20. Hari Libur untuk Liburan

1661 Words
Jakarta Bianca terlihat sedang merapikan rambutnya. Ya, malam ini adalah malam Bianca harus datang mewakili Willy dan Papi ke acara pesta PT FYP itu. Bianca mengenakan gaun berwarna coklat dengan belahan sampai lututnya. Bianca melihat tampilan dirinya di cermin. Merasa sudah baik Bianca mengambil tas dan kunci mobilnya. Lalu Bianca melangkah ke kamar Aditya. Bianca masuk dengan pelan-pelan karena Aditya sudah tertidur di ranjangnya. “Aditya masih tidur Bi?” tanya Bianca dengan memelankan suaranya. “Masih Bu” ucap Bi Inah. “Nanti kalau nangis, tolong Bibi panasin susunya ya. Aku juga tidak lama perginya” ucap Bianca. “Iya Bu” ucap Bi Inah. “Kalau ada apa-apa Bi Inah langsung hubungi saya ya. Karena acaranya agak jauh dari rumah” ucap Bianca. “Iya Bu. Tadi Ibu Mami juga telepon katanya kalau Bi Inah kerepotan telepon Ibu Mami biar nanti Ibu Mami datang bantu jaga Aditya” ucap Bi Inah. “Oh, iya tadi sore Mami juga telepon aku. Bi Inah tidak apa-apa ya menjaga Aditya sendiri. Karena aku tidak enak kalau minta tolong Mami. Mami juga sedang ada acara reuni kampusnya” ucap Bianca. “Tidak apa-apa Bu. Bibi kan sudah punya anak lima jadi sudah terbiasa mengurus bayi” ucap Bi Inah dengan tertawa. “Iya, aku percaya. Terima kasih ya Bi” ucap Bianca. “Iya Bu. Ibu juga hati-hati di jalan” ucap Bi Inah. Bianca tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Sebelum jalan Bianca mencium kening Aditya. Sore tadi Bianca sudah meminta Pak Eko satpam rumahnya untuk memanasi mobilnya. Karena semenjak Bianca melahirkan mobil Bianca tidak pernah dipakai lagi. “Ibu Bu kunci mobilnya, mobilnya sudah siap” ucap Pak Eko memberikan kunci mobil kepada Bianca. “Terima kasih Pak” ucap Bianca menerima kunci mobilnya. “Kalau begitu saya kembali ke pos ya” ucap Pak Eko. “Oh iya Pak” ucap Bianca. Pak Eko pun langsung melangkah menuju pos satpam. Bianca melangkah menuju mobilnya. Sebelum Bianca masuk ke mobil Bianca menghubungi Willy dulu. Bali Malam ini Willy sedang ada di Mall bersama Luna. Luna memaksa Willy untuk menemaninya menonton film terbaru dan belanja. Willy pun tidak bisa menolak, karena ini hari libur dan Willy tidak mempunyai alasan untuk menolak Luna. “Will, makan dulu ya” ucap Luna. “Okey” jawab Willy menganggukkan kepalanya. Luna menggandeng tangan Willy masuk ke dalam café yang ada di dekat CGV. Ternyata karena hari libur café itu sangat ramai. Luna dan Willy pun harus menunggu tempat yang kosong. “Will tempatnya penuh” ucap Luna. Willy sepertinya tidak mendengarkan ucapan Luna, Willy sedang merasakan ponselnya. Willy tahu hari ini Bianca akan pergi ke pesta dan Willy belum menghubunginya lagi setelah sore tadi. Seharusnya Willy menghubungi Bianca untuk menanyakan Bianca pergi sendiri atau naik taksi. Willy juga lupa mengatakan Bianca naik taksi saja. “Will, kamu dengarkan aku tidak sih” ucap Luna menarik baju Willy. “Iya maaf aku sedang tidak fokus” ucap Willy. “Kamu lagi mikirin apa?” Tanya Luna. “Laporan dari Jakarta” jawab Willy. “Jakarta” ucap Luna yang bingung. Willy lupa Luna tahunya Willy bekerja di Bali. “Iya kantorku yang di Jakarta” ucap Willy. “Oh” ucap Luna menganggukkan kepalanya. “Inikan hari libur Will. Ayo donk masa kamu masih saja memikirkan pekerjaan. Setidaknya otakmu refresing dulu” ucap Luna. “Ya baiklah, ayo kita makan” ucap Willy. “Tempatnya penuh” ucap Luna. “Kalau begitu kita cari tempat lain ya” ucap Willy. Luna menganggukkan kepalanya. Mereka pun melangkah lagi mencari café yang tidak begitu ramai. Di samping mereka saat ini ada restorant seafood dan tempatnya juga tidak terlalu ramai. Willy sepertinya harus pasrah jika Luna mengajaknya ke tempat ini. Sekalinya Willy mendatangi restorant seafood itu dulu saat dia bersama Bianca. Padahal Willy alergi seafood, tetapi demi Bianca Willy rela makan disana. Dan sekarang dia harus makan disini karena Luna. Sudah beruntung waktu keluar dari rumah sakit mereka tidak jadi makan diluar. Semenjak Bianca tahu Willy alergi seafood, semenjak itu pula Bianca tidak pernah memakan seafood lagi. Memasak seafood di rumah saja tidak pernah. Padahal Willy sudah pernah mengatakan kepada Bianca, jika Bianca ingin makan seafood makan saja Willy tidak apa-apa. Tetapi tetap saja Bianca tidak ingin dia makan sendiri jadi Bianca pun memilih untuk tidak mekan seafood. Willy kira Luna akan mengajaknya masuk ke restoran seafood itu, karena yang Willy tahu Luna sama seperti Bianca menyukai seafood. Willy menarik nafasnya dai jadi teringat Bainca lagi. Dan ternyata Luna melewati restorant seafood itu. Willy pun merasa bingung. “Will, kita makan disana saja ya” ucap Luna menunjuk tempat makan pizza yang ada di depan mereka. “Pizza” ucap Willy. “Iya” jawab Luna menganggukkan kepalanya. “Ayo” ucap Luna menggandenga tangan Willy masuk ke dalam restorant yang menjual makanan dari Italia itu. Mereka mendapatkan tempat duduk di pojok dekat jendela. Luna dan Willy pun duduk dan pelayan menghampiri mereka untuk mencatat menu yang akan dipesan oleh Luna dan Willy. “Aku pesan Pizza meat lovers 1 dan black paper 1, lalu chicken fusilli extra cheese 2, fresh salad 1, lemon tea 2” ucap Luna. Pelan itu mencatat semua pesanan Luna dan mengulangi kembali pesanan Luna. Setelah sudah benar dan tidak ada tambahan pelayan itu pun pergi menyiapkan pesanan Luna dan Willy. “Maaf ya Will” ucap Luna. “Untuk?” Tanya Willy. “Waktu itu aku lupa kalau kamu alergi seafood. Untung saja Kakek meminta kita makan di rumah” ucap Luna. “Tidak apa” ucap Willy. Pantas saja Luna tadi tidak masuk ke restorant seafood, ternyata Luna sudah tahu kalau Willy alergi seafood. Willy yakin pasti Gunardi yang sudah mengatakan kepada Luna. Willy melihat Luna. Luna yang sama melihat Willy juga pun tersenyum. Willy akui, setelah Luna keluar dari rumah sakit, kini penampilan Luna terlihat lebih menarik dan cantik. Orang-orang yang melihat Willy dan Luna berjalan bersama pasti mereka akan tersenyum dan mengatakan bahwa Willy dan Luna adalah pasangan yang serasi. “Kenapa kamu melihatku seperti itu?” Tanya Luna. “Baiklah kalau aku tidak boleh menatapmu” ucap Willy yang langsung menoleh kesamping. “Ih dasar menyebalkan. Seharusnya kamu mengatakan aku cantik, atau memujiku apalah” ucap Luna terkekeh sambil memegang kedua pipi Willy dengan tangannya agar Willy kembali menatapnya. “Kamu sudah tahukan kalau kamu cantik, jadi buat apa aku mengatakannya lagi” ucap Willy. Bukannya marah Luna justru tertawa. Sepertinya semakin lama Willy melihat perubahan dalam diri Luna. Luna kini lebih bisa bertambah dewasa dan tidak lagi menunjukkan sikap manjanya seperti pertama kali mereka bertemu di rumah sakit. “Will, aku ke toilet sebentar ya” ucap Luna. “Iya” ucap Willy. Luna berdiri dan melangkah ke toilet. Willy pun segera mengeluarkan ponselnya. Tepat sekali saat Willy mengeluarkan ponselnya Bianca menelephonenya. “Halo Bii” ucap Willy. “Will, aku sudah mau jalan ya” ucap Bianca. “Kamu pergi bawa mobil sendiri?” Tanya Willy. “Iya” jawab Bianca menganggukkan kepalanya. “Bii, mobilnyakan sudah lama kamu tidak pakai. Kamu naik taksi saja ya” ucap Willy yang khawatir. “Aku sudah minta tolong Pak Eko untuk memanasi mesin mobilnya dan mengeceknya Will. Semuanya baik-baik saja” ucap Bianca. “Yasudah kalau begitu aku telepon Doni untuk mengantarmu ya” ucap Willy. Terdengar tarikan nafas Bianca. “Will, kasihan Doni pasti dia sedang quality time dengan kekasihnya, masa kamu menggangunya” ucap Bianca. “Tapi itu sudah tugasnya dia Bii. Dia asistanku dan harus siap 24 jam” ucap Willy. “Sayang percaya kepadaku ya. Aku bisa mengendarai mobil sendiri. Aku juga tidak akan lama disana Will” ucap Bianca memberikan pengertian kepada Willy. “Aku mencemaskanmu Bii. Dulu saja mobilmu mogok. Untung saja di depan rumahku. Kalau sekarang mobilmu mogok siapa yang akan membantumu” ucap Willy. Bianca pun terkekeh mengingat waktu dulu mobilnya mogok di depan rumah Willy. Dan saat itu Willy memesankan taksi untuknya. “Ya Tuhan, kamu masih ingat saja Will” ucap Bianca. “Semua tentangmu akan selalu ada di dalam ingatanku Bii” ucap Willy yang berhasil membuat Bianca tersipu malu. “Mobil dulu dan sekarang berbeda Will. Kalau mobil aku yang dulu memang sudah sering minta masuk bengkel terus, dan kalau mobil yang sekarang pemberian dari suamiku sudah jelas dia memberikan aku mobil yang baik” ucap Bianca. Willy pun sepertinya harus mengalah membiarkan Bianca membawa mobil sendiri. “Baiklah, tapi ingat kamu harus hati-hati, jangan mengendarai dengan kecepatan tinggi” ucap Willy. “Siap Pak Bos” ucap Bianca. “Aku serius Bii” ucap Willy. “Iya sayang. Kamu tahu aku Will, mana pernah aku membawa mobil dengan kecepatan tinggi. Aku janji aku akan hati-hati di jalan ya” ucap Bianca. “Iya satu lagi. Jangan melewati tempat sepi ya” ucap Willy. “Iya Will” ucap Bianca tersenyum. Willy melihat ke depan dan terlihat Luna sudah melangkah kembali. Willy pun harus mengakhiri percakapannya dengan Bianca. “Yasudah, kamu berangkat ya. Nanti kemalaman” ucap Willy. “Iya. Aku berangkat ya Will. Nanti kalau aku sudah sampai aku akan menghubungimu lagi” ucap Bianca. “Iya. Aku mencintaimu” ucap Willy. “Aku juga mencintaimu Will” ucap Bianca. Setelah itu Willy pun mengakhiri percakapannya dengan Bianca. Tak lama Luna pun sudah kembali duduk di depan Willy. Ternyata Luna melihat Willy sedang menelepon. Luna pun bertanya kepada Willy siapa yang Willy hubungi tadi kelihatannya Willy sangat lama di telepon, karena ternyata Luna sengaja memelankan langkahnya takut menggangu Willy yang terlihat serius di telepon tadi. “Asistanku” jawab Willy. “Apa kamu tidak membiarkan asistanmu libur?” Tanya Luna. “Dia sudah terbiasa” jawab Willy. “Ya walaupun sudah terbiasa, setidaknya berikan dia kesempatan istirahat di hari libur. Siapa tahu dia juga ingin berlibur dengan keluarganya” ucap Luna. Willy menatap Luna. Kenapa Luna dan Bianca mengatakan hal yang sama. Willy sepertinya terlalu memikirkan Bianca, karena tiba-tiba Willy sering merasa Luna itu menjadi sama seperti Bianca. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD