Jakarta
Bianca membuka pintu mobilnya. Bianca pun keluar dari mobilnya dengan membawa tas. Bianca memasuki lobby hotel dan melangkah menuju lift. Bianca sudah sangat terlambat datang. Bianca tidak mempermasalhkannya karena memang dia tidak ingin terlalu lama berada disini.
Bianca melihat pintu lift hampir tertutup. Bianca pun berlari kecil menuju lift agar bisa masuk ke dalam lift. Tiba-tiba Bianca terjatuh karena dia berlari menggunakan heels.
“Aaaa” teriak Bianca.
Hap
Bianca pun terkejut karena dia tidak terjatuh ke bawah tetapi tubuhnya ditangkap oleh tangan besar. Bianca yang sadar pun segera berdiri.
“Terima kasih” ucap Bianca dengan membungkukkan sedikit tubuhnya.
Tanpa menunggu jawaban dari orang yang menolongnya Bianca pun segera melangkah menuju lift, dan pintu lift sudah tertutup. Bianca menekan tombol lift. Sepertinya lift sudah naik dan Bianca harus menunggu.
Bianca pun menunggu lift dengann berdiri. Orang yang tadi menolong Bianca kini juga berdiri disamping Bianca sepertinya dia ingin naik lift juga. Bianca pun menggeser sedikit tubuhnya menjauh.
Ting
Pintu lift terbuka, Bianca pun melangkah masuk ke dalam lift. Tak lama orang itu juga masuk. Karena Bianca tidak melihat lagi seseorang di luar sana Bianca pun menekan tombol lift agar pintunya segera tertutup.
Braak
Tiba-tiba lift terhenti Bianca pun sempat terjatuh. Bianca pun panik karena lift tidak terbuka. Bianca menekan tombol liftnya berkali-kali.
“Kenapa dengan lift ini?” Tanya Bianca panik.
“Halo, tolong” ucap Bianca di depan speaker yang ada di lift.
Tidak ada balasan. Bianca pun berteriak lagi minta tolong.
“Halo, ada orang terjebak di dalam lift” teriak Bianca lagi.
Tretek Tretek
Blap
Lampu lift pun mati seketika. Bianca pun semakin panik dan terus menakan tombol liftnya. Tiba-tiba dari belakang ada cahaya lampu. Bianca pun menoleh kebelakang. Ternyata orang yang tadi menolong Bianca menyalakan lampu senter dari ponselnya.
“Tenanglah, teknisi pasti akan datang” terdengar suara bass dari belakang Bianca.
Di dalam kegelapan Bianca pun baru berani menatap pria yang menolongnya tadi. Ya, karena yang menolongnya tadi adalah pria, oleh sebab itu Bianca tidak mau menatapnya dan tidak mau banyak berinteraksi.
Bianca pun langsung terdiam. Bianca hanya berharap pria ini tidak melakukan yang tidak-tidak kepada dirinya. Bianca memilih pun untuk tidak melakukan apa-apa. Bianca mundur dan membiarkan pria itu untuk berdiri di depannya dan mengambil alih untuk mencoba membuka pintu lift.
Satu jam berlalu sudah. Bianca kini sudah melepas heelsnya dia pun duduk bersandar di dinding lift. Bianca pun sudah berkeringat karena di dalam lift sangat panas. Pria yang ada bersamanya di dalam lift juga tidak berhasil membuka pintu lift. Pria itu pun membuka jasnya, dia juga duduk bersandar di dinding lift di depan Bianca.
Hanya lampu senter dari ponsel pria itu yang menjadi penerangan mereka. Bianca pun mengambil ponselnya. Bianca melihat ponselnya sinyal ponselnya masih juga tidak ada. Padahal Bianca berniat menghubungi Willy untuk meminta tolong agar Willy bisa menghubungi temannya.
“Pak apa ponsel anda ada signalnya?” Tanya Bianca yang akhirnya berani bertanya kepada pria di depannya.
“Gio” ucap pria itu menyebutkan namanya.
Bianca menggaruk keningnya yang tidak gatal. Sebenarnya Bianca tidak ingin tahu nama pria itu. Bianca hanya ingin tahu apa ponsel pria itu ada signalnya. Karena kalau ada pria itu seharusnya menghubungi temannya atau keluarganya untuk meminta tolong.
“Pak Gio, apa ponsel anda ada signalnya. Kalau ada bisakah anda meminta tolong untuk menyelamatkan kita dari dalam lift?” Tanya Bianca lagi.
“Bagaimana dengan ponselnmu?” Bukannya menjawab pria bernama Gio itu malah berbalik bertanya.
Bianca mencoba untuk tidak emosi. Karena dia hanya berdua di dalam lift dengan pria bernama Gio itu. Kalau missal Bianca marah-marah, dan bisa saja pria itu tidak suka sehingga membuatnya berbuat macam-macam. Bianca sudah berpikir sejau itu.
“Saya sudah melihat ponsel saya berkali-kali, tetapi signalnya tetap tidak ada. Kalau ada sudah sejak tadi saya menghubungi suami saya” jawab Bianca.
“Oh kamu sudah bersuami. Aku kira kamu masih single” ucap Gio yang menurut Bianca kata-kata itu tidak perlu dikakatan saat ini.
“Siapa nama suamimu?” Tanya Gio.
Bianca memutar kedua bola matanya malas. Sudahlah lebih baik Bianca menjawab saja. Mau kenal atau tidak dengan Willy itu bukan yang terpenting. Yang penting pria ini tahu Bianca sudah bersuami.
“Willy Pratama” ucap Bianca.
“Willy Pratama. Aku sering mendengar namanya” ucap Gio.
“siapa namamu?” Tanya Gio.
Bianca pun sudah menduga, pasti Gio akan menanyakan namanya.
“Bianca” jawab Bianca sekilas.
“Okey, Bianca. Kemana Willy, kenapa kamu tidak datang bersamanya?” Tanya Gio lagi.
Entah kenapa Gio seperti teman dekat Bianca yang seenaknya bertanya-tanya masalah keluarga Bianca. Bianca pun semakin tidak suka.
“Apakah pertanyaan anda itu harus aku jawab, sepertinya saat ini itu bukanlah yang terpenting” jawab Bianca.
“Oh, maaf. Aku kira menanyakan tentang suamimu bisa mencairkan suasana di dalam sini” ucap Gio meminta maaf.
Bianca pun hanya membuang pandangannya ke arah lain.
“Baterai ponselku sepertinya sudah mau habis. Kalau kamu berkenan bisakah menyalakan senter untuk penerangan kita di dalam sini” ucap Gio.
Memang benar penerangan semakin meredup. Bianca pun mengambil ponselnya dan menyalakan lampu senter dari ponselnya. Bianca akhirnya memilih untuk diam dan tidak mau berbicara lagi dengan Gio.
“Kamu cantik” ucap Gio.
Bianca pun semakin emosi. Sepertinya Gio berniat menggodanya.
“Maaf, bisakah anda tidak perlu melihat saya. Ucapan anda membuat saya terganggu” ucap Bianca.
“Oh, maaf sekali jika itu membuatmu terganggu. Aku hanya sedang melihat foto pertunangan adikku” ucap Gio sambil memperlihatkan layar ponselnya.
Bianca melirik sekilas. Dan ternyata benar di layar ponsel milik Gio terlihat seorang wanita cantic menenakan kebaya berwarna dusty pink. Bianca pun sedikit malu. Bianca kira Gio sengaja menggodanya, ternyata ucapan cantic itu untuk adiknya.
“Dasar bodoh kamu Bianca” batin Bianca membodohi dirinya sendiri.
“Elena adikku saat ini sedang bertunangan dengan kekasihnya di Bandung. Karena aku ada acara di Jakarta jadi saat ini aku tidak bisa menghadiri acara pertunangan adikku. Aku hanya bisa melihatnya lewat kiriman foto-foto ini” ucap Gio.
“Oh” ucap Bianca hanya beroh ria.
Tok Tok
“Pak, Pak Gio” terdengar suara orang berteriak dari luar pintu lift.
Bianca dan Gio tentu saja mendengarnya mereka berdua pun berdiri. Bianca sedikit lega akhirnya ada orang yang akan menolongnya dari dalam lift ini.
“Hei cepatlah buka pintu lift ini” teriak Gio.
“Iya Pak, kami sedang berusaha membukanya. Saat ini teknisi sedang membenarkan kabel listrik dari lift ini” teriak orang diluar sana.
“Apa masih lama, di dalam sini tidak ada udara?” Tanya Gio lagi.
“Tidak Pak sebentar lagi” ucap orang di luar sana.
Bianca pun hanya berdiri di belakang Gio. Benar sekali lima menit kemudian lampu lift kembali menyala. Bianca pun kini bisa melihat jelas pria yang membelakanginya. Pria bernama itu berbalik menghadap Bianca.
“Pakailah ini” ucap Gio memberikan jasnya.
“Tidak perlu. Terima kasih atas bantuan anda” ucap Bianca menolak.
“Pakailah di depan sana pasti banyak orang, terutama pria. Gaunmu basah” ucap Gio yang tidak melanjutkan lagi kata-katanya.
Bianca pun menoleh ke samping dan melihat pantulan dirinya dari dinding lift yang bisa memantulkan gambar dirinya. Benar sekali ucapan Gio, gaun Bianca basah karena terkena keringat, jadi membuat lekuk tubuh Bianca terlihat.
Bianca ragu menerima jas Gio. Di hatinya sangat bimbang, kalau Bianca menerima jas itu, Bianca merasa itu tidaklah benar. Bianca sudah menikah dan memakai jas pria lain. Tetapi kalau Bianca tidak menutupi tubuhnya dengan ja situ, kalau di depan sana benar banyak orang terutama laki-laki, itu akan lebih bahaya lagi. Mereka pasti melihat lekuk tubuh Bianca. Di tambah lagi kedua p******a Bianca yang terlihat lebih besar dikarenakan dia sedang menyusui.
Sepertinya Bianca harus menerima jas Gio. Bianca lihat juga Gio tidak ada maksud buruk kepadanya. Mungkin pertanyaan Gio tentang Willy tadi benar hanya untuk mencairkan suasana mereka di dalam lift. Buktinya sekarang dia masih mau menolong Bianca memberika jasnya untuk menutupi lekuk tubuh Bianca. Dan Gio juga tidal lagi menatap Bianca.
“Terima kasih. Aku akan mengembalikan jasmu ini” ucap Bianca menerima jas dari Gio.
“Tidak perlu, kamu buang saja” ucap Gio.
“Kenapa?” Tanya Bianca.
“Lebih baik kamu buang saja agar suamimu tidak melihatnya. Nanti suamimu akan marah jika istrinya memakai jas pria lain” ucap Gia.
Bianca pun melihat punggung Gio yang masih membelakanginya sambil memakai jas Gio. Gio sepertinya mengerti apa yang Bianca pikirkan. Bianca menjadi tidak enak. Karena maksud Gio itu adalah hanya menolong Bianca.
“Tenang saja. Suamiku bukanlah pria seperti itu. Aku pun bisa menjelaskannya kalau jas ini kamu pinjamkan untuk menolongku” ucap Bianca yang sudah terdengar lebih bersahabat.
“Terserah kamu saja saja” ucap Gio.
“Sekali lagi terima kasih” ucap Bianca.
“Sama-sama” ucap Gio.
Ting
Terdebgar bunyi dari pintu lift yang akhirnya terbuka. Bianca pun terlihat senang sekali akhirnya dia bisa keluar dari lift ini. Dan benar sekali ucapan Gio di depan sana banyak sekali orang terutama para pria. Bianca tidak bisa memikirkan jika dia keluar tanpa memakai jas Gio.
“Pak Gio anda tidak apa-apa?” Tanya seorang pria yang memakai jas hitam.
“Kalian sangat lama” ucap Gio dengan dingin.
“Maaf Pak, kami tidak tahu kalau Bapak ada di lift” ucap pria itu.
“Pak Gio, mohon maaf atas ketidak nyamananya” ucap Pria yang memakai Jas putih datang dengan meminta maaf kepada Gio.
Karena mereka sambil melangkah keluar Bianca pun tidak mendengar lagi percakapan Gio dengan orang-orang itu. Bianca hanya merasa Gio tadi sangat berbeda saat berbicara dengannya dan dengan para pria yang bisa dipastikan mereka adalah anak buahnya.
Ini masih di lobby. Bianca bingung mau melanjutkan ke acara itu atau memilih pulang. Bianca pun memilih untuk ke toilet dulu. Dia ingin melihat penampilan dirinya apakah penampilannya masih memungkinkan untuk datang atau tidak.