oke, biar aku yang siapkan, Mas. Ini 'kan tugas aku sebagai istrimu." Olivia sebenarnya merinding saat mengatakan, tapi kewajibannya tetap saja harus dia lakukan. "Nggak usah, Oliv. Anggap aja ini self service pertama Mas sama kamu," ucap Panji yang mulai mempersiapkan peralatan masaknya. "Mas, udah deh jangan ngomong manis lagi. Saya gumoh dengerinnya," sahut Olivia sembari berpura-pura ingin memuntahkan isi perutnya. "Kalau Mas masih mau gombal gimana dong, Dek Olivia." Bukannya berhenti, Panji malah semakin bersemangat untuk menggoda Olivia. "Arghhhh! Sana ah jangan deket-deket. Jijik banget saya dengernya!" jerit Olivia sembari menutup kedua telinganya. Tanpa Olivia sadari Panji mengulas senyum tipis saat melihat kelakuan sang istri yang mengamuk hebat. "Setidaknya emosi akan membuatnya sedikit melupakan kesedihannya," ucap Panji di dalam hatinya saat Olivia sudah kembali bersemangat. *** "Benar ini Mas kalau kita akan pergi bareng ke kantor?'' tanya Olivia pada Senin pagi. Sebuah rekor bagi Olivia yang sudah selesai menyiapkan sarapan sebelum jam setengah 7. Olivia memilih membuat beberapa sandwich isi tuna dan secangkir kopi arabika tanpa gula untuk Panji. Sementara untuk dirinya Olivia akan meminum kopi instan saat tiba di kantor. "Benar Oliv. Kamu itu sekarang istrinya Mas. Nggak mungkin Mas tega membiarkan kamu panas-panasan terus desak-desakan di dalam bis. Belum lagi nanti ada penjahat di dalam sana. Mas nggak rela semua itu terjadi sama kamu," ucapan Panji yang panjang itu membuat Olivia mengernyitkan keningnya. Menurut rumor yang beredar di kalangan pegawai Mahendra Group, Panji adalah tipe CEO bertangan dingin dan jarang berbicara. Tapi kenapa Olivia merasakan sebaliknya? Pria itu sangat cerewet melebihi emak-emak kepo yang suka bergosip. Berisik dan membuat kepala Olivia pusing saat mendengar ocehannya. "Kalau saya dikerjain sama fans barbar Mas gimana?'' tanya Olivia. "Ya tinggal akui saja pernikahan kita ini, beres 'kan," jawab Panji dengan santai. "Nggak semudah itu realitanya, Mas. Saya juga belum rela kalau keluarga toxic itu tahu setajir apa Mas Panji. Yakin deh pasti akan nempelin Mas kayak benalu," ujar Olivia dengan jengkel. Panji hanya tertawa saat mendengarnya, merasa lucu dengan pemikiran Olivia. Memangnya apa yang salah jika Johan dan yang lainnnya yang mengetahui jika dia adalah seorang CEO dari grup perusahaan ternama. Bukannya itu akan menguntungkan Olivia dan mempercepat balas dendam Olivia. "Mas, saya baru aja kepikiran bagaimana ya nasib Rexy yang asli. Sudah hampir 2 bulan dan orang itu nggak ada kabarnya sama sekali," ucap Olivia yang tiba-tiba memikirkan pacar sewaan aslinya. "Kenapa kamu malah membahas pria lain di depan suami sendiri?'' sunggut Panji yang tiba-tiba kesal tanpa alasan yang jelas. "Ini bukan masalah membahas pria lain atau nggak. Ini seandainya saja ya, Mas. Seandainya saja dia kenapa-napa dan kontak terakhir itu saya, bakal dipanggil polisi. Ih , amit-amit amit-amit. Jangan sampe kejadian," ucap Olivia bergidik ngeri, bahkan kepalan tangan kanannya memukul-mukul meja makan. "Kamu ngawur. Mending sekarang kita berangkat ke kantor daripada pembicaraan kita makin melebar ke mana-mana. Kalau mau bawa sandwich, bawa aja Oliv. Sayang juga ditinggal, nggak bakal ada yang makan." Nah! Tidak salah 'kan jika Olivia menganggap Panji seperti ibu-ibu. Rewelnya juga sama. Lagian kenapa juga dia harus memikirkan Rexy disaat berduaan dengan Panji. Dering ponsel milik Panji membuat suasana tegang yang sempat terjadi mencair begitu saja. Sembari menunggu pria itu menerima telepon, Olivia memasukkan sandwich yang tersisa ke dalam wadah plastik bening transparan. Hanya itu yang Olivia temukan di dapur Panji. Sembari memasukkan sandwich ke dalam wadah bekal dadakan itu, niat Olivia untuk memasak pun muncul dalam dirinya, sesuatu yang tak dapat dilakukannya di rumah Johan. "Kenapa bisa begitu kejadiannya? Kalian sudah memeriksanya dengan seksama?" Suara Panji yang menggelegar membuat Olivia berjenggit dan seketika menoleh ke arah sang suami yang menampilkan raut wajah marah. Rahang Panji yang mengeras membuat Olivia terkesima. Rasanya Olivia masih tak percaya jika dirinya dapat menikahi pria sesempurna Panji. Entah berapa lama Olivia melamun hingga sebuah tepukan pada bahunya menyadarkannya. Olivia sempat tergagap sebentar sebelum menatap Panji yang masih menampilkan raut wajah seriusnya. Ingin bertanya apa yang sedang terjadi, Olivia masih segan. Dia khawatir Panji akan menganggap lain perhatian yang diberikannya. "Oliv, kamu bisa melakukan audit? Atau kita mesti merekrut tim audit yang terpercaya?" "Ada apa, Mas?'' Akhirnya pertanyaan itu meluncur dengan sempurna dari mulut Olivia. "Sepertinya ada beberapa divisi yang melakukan kecurangan dan itu terjadi di perusahaan kita yang lain," ucap Panji dengan wajah muram. Mendengar kata 'kita' membuat Olivia terkejut. Apakah Panji menganggapnya seistimewa itu sehingga mengatakan masalah yang terjadi pada perusahaan milik pria itu? "Aku mungkin hanya memahami sedikit mengenai audit. Tapi siapa tahu itu akan memudahkan jika Mas mau melakukan audit besar-besaran. Setidaknya Mas tidak akan mudah ditipu jika ada seseorang didekat Mas yang mengerti tentang audit dan perpajakan," tutur Olivia yang juga tidak mau melepaskan kesempatan mendapatkan promosi kenaikan jabatan lebih cepat. "Baik, kalau begitu kamu yang akan melakukan audit itu," ucapan Panji tak pelak membuat Olivia terkejut. Apa Panji berpikir dengan jabatan Olivia yang hanya staff akunting biasa dapat melakukan audit sebesar itu? Yang ada Olivia malah akan menjadi bulan-bulanan dari para senior. "Mas sudah gila ya!'' bentak Olivia tanpa sadar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD