Kecewanya

739 Words
    Jemari Nares dengan lihai membuat pensil 2B itu menari tanpa henti di atas secarik kertas lebar. Ia sedang mencoba menyelesaikan soal simulasi yang dikirim oleh panitia penyelenggara olimpiade.     Anggota KBM yang lain—termasuk Pink—juga ikut mengerjakan. Namun karena kesulitan tingkat tinggi soal-soal itu, mereka perlu waktu untuk berpikir. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan Bahasa Inggris. Untuk memahami maksud soal saja perlu waktu.     Berbeda dengan Nares yang mengerjakan semuanya dengan mudah dan lancar tanpa beban sama sekali. Oh ... halangan bagi Nares baru saja terjadi.     Setetes likuid berwarna merah baru saja menetes mengotori pekerjaannya. Kedua mata Nares otomatis terpejam karena dua hal. Pertama karena ia menahan kesal. Kedua karena menahan serangan gelombang rasa pusing.     Nares menatap anggota KBM yang lain. Mereka semua konsentrasi pada pekerjaan masing-masing.     Nares memanfaatkan momen itu dengan baik agar tidak ada yang melihat ia mimisan. Tidak, Nares bukannya sok misterius. Hanya saja terkadang reaksi orang-orang terlalu berlebihan. Nares malas menghadapi reaksi-reaksi seperti itu.     "Aku ke toilet sebentar." Nares berpamitan tanpa menunggu konfirmasi dari siapa-siapa. Ia beranjak, berbalik, dan bergegas pergi.     "Oke, Res. Cepet balik, ya!" Pink yang menanggapi.     Pink tak tahu apa yang terjadi pada Nares karena gadis itu hanya sempat melihat punggungnya sebelum Nares menghilang di balik pintu. ***     Nares menghapus sisa-sisa darah yang mengalir menggunakan kucuran kran wastafel. Sesekali Nares menatap bayangannya dalam cermin. Mukanya yang sudah pucat dari sananya menjadi semakin pucat.     Mimisan bukan hal asing bagi Nares. Ia sering mengalaminya sejak kecil. Semakin parah dan sering terjadi saat ia sedang banyak pikiran. Akhir-akhir ini Nares semakin sering mengalaminya. Nares cukup heran sebenarnya. Karena tak ada hal berarti yang membenani pikirannya.     Hanya Atha saja yang membuatnya jengkel setengah mati. Semakin hari semakin besar saja rasa jengkel itu. Apa iya Atha adalah penyebab mimisan parah yang ia alami? Wah ... hebat juga efek buruk si Atha itu pada kesehatan.     Mana sekarang tiap kali mengalami mimisan, Nares juga terpaksa menerima rasa pusing yang     menyertai. Tak jarang rasa pusing itu turut serta membawa rasa mual. Seperti sekarang. Beberapa kali Nares muntah. Untung tidak ada orang selain dirinya di toilet ini.     Merasa keadaannya lebih baik. Darahnya pun sudah berhenti. Mualnya juga berkurang. Nares segera membersihkan dan merapikan diri. Ia harus bergegas kembali ke ruang KBM untuk melanjutkan pekerjaannya. ***     Awalnya makan malam itu hanya diisi oleh suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring. Karena semua penghuni rumah sudah cukup lelah dengan aktivitas masing-masing seharian ini. Namun Atha berhasil menghidupkan suasana dengan membuka pembicaraan.     "Res ...," gumamnya.     "Hm?" Nares menjawab dengan malas.     "Aku denger ada olimpiade matematika internasional dalam waktu dekat?"     Nares seketika berhenti mengunyah. Ia menatap tajam Atha sekarang. Atha justru tersenyum manis padanya. Senyuman yang membuat Nares muak. Kenapa Atha harus membahas hal ini? Padahal Nares ingin membuat kejutan untuk keluarganya nanti. Lagipula dari mana Atha tahu, sih?     "Res ... ditanya sama Mas Atha dijawab dong!" tegur Wanda.     Teguran yang membuat Nares semakin kesal saja. "Aku nggak tahu," jawab Nares akhirnya.     "Nggak tahu?" Atha terlihat bingung. "Kok bisa? Katanya kamu terlibat buat ikut olimpiade itu?"     Tatapan Nares pada Atha semakin menajam. Apa, sih, maunya si Atha ini? Apa tujuannya mengatakan hal ini pada keluarganya saat makan malam begini?     Dan yang membuat Nares paling kesal adalah ... reaksi keluarganya.     Tak ada reaksi berarti. Mereka tetap makan dengan normal. Seakan-akan berita yang disampaikan oleh Atha biasa saja. Bukan sebuah prestasi yang membanggakan. Padahal Atha yang hanya terlibat dalam olimpiade nasional, berhasil membuat mereka girang setengah mati.     "Bener kamu terlibat dalam olimpiade internasional?" Sandi yang bertanya. Bukan nada bertanya yang bersemangat dan antusias.     Nares bingung harus menjawab apa. Ingin tetap menyimpannya sebagai kejutan, tapi semua sudah telanjur tahu. Ingin terus terang, tapi mereka tidak menunjukkan antusiasme sama sekali. Nares kecewa. Sangat.     "Bagus, deh, kalau kamu akhirnya terlibat dalam sebuah hal yang membuat kami bangga." Wanda yang bicara. Masih dengan muka datar tanpa antusiasme sama sekali. "Belajar yang rajin biar menang. Biar kamu bisa menorehkan prestasi gemilang seperti Atha."     Iya, kan? Atha lagi .... Atha lagi .... Tidak bisakah sekali saja tak usah membawa-bawa nama Atha?     "Mbak bakal bangga banget kalau misalnya kamu bener-bener terlibat dalam olimpiade itu." Hima menambahkan. "Bentar lagi bakal kesampaian cita-cita Mbak buat dapet adik kayak Atha." Hima bertepuk tangan ria.     Akhirnya asa sedikit antusiasme. Namun tetap saja ada nama Atha disebut di sana. Nares kembali menatap Atha dengan tajam. Dan Atha ... ia menyeringai pada Nares. Seakan-akan ia telah berhasil melakukan sesuatu dengan sukses—yaitu membuat Nares lagi-lagi merasa kecewa. *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD