Nares berbaring terlentang di atas ranjang, berbantalkan kedua telapak tangan yang terlipat di belakang kepala. Matanya lurus menatap langit-langit kamar. Pikirannya masih dipenuhi kejadian menjengkelkan barusan.
Memuakkan!
Tidak bisakah mereka berhenti mendewakan Atha?
'Dasar, musyrik semuanya!' batin Nares.
Nares juga memikirkan hal lain. Tawaran Pink tadi siang. Semangat Nares tergugah untuk menyetujui tawaran itu.
Hmh ... oke. Nares akan menerima tawaran Pink.
Wanda dan Sandi ingin Nares dilibatkan dalam olimpiade nasional seperti Atha, bukan? Nares akan mengabulkannya. Bukan hanya nasional. Bahkan internasional.
Namun Nares juga akan tetap berpegang teguh pada pendiriannya. Ia tidak akan sombong dengan gembar-gembor di awal. Biar semuanya terkaget-kaget sendiri nanti saat Nares tiba-tiba akan berangkat ke Jerman.
***
Langkahnya tegas dan pasti menuju salah satu ruang paling legendaris di SMA Karsa Pemuda—ruang KBM. Nares tak mau repot-repot mengetuk pintu. Ia segera masuk tanpa aba-aba. Semua pasang mata manusia-manusia di dalam sana segera tertuju padanya.
Nares mencari keberadaan Pink. Oh ... itu dia. Pink sedang menatapnya dengan tampang semringah dan senyum bahagia. Pink sedang berjalan menghampiri Nares untuk menyambutnya. "Jadi Nareswara udah bikin keputusan?"
Nares mempertahankan tampang datarnya. Ia kemudian mengangguk.
"Syukurlah." Pink terlihat benar-benar lega. "Kalau gitu aku bakal segera nyusun strategi belajar kita. Dengan masukan-masukan dari kamu tentu aja."
Nares kembali mengangguk. "Kamu atur aja jadwalnya dulu. Aku tinggal terima jadi. Nanti segera kabari aku!"
"Siap ... pasti bakal aku atur secepatnya." Pink benar-benar antusias rupanya. Gadis itu kemudian mengulurkan tangan kanannya pada Nares. "Welcome to the team, Res. Nice to have a team mate like you."
Nares menyambut uluran tangan Pink. "So do I."
***
"Kabar baik?" Atha mengulangi ucapan Pink via telepon dengan nada bertanya.
"Yup. Nares udah setuju buat gabung sama KBM."
"Nice ... kamu emang bisa diandelin, Pink," puji Atha. Semata-mata pujian itu untuk mendongkrak semangat Pink. Karena Atha tahu betul bahwa gadis itu suka padanya.
Atha sempat merasa jahat karena telah memanfaatkan perasaan tulus seorang gadis. Apalagi gadis yang merupakan kebanggaan semua orang. Tapi mau bagaimana lagi, kan?
"Makasih, Tha. Uhm ... terus sekarang gimana? Langsung ke rencana inti atau ...."
"Iya. Langsung ke rencana inti. Lakuin semuanya sesuai kesepakatan kita, ya. Aku percaya sama kamu, Pink."
Atha mendengar Pink tertawa di seberang sana. Membuat Atha ikut tertawa geli. Pink benar-benar tergila-gila padanya ternyata.
"Oke, Tha. Aku bakal lakuin semuanya sebaik mungkin."
"Thanks, Pink."
"No need to say thanks, Atha."
***
"Masih mau nungguin Mr. Karet atau bareng aku?" Nares bertanya sekali lagi.
"Nares ... kalau ngomong yang baik. Dia kakak sepupu kamu, lho. Sekata-kata deh manggil dia Mr. Karet!" Sheila mengomeli Nares dengan melipat tangan di d**a.
"Lhah, emang bener, kan? Dia emang suka ngaret. Kamu tiap hari disuruh nungguin depan gerbang kayak gini."
Sheila menggeleng. "Aku nggak masalah, Nares. Nunggu bentar doang, kan? Aku nungguin dia notice aku satu tahun aja kuat. Masak nunggu setengah sampai sejam aja nggak kuat?"
Nares memutar bola matanya berkat jawaban cheesy ala Sheila. "Cowok nggak peka kayak gitu dibelain terus!"
"Lhah, aku kan ceweknya. Ya wajar seorang cewek belain cowoknya. Aku bisa nangis kejer kalau sampai dia dibelain cewek lain, tauk! Mana yang suka sama Mas Atha banyak!"
Nares geleng-geleng tak percaya. "Cuman kamu kali yang suka sama dia. Itu pun karena si Atha main dukun. Kalau nggak, mana mungkin kamu suka sama manusia congkak macam dia?"
"Ish ... Nares ngeselin banget, sih? Masih mending Mas Atha daripada kamu. Tukang jelek-jelekin saudara sendiri!"
"Lhah ... jelek-jelekin gimana? Orang kenyataan juga!"
"Ndooooog!" Atha datang bersama motor kesayangannya. Memanggil Sheila dengan panggilan sayang khasnya.
"Mas Atha .... Alhamdulillah akhirnya dateng juga." Sheila berjingkrak-jingkrak kecil.
"Maaf ya aku lama. Masih ada urusan dikit tadi. Dikasih tahu aturan-aturan buat olimpiade."
"Iya, Mas Atha. Aku ngerti kok. Mas Atha emang orang penting, sih. Mas Atha keren!" Sheila segera naik ke boncengan motor Atha setelah itu. "Ayo, Mas Atha, let's go!"
Atha melirik Nares yang masih setia memandanginya dengan Sheila. "Res, jangan melotot gitu, lah! Serem tauk!" godanya.
Nares tak menjawab apa-apa. Hanya tetap menandang tajam Atha sembari memutar balik motornya.
"Yah ... dia ngambek!" Atha semakin bersemangat menggoda Nares.
Nares tak peduli lagi dengan kata-kata Atha. Ia segera menyalakan mesin motor, lalu memutar gas secepat mungkin.
***
TBC