Pagi ini, satu rumah sahut-sahutan bersin. Dinginnya subhanallah. Salju menumpuk di luar membuat Papa Gi, Arga, dan Andara sibuk bebersih halaman sedari subuh. “Masih sakit, Mas?” tanyaku saat melihatnya keluar dari kamar dengan sweater putih dan syal buatanku yang menutup setengah wajahnya. “Tadi stretching sebentar. Pinggangnya sih better tapi masih berasa cekit kalau gerak kiri kanan. Sekarang justru sebadan yang pegal.” “Shock karena jatuh itu,” sambar Mama April. “Nih minum dulu, Yo. Lumayan untuk ngangetin badan. Arga kangen wedang ronde katanya. Mama dan Teteh bikin ala-ala aja.” “Ala Mama dan Reina!” ujar Mas Rio, tak menolak ditawari. Ia ikut duduk di meja makan, mengaduk-aduk isi mangkoknya sebelum mencicip kuahnya. “Enak, Ma.” “Kok ke Mama doang? Reina lho yang bikin r