“Di sini?” “Turunan dikit, Rei.” Jemari lembutnya bergerak turun, lalu menekan di satu titik tepat di pinggang. “Ini?” “Nah,” ujar gue seraya menahan napas karena nyerinya. “Iya, di situ. Hmmph! Sakit!” Reina meletakkan kompresan di titik tersebut, sementara gue menenggelamkan wajah ke bantal. Sumpah sakit banget! “Manja!” “Sakit, humaira! Ngeselin banget sih!” “Mas tuh yang ngeselin.” “Iya, aku emang ngeselin! Bloon! Menang kasep doang!” Bukannya prihatin, Reina malah ngekek. Ngga cuma Reina, tawa juga terdengar dari living room. Gue sekarang ada di salah satu kamar yang bersisian dengan ruang santai keluarga. Terbaring tengkurap, bertelanjang punggung yang sekarang lagi ditutupin sama si Cinta-Yang-Nyebelin. Ia merapihkan selimut rajut yang hangat hingga ke batas ba