Arga undur diri dari medan tempur, sementara aku melangkah takut-takut mendekati Mas Rio. Saat duduk di sampingnya, ia masih menatapku lekat, nampak kesal sekali. Berhubung gelagapan ditantang seperti itu, aku meraih cangkir kopinya, tanpa berpikir panjang langsung saja kutenggak cairan hitam itu. ‘Huek!’ Kopi itu otomatis terlepeh dari mulutku. Sumpah pahit banget! Konyolnya, Mas Rio malah menahan semburan tawanya. Aku bergidik, tak habis pikir ada manusia yang sanggup menenggak ramuan sepahit itu. Mas Rio mengeluarkan sapu tangannya, mengusap mulutku yang belepotan minumannya. Sambil terkekeh! “Pahit banget ih, Mas.” “Bukannya kamu yang ngasih tau Arga takaran espresso aku? Cangkir kecil dua shot, cangkir normal tiga shot.” “Tapi Reina kan ngga pernah nyobain.” “Hmm.