Jakarta
Siang hari ini Bianca terlihat sedang mengajak main Aditya. Bi Inah sedang memasak untuk makan siang. Umur Aditya memang belum genap satu bulan, tetapi tubuh Aditya terlihat gembul, Bianca senang sekali mengusap pipi Aditya yang sangat lembut itu.
“Andai Papa dan Mama masih ada pasti mereka senang sekali melihat kamu sayang” ucap Bianca kepada Aditya.
“Ma, Pa ini cucu kalian namanya Aditya. Kalau nanti Aditya sudah besar aku akan mengenalkan kalian kepadanya” ucap Bianca yang membayangkan wajah Papa dan Mamanya.
Bianca menjadi teringat kedua orang tuanya dan merasa sedih kembali.
Tap
Tap
“Ibu, maaf” ucap Pak Eko yang menghampiri Bianca di ruang tv.
“Iya Pak Eko ada apa?” Tanya Bianca.
“Di depan gerbang ada yang mencari Ibu katanya dari pengacara” jawab Pak Eko.
“Pengacara” ucap Bianca pelan dan bingung. Setahu Bianca, dia tidak ada janji dengan pengacara manapun.
“Tolong disuruh masuk saja ya Pak” ucap Bianca.
“Baik Bu” ucap Pak Eko.
Pak Eko berbalik dan melangkah keluar. Bianca pun menggendong Aditya dan melangkah ke dapur untuk melihat Bi Inah. Bi Inah terlihat sedang memasak sayur. Ya, setiap hari Bi Inah selalu memasak sayur katuk untuk Bianca, karena kalau kata Bi Inah sayur katuk bagus untuk Ibu menyusui.
“Bi” ucap Bianca memanggil Bi Inah.
“Iya Ibu ada apa?” Tanya Bi Inah meletakkan centong sayurnya dan berbalik menghadap Bianca.
“Tolong buatkan minuman ya” ucap Bianca.
“Baik Bu” ucap Bi Inah.
Tap
Tap
“Bu, pengacaranya sudah ada di ruang tamu” ucap Pak Eko yang masuk ke dapur.
“Oh iya Pak Eko terima kasih ya” ucap Bianca.
Bianca melangkah dengan menggendong Aditya. Ketika Bianca sudah menghilang dari dapur Pak Eko menghampiri Bi Inah.
“Bi, kenapa ko Ibu manggil pengacara, apa karena Bapak belum pulang-pulang ya?” Tanya Pake Eko.
“Mana Bibi tahu Eko” jawab Bi Inah yang sudah jelas umurnya lebih tua dari Pak Eko.
“Apa Ibu sama Bapak lagi ada masalah ya” ucap Pak Eko.
“Tahu darimana kamu Eko, jangan mengada-ngada deh” ucap Bi Inah.
“Ya, bukannya begitu Bi. Saya juga tidak mau sampai Ibu sama Bapak pisah atau terjadi seuatu antara mereka berdua. Bapak sama Ibu baik bangat sama kita” ucap Pak Eko.
“Ish, Eko kalau ngomong jangan sembarangan deh. Bapak lagi di Bali ada pekerjaan. Orang setiap hari Bapak juga selalu telepon Ibu. Hubungan mereka baik-baik saja” ucap Bi Inah.
“Tapi Bi, semalam waktu saya pindahin mobil Ibu ke parkiran ada jas laki-laki di dalam mobil Ibu” ucap Pak Eko.
Jelas saja Bi Inah yang sedang memasak air panas untuk membuat kopi langsung terkejut. Bi Inah langsung meminta Pak Eko untuk diam.
“Ssst. Tidak mungkin Ibu seperti itu” ucap Bi Inah.
“Iya Bi, saya juga tahu. Wong Ibu adalah wanita baik-baik. Ibu Bianca selalu nurut apa yang Bapak katakan” ucap Pak Eko.
“Nah, paling itu jas Bapak yang ketinggalan di mobil Ibu” ucap Bi Inah.
“Ya tidak mungkinlah Bi. Bapak saja sudah tiga bulan pergi. Mobil Ibu itu bersih tidak ada barang-barang kalau saya cuci. Kemarin waktu saya panasin saya juga mengecek tidak ada apa-apa di dalam mobil” ucap Pak Eko.
“Ya udah kalu gitu, kamu tidak perlu bicara yang macam-macam lagi. Jasnya sini kasih Bibi, biar Bibi yang kasih ke Ibu” ucap Bi Inah.
“Iya Bi” ucap Pak Eko.
“Oh iya satu lagi. Kamu tidak perlu cerita sama Bapak, Ibu Mami, atau Tuan Papi ya. Kasihan Ibu nanti jadi bertengkar” ucap Bi Inah.
“Siap Bi. Ini cukup rahasia kita saja. Mungkin Ibu juga butuh perhatian kali ya Bi’ ucap Pak Eko lagi.
“Ya Allah, Eko. Ibu bukan perempuan yang seperti itu. Sudah jangan ngomong sembarang ah. Sana cepat ambil jasnya” ucap Bi Inah yang memarahi Pak Eko.
“Iya-iya Bi” ucap Pak Eko.
Di ruang tamu ketika Bianca melihat pengacara yang datang, ternyata dia adalah Pak Hartawan. Pak Hartawan adalah pengacara orang tuanya.
“Pak Hartawan” ucap Bianca.
“Bianca” ucap Pak Hartawan berdiri.
“Duduk saja Pak” ucap Bianca.
“Terima kasih Bii” ucap Pak Hartawan.
“Oh iya mohon maaf ya Bii, saya belum sempat datang ke pemakaman kedua orang tuamu. Saya ikut berbela sungkawa ya” ucap Pak Hartawan.
“Iya Pak tidak apa-apa” ucap Bianca.
“Begini Bii, saya ingin mengurus semua asset-aset milik kedua orang tua kamu agar bisa dipindah tangankan kepada kamu semuanya” ucap Pak Hartawan.
“Oh baiklah Pak. Apa yang harus saya siapkan?” Tanya Bianca.
“Saya sudah menyiapkan surat-surat yang harus kamu tanda tangani. Dan saya juga minta foto copy ktp kamuy a” ucap Pak Hartawan.
Tap
Tap
Bi Inah melangkah masuk ke ruang tamu dengan membawakan secangkir kopi dan kue. Bi Inah pun meletakkannya di atas meja. Bi Inah yang teringat ucapan Pak Eko tadi, pun menjadi penasaran pengacara yang datang ini tujuannya apa.
Saat Bi Inah meletakkan cangkir kopi dan kue ke atas meja, mata Bi Inah sengaja melirik ke arah tas Pak Hartawan. Di saat yang bersamaan Pak Hartawan sedang mengeluarkan berkas-berkas yang harus di tanda tangani Bianca. Lalu tanpa sengaja Bi Inah melihat kop surat bertuliskan Pengadilan Agama.
“Bi kenpa?” Tanya Bianca yang melihat ngan Bi Inah bergetar.
“Ti tidak apa-apa Bu” jawab Bi Inah gugup.
“Saya permisi Bu” ucap Bi Inah yang langsung melangkah kembali ke dapur.
“Ayo Pak dimunum kopinya” ucap Bianca.
“Iya Bii, terima kasih” ucap Pak Hartawan.
“Nah ini dia, yang harus kamu tanda tangani. Tadi saya dari rumah klien saya yang sedang mengurus surat-surat perceraian mereka” ucap Pak Hartawan.
“Oh” ucap Bianca beroh ria.
Bianca meletakkan Aditya di kereta dorongnya. Lalu Bianca menandatangani berkas-berkas yang Pak Hartawan berikan. Bianca juga memberikan foto copy ktpnya kepada Pak Hartawan.
“Okey, Bii terima kasih ya. Nanti kalau surat-suratnya sudah selesai saya akan berikan kepadamu” ucap Pak Hartawan.
“Baik Pak. Saya juga berterima kasih Bapak Hartawan sudah banyak membantu kedua orang tua saya” ucap Bianca.
“Iya Bii, sama-sama, Kalau begitu saya pamit ya. Saya harus kembali ke kantor” ucap Pak Hartawan.
“Iya Pak silahkan” ucap Bianca.
Sore hari Mami datang ke rumah Bianca. Sudah beberapa hari ini Mami tidak berkunjung karena sibuk dengan acara Papi akhir-akhir ini. Mami membawa banyak sekali makanan untuk Bianca. Mami pun melangkah ke dapur karena melihat di rumah sepi.
“Eko, Bibi tuh takut deh” terdengar suara Bi Inah sedang berbicara di dapur dengan Pak Eko.
“Takut kenapa Bi?” Tanya Pak Eko yang sedang menyeduh kopi.
“Pengacara yang tadi bawa surat dari pengadilan agama” ucap Bi Inah lemah.
“Nah, pan saya bilang apa Bi. Bi Inah sih kagak percaya sama saya. Ini pasti ada apa-apa Bapak sama Ibu. Saya jadi curiga sama jas di mobil semalam” ucap Pak Eko yang meninggikan suaranya.
“Sssst. Eko klo ngomong pelan-pelan. Nanti kalau Ibu dengar gimana” ucap Bi Inah memperingatkan.
Mami yang sengaja berhenti untuk mendengar pembicaraan Bi Inah dan Pak Eko pun terkejut. Barang-barang yang Mami bawa pun tanpa sengaja terjatuh ke lantai.
Brak
Suara jatuhan barang-barang Mami membuat Pak Eko dan Bi Inah terkejut. Mereka berdua pun segera menoleh ke belakang. Dan mereka berdua tambah terkejut ketika melihat Ibu Mami datang.
“Ko, ada Ibu Mami” cicit Bi Inah.
“Aduh Bi, gimana ini? Saya juga takut” cicit Pak Eko.
Mami pun melangkah menghampiri Bi Inah dan Pak Eko dengan wajah yang berubah dingin.
“Apa maksud pembicaraan kalian?” Tanya Mami dengan nada marah.
Bi Inah dan Pak Eko seketika menunduk.
“Bi Inah, Pak Eko ayo jawab saya. Apa maksud dari pembicaraan kalian soal pengacara datang membawa surat dari pengadilan agama?” Tanya Mami lagi dengan nada marah.
“Em anu Ibu. Em anu” ucap Pak Eko gagap ketakutan.
“Bi Inah jelaskan semuanya kepada saya” ucap Mami kepada Bi Inah.
“Be begini Bu. Ja jadi tadi ada pengacara datang mencari Ibu Bianca. Lalu saya melihat pengacara itu mengeluarkan surat dari pengadilan agama” jawab Bi Inah gugup.
“Apa surat dari pengadilan agama?” Tanya Mami sangat terkejut.
“Lalu jas yang ada di mobil Bianca apa maksudnya?” Tanya Mami lagi dengan nada kecewa.
Bi Inah dan Pak Eko sama-sama terdiam. Mereka sangat takut. Mereka tidak ingin terjadi sesuatu kepada kedua majikannya itu.
“JAWAB SAYA” bentak Mami membuat Bi Inah dan Pak Eko pun tambah ketakutan.
Bi Inah dan Pak Eko sama-sama saling menyenggol bahu. Mereka tidak ada yang berani berbicara. Karena kalau mereka berbicara kejadian semalam itu sama saja mereka menjelekkan Ibu Bianca.
“Pak Eko jawab saya” ucap Mami.
Pak Eko pun semakin menunduk.
“Pak Eko kalau kamu masih betah bekerja di rumah ini jawab saya” ucap Mami dingin.
Jelas saja Pak Eko ketakutan.
“Iya Bu maaf. Ja jadi se semalam saat saya memasukkan mobil Ibu ke dalam parkiran di jok mobil Ibu ada jas laki-laki” ucap Pak Eko gugup.
“Sepertinya itu jas Bapak Bu” ucap Bi Inah yang mencoba menyelamatkan Bianca.
“Jas laki-laki. Mana Jasnya saya mau lihat” pinta Mami.
“Sebentar Bu saya ambilkan” ucap Pak Eko.
Bi Inah menelan salivanya. Gawat Ibu Mami pasti tahu jas milik Pak Willy. Bi Inah pun semakin ketakutan kalau Mami akan kecewa dengan Ibu Bianca. Tak lama Pak Eko datang dan memberikan jasnya kepada Mami.
“Ini Bu jasnya” ucap Pak Eko.
Mami mengambilnya, lalu dia mencium aroma ja situ. Mami hafal aroma Bianca dan Willy. Willy selalu memakai aroma wood, dan Bianca memakai aroma bunga fusia. Tetapi aroma jas ini justru wangi mint dan fusia.
Mami pun segera berbalik dan melangkah cepat membawa ja situ pergi. Bi Inah dan Pak Eko pun saling bertatapan dan ketakutan.
“Bi, gawat Ini kalau Ibu Mami marah kepada Ibu Bianca” ucap Pak Eko.
“Iya, kamu juga sih ngomongnya gede bangat” ucap Bi Inah.
“Lah pan saya kagak tahu Bi ada Ibu Mami disini” ucap Pak Eko dengan logat betawinya.
“Kita berdoa saja Ko, semoga Ibu Bianca baik-baik saja. Kasihan Aditya masih kecil” ucap Bi Inah.
“Iya Bi” ucap Pak Eko.