Bali
Willy dan Luna sudah menyelesaikan makan mereka. Jam masih menunjukka pukul 8 malam. Luna sepertinya belum mau pulang sehingga dia meminta Willy untuk berjalan-jalan di pinggir pantai.
“Will, kita jalan-jalan di pantai ya” ucap Luna.
“Sudah malam. Besok kamu harus ke kantor Kakekmu” ucap Willy menolak secara halus.
“Ya besok, yabesok. Sekarang ya sekarang. Itu tandanya urusan besok, ya pikirkan besok saja. Sekarang kita refresing saja dulu” ucap Luna.
“Besok hari pertama kamu ke Kantor. Tunjukkan kalau kamu adalah karyawan yang baik” ucap Willy.
“Ih enak saja, aku bukan jadi karyawan disana Will. Aku akan menggantikan Kakek. Aku akan menjadi pimpinan mereka semua” ucap Luna dengan bangga.
Ya, karena selama ini Luna belum memegang tanggung jawab di perusahaan Kakeknya. Baru tiga hari yang lalu, Luna meminta kepada Gunardi untuk diperbolehkan bekerja. Luna ingin seperti pasangan kekasih yanag sama-sama bekerja. Mereka bisa berangkat bersama, makan siang bersama dan Luna ingin Willy menjemputnya setiap Luna pulang kerja.
Padahal Luna tidak tahu bagaimana tanggung jawab menjadi seorang pemimpin. Luna pikir seorang pemimpin perusahaan bisa melakukan semuanya. Datang dan pergi semaunya, kalau ada pekerjaan tinggal menyuruh anak buahnya. Luna hanya tinggal duduk manis saja.
“Kalau begitu tunjukkan kalau kamu adalah pemimpin yang baik” ucap Willy.
“Tenang saja Will. Nanti kalau Kakek sudah memberikan aku tanggung jawab sepenuhnya aku akan sering membagikan mereka bonus kalau bisa setiap minggu agar mereka bisa liburan diakhir pekan. Lalu kalau hari senin, biasanya jalanan sangat padat. Sepertinya aku akan merubah jam masuknya menjadi jam 10. Jadi kalau mereka habis liburan, setidaknya mereka mempunyai waktu istirahat panjang dan tidak ada alasan bagi mereka terlambat karena bangun kesiangan. Jadi sudah pasti aku adalah pemimpin yang baik” ucap Luna dengan bangga.
Willy yang sedang melangkah disamping Luna pun menghentikan langkahnya dan menatap Luna. Entah ingin tertawa atau marah mendengar ucapan Luna tadi. Yang jelas kalau semua itu Luna lakukan sangat tidak wajar. Yang ada perusahaannya lama-kelamaan akan menjadi panti social.
“Kenapa menatapku seperti itu?” Tanya Luna yang ikut menghentikan langkahnya.
“Sepertinya Kakekmu tidak akan rugi jika salah satu perusahaannya mengalami kebangkrutan” ucap Willy yang lalu melanjutkan langkahnya.
Luna pun terdiam seketika dia sadar dia langsung mengejar Willy.
“Will, enak saja kamu. Jadi maksudmu aku akan membuat perusahaan Kakek bangkrut” ucap Luna mencubit bahu Willy.
Willy pun hanya menaikkan kedua bahunya acuh.
“Dasar menyebalkan. Lihat saja aku pasti bisa menjadi CEO yang disukai oleh semua karyawanku. Tidak seperti kamu yang tidak ada basa-basinya” ucap Luna.
“Ya lakukanlah semaumu” ucap Willy.
“Kalau begitu kita ke pantai ya” ucap Luna merangkul lengan Willy.
“Hanya sebentar” ucap Willy.
“Jam 12 malam” ucap Luna.
“Tidak” ucap Willy menggelengkan kepalanya.
“Jam 11” ucap Luna lagi.
“Tidak” ucap Willy lagi menggelengkan kepalanya.
“Lalu jam berapa, akum au merasakan angin di pantai masa baru datang langsung pulang” ucap Luna.
“Jam 9 kita pulang. Kalau kamu mau aku akan mengajakmu ke pantai. Kalau kamu masih protes aku pulang” ucap Willy.
Luna memajukan bibirnya. Mau tidak mau Luna pun mengiyakan ucapan Willy. Walaupun hanya bisa berjalan-jalan di pantai 1 jam saja.
Di pantai Luna terlihat asyik main di pinggir pantai. Luna sampai membuka flat shoesnya. Sedangkan Willy hanya berdiri dan bersandar di badan kapal yang ada di pinggir pantai. Angin malam berhembus menerpa wajah Willy.
Willy memejamkan matanya. Willy pun terbayang saat dia dan Bianca masih di Kalimantan waktu itu. Bianca akhirnya bisa mengingatnya lagi dan menerimanya kembali pada saat mereka di pantai. Willy pun tersenyum lalu membuka matanya.
Melihat pantai membuat Willy merindukan Bianca. Tanpa sadar mata Willy pun melihat Luna yang sedang asyik berlari-lari kecil di pinggir pantai. Angin malam yang berhembus menerbangkan rambut Luna yang tergerai. Entah kenapa tiba-tiba yang ada di hadapan Willy adalah Bianca.
Willy melihat Bianca sedang tersenyum kepadanya dan memanggilnya untuk bergabung. Willy masih terdiam dan menatap tidak percaya. Lalu Bianca pun melangkah mendekati Willy dan menarik tangan Willy.
“Ayo kita main disana” ucap Bianca.
Willy melihat jelas sekali wanita yang di depannya yang sedang memegang tangannya saat ini adalah Bianca. Willy pun tersenyum bahagia melihat Bianca ternyata ada disini.
“Kamu disini” ucap Willy dengan lembut dan Bianca menganggukkan kepalanya.
Tanpa basa-basi Willy pun memeluk Bianca dengan erat. Willy mengusap punggung Bianca, lalu mengecup puncak kepala Bianca berkali-kali. Bianca pun membalas pelukan Willy.
“Aku merindukanmu” bisik Willy.
“Oh ya” ucap Bianca.
Willy pun melepas pelukannya. Satu tangan Willy terangkat dan membelai wajah Bianca. Willy mengusap pipi Bianca dan Bianca pun tersenyum manis kepada Willy. Sampai jari-jari Willy pun turun ke bibir Bianca.
Willy menatap bibir berwarna peach itu. Willy benar-benar sangat merindukan Bianca saat ini. Ada Bianca di hadapannya Willy pun mendekatkan wajahnya ke wajah Bianca, lalu Willy menempelkan bibirnya di atas bibir Bianca.
Tetapi tiba-tiba perasaan Willy yang sangat bahagia karena ada Bianca di depannya saat ini tiba-tiba berubah karena saat Willy menempelkan bibirnya di atas bibir Bianca lalu Willy menciumnya sebentar Willy merasakan sesuatu yang berbeda, hingga Willy menghentikan aktifitasnya.
“Ada apa Will?”
Deg
Willy pun tersadar seketika mendengar suara Luna.Willy terdiam tangannya yang sedang memegang pipi Luna pun langsung diangkat.
“Aku mau ke toilet” ucap Willy.
Luna yang tersipu karena Willy baru saja menciumnya hanya bisa menganggukkan kepalanya. Willy pun langsung melangkah cepat meninggalkan Luna. Willy melangkah sejauh mungkin dari Luna.
Hati Willy benar-benar terkejut. Willy berhenti di mobilnya. Willy membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalam mobil. Willy meraup wajahnya dengan kasar.
“Ya Tuhan apa yang sudah aku lakukan” ucap Willy menyesal.
Brak
Willy memukul kemudinya. Willy membodohi dirinya sendiri karena tidak bisa mengontrol dirinya sampai mengira Luna adalah Bianca.
“Dasar bodoh, bodoh, bodoh kamu Willy” ucap Willy dengan kasar.
Willy sangat menyesal sekali dia sudah mencium Luna. Willy seharusnya tidak melakukan semua ini. Willy tidak ingin membuat Luna menjadi jatuh cinta kepadanya. Willy hanya ingin membuat Luna sadar dan bisa menerima kenyataan yang sebenarnya.
Willy memijit keningnya, Willy sudah melakukan kesalahan malam ini. Willy merasa menjadi pria yang jahat. Willy tidak tahu kalau Bianca melihat semua ini, pastilah hancur hatinya.
“Maafkan aku Bii” lirih Willy menyesal sudah mencium Luna tanpa sadar.
Drrrt Drrrt
Ponsel Willy bergetar. Willy mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang menghubunginya. Kalau itu luna Willy tidak akan mengangkatnya. Ternyata dugaan Willy salah, itu adalah Bianca. Entah kenapa melihat Bianca menghubunginya Willy merasa bersalah sekali.
“Halo Bii” ucap Willy dengan nada merasa bersalah.
“Will, kamu kenapa?” Tanya Bianca yang melihat wajah Willy tidak seperti biasanya.
“Aku tidak apa-apa Bii. Kamu sudah sampai?” Tanya Willy.
“Aku baru saja sampai Will. Tadi sedikit macet” jawab Bianca.
“Will kamu di mobil. Kamu sedang diluar?” Tanya Bianca yang melihat Willy sedang di dalam mobil.
“Iya, tadi aku keluar membeli makanan” jawab Willy berbohong.
“Bii, kamu cantik sekali malam ini. Nanti kalau ada pria yang mendekatimu kasih tahu aku ya. Aku akan buat perhitungan dengannya karena sudah berani mendekati istriku” ucap Willy dan berhasil membuat Bianca tertawa.
“Kenapa tertawa, aku tidak sedang melucu?” Tanya Willy.
“Aku senang Will. Senang kamu masih cemburu kepadaku” ucap Bianca.
“Tentu saja. Kamu istriku Bii. Aku tidak akan suka jika ada pria yang mencoba mendekatimu” ucap Willy.
“Kamu tenang saja Will. Aku juga tidak akan berhubungan dengan pria lain” ucap Bianca.
Ya, Willy tahu Bianca bukanlah wanita yang mudah jatuh cinta. Buktinya saja setelah dari Erick Bianca cukup lama tidak menjalin hubungan dengan pria lain. Yang Willy takutkan adalah pria diluar sana. Willy takut justru pria diluar sana yang nekat mendekati Bianca.
“Iya aku percaya kepadamu. Nanti kamu temui Pak Toto ya, tolong sampaikan salamku dan Papi untuknya” ucap Willy.
“Iya Will” ucap Bianca.
“Yasudah kamu masuk jangan terlalu lama kasihan Aditya sama Bi Inah” ucap Willy.
“Iya, kamu hati-hati di jalan pulang ya. Nanti kalau sudah pulang aku hubungi kamu lagi” ucap Bianca.
“Ya. Aku mencintaimu” ucap Willy tersenyum.
“Aku juga mencintaimu Will” ucap Bianca.
Setelah itu Bianca pun memutus sambungan teleponnya. Bagi Willy dan Bianca walaupun berkali-kali mereka mengucapkan kata cinta, tetapi tetap saja itu belum cukup untuk mereka yang sedang berhubungan jarak jauh ini.
Itulah mengapa kini Willy selalu mengucapkan dia mencintai Bianca setiap mereka saling video call. Karena bagi Willy itu sangat penting dan seperti vitamin dalam cinta mereka.
Setelah video call dengan Bianca mood Willy pun menjadi membaik. Willy keuar dari mobilnya. Willy melihat jam sudah pukul 9 malam. Itu tandanya dia dan Luna harus pulang. Willy pun melangkah menghampiri Luna dan mengajaknya pulang.
“Lun sudah jam 9” ucap Willy mengingatkan.
Luna melihat jam di tangannya dan sudah jam 9 makam. Luna menarik nafasnya. Sejujurnya Luna belum mau kembali.
“Iya, ayo kita pulang” ucap Luna
Willy pun melangkah kembali ke mobilnya dan di iringi oleh Luna. Sesamapainya di mobil Willy membukakan pintu Luna. Luna pun terlihat masuk ke dalam mobil. Willy melangkah menuju pintu kemudi lalu Willy pun masuk ke dalam mobilnya.