Gadis Matre

1201 Words
Semua warga kampus dan warga-warga luaran kampus sudah menonton video viral yang membuatku terkena hujatan. Meski, saat ini video telah di take down tetap saja media sosialku penuh dengan kalimat-kalimat sampah. Sengaja aku tak mematikan kolom komentar dan DM biar mereka bebas datang kapanpun. Kini, aku sibuk membaca komentar-komentar pedas netizen sambil makan kue sus kering. Padahal, rencananya tadi mau lanjut belajar. Ah, godaan ketika ingin menjadi mahasiswi rajin memang banyak macamnya. “Mbak ...” “Iya, Bik.” “Ada tamu.” Aku bangun dari rebahan di depan TV. Melihat ke arah Bibik yang baru saja datang. “Siapa? Mama di rumah ‘kan?” “Pak Arayan.” “Calon suamiku datang?!” Aku terkejut, langsung merapikan rambutku yang sejak semalam tak tersentuh sisir. “Untung saja aku sudah mandi, Bik.” “Tetap cantik, Mbak.” Bibik terkikik geli melihatku kebingungan saat Pak Ayang tiba-tiba datang. Aku melihat ke arah jam di dinding sudah pukul 10 siang. Seharusnya dia berada di kampus. “Bibik ke dapur ya, Mbak.” “Okay, Bik. Tolong siapin minuman dan camilan ya. Eh ...” Aku baru ingat kalau hari kamis. Itu berarti Pak Ayang sedang puasa. “Gak usah ding, Bik.” “Tadi sudah Bibik tawari, Mbak. Pak Arayan bilang lagi puasa.” “Calon suami idaman ya, Bik?” Bibik mengacungkan ke dua jempolnya ke atas dan tersenyum lebar. Di rumah ini hanya Bik Sumi yang selalu mendukungku mengejar Pak Ayang. Tak mau membuat Calon imam menunggu lama aku bergegas menuju ke ruang tamu. “Selamat pagi, Bapak ...” “Siang, Cintami.” “Meleset sedikit ngak papa kali, Pak.” “Kamu tidak ke kampus?” Aku menggelengkan kepala. Duduk di sofa yang jaraknya lumayan jauh dari Pak Ayang. “Nggak ada bimbingan, Pak. Lagipula jadwal sempro masih minggu depan.” “Nganggur?” “Iya, Pak. Bisa kok di pakai. Masih available nih ...” jawabanku memang agak ambigu. Wajar jika Pak Arayan terdiam sesaat. “Bisa tolong saya?” “Selalu bisa, Pak.” “Cintami saya serius!” “Saya ini kurang serius apa sama Pak Ayang? Bahkan hidup dan mati, saya serahkan loh sama Bapak.” Aku mendengar Pak Ayang menghela nafas kasar. Sepertinya, dia benar-benar butuh bantuan. Tapi, tak apalah aku menggodanya. Kapan lagi target sasaran datang sendiri tanpa aku pancing. “Tolong koreksi ini,” ucapnya dengan menaruh tumpukan kertas di meja. “Itu apa, Pak?” “Jawaban kuis mahasiswa.” “Sebanyak itu?” tunjuk ku ke arah tumpukan kertas yang kini berjejer tiga. “Sebelah kanan kuis mahasiswa PGSD dan sebelah kiri kuis mapel pendidikan agama islam murid SD,” jelasnya. Oh, iya. Pak Ayang selain menjadi Asisten Dosen, dia juga menjadi guru SD di yayasan pendidikan milik keluarganya. “Pak Ayang tahu sendiri saya tidak pandai pelajaran agama. Mana bisa koreksi jawaban kuis?” “Ini jawaban dari kedua kuis.” Dia menyerahkan dua lembar kertas yang berisi jawaban padaku. “Kamu tinggal mencocokkannya saja tanpa harus berpikir keras.” “Okay, Pak Ayang.” “Sebelum magrib harus sudah selesai. Sekalian saya ambil s**u pesanan Umi.” “Lahhh ... kok cepat sekali. Sebanyak ini gak bakal bisa cepat selesai, Pak. Nanti saya malah salah koreksi.” “Kamu minta bayaran berapa?” Senyumku langsung mengembang saat Pak Ayang tak melupakan take and give. Meskipun aku mencintainya yang namanya kerjasama harus menguntungkan kedua belah pihak. “Bapak mau menikah dengan saya sebagai pembayarannya?” “Cintami!!!” “Hehe, bercanda, Pak. Eh, enggak ding. Saya selalu serius soal menikah dengan Bapak. Tapi, kalau Pak Ayang belum siap ya saya akan tetap bersabar.” “Kirim no rek nanti bayarannya akan saya transfer.” “Saldo E-commerce aja ya, Pak. Kebetulan saya mau cek out skincare.” “Hmmm.” Aku langsung mengirimkan nomor VA E-commerce orange pada Pak Ayang. Mumpung ada rejeki nomplok jangan sampai disia-siakan. “Sudah, Pak.” Pak Ayang tak menjawab. Dia sibuk mengetikkan sesuatu pada ponselnya. Wajahnya tak ada ramah-ramahnya sama sekali sejak datang tapi dia tetap terlihat tampan dan rupawan. Shopee ... Terdengar suara notifikasi dari aplikasi orange di ponselku. Saat aku melihatnya, wow ... saldo masuk satu juta. Koreksi soal dan diberi jawaban saja dibayar segitu banyaknya. Sungguh dermawan sekali Pak Ayang. “Kurang?” Tanya Pak Arayan saat aku tak bersuara. Dengan cepat aku menggelengkan kepala. Gila aja sudah dikasih segitu masih bilang kurang! “Terlalu banyak, Pak. Harusnya dua puluh lima ribu aja. Biasanya saya dapat segitu dari Author Online, hehe.” “Buat beli skincare sisanya belikan hijab.” Haishhhhh, kena mental lagi aku! “Insyaallah, Pak,” jawabku pelan. *** Setelah kepergian Pak Arayan, aku langsung mengerjakan tugas darinya. Acara baca-baca komen netizen julid terjeda dulu karena ada tugas dari bapak negara. Sebagai ibu negara yang baik aku tidak boleh melakukan kesalahan dan harus menyelesaikan tepat waktu. “Ngerjain apa sih?! Kok pelajaran anak SD.” “Astaghfirullah,” ucap ku. Saking fokusnya pada kertas-kertas kuis aku sampai tidak sadar jika ada si bolu Amanda di sampingku. “Apa itu?” tanyanya lagi. “Jawaban kuis muridnya Pak Ayang.” “Kok bisa kamu yang koreksi?” “Namanya juga Suami Istri jadi harus saling membantu.” Uhuk ... uhuk!!! jawabanku sukses membuat Amanda tersedak kue sus. “Kayaknya kamu gila gara-gara terkena bullyan.” “Ye, sembarangan kalau ngomong!” “Gimana ceritanya kamu bisa ngerjain tugasnya Pak Arayan?” “Gak tau cerita pastinya. Tadi, tuh dia kesini bawa tumpukan kertas-kertas ini. Terus minta bantuanku buat koreksi. Ya, aku terima saja soalnya lagi gabut. Lagipula dapat bayaran juga.” “Katanya cinta masak minta bayaran,” cibir Manda. “Cinta soal lain. Dikasih kerjaan tetap harus ada bayarannya lah! Mana bisa gratisan begitu saja.” “Dasar matre!” “Harus!!!!” seruku dengan mengangkat tanganku ke atas. “Jaman sekarang makan cinta aja mana kenyang, Manda?” “Benar juga sih.” Amanda duduk dibawah sambil membawa toples berisi cemilan kesukaanku. Dia membantu merapikan kertas-kertas yang sudah selesai aku koreksi. Sahabat yang baik ya begitu. Tanpa aku minta membantu dengan sukarela. “Tumben ke sini jam segini?” “Mau kasih tahu kamu hot news hari ini.” “Apa tuh? Jangan bilang aku viral lagi!” “Kalau itu sudah jelas. Mana pernah kamu tidak viral? Jajan bakso dua mangkok saja bisa jadi trending topik.” Mengingat soal bakso itu pertama dan terakhir aku makan di kantin Fakultas. Tidak hanya kapok tapi trauma juga! Padahal aku hanya memesan bakso dua mangkok dengan es teh jumbo. Bisa-bisanya hal itu menjadi buah bibir di kampus selama satu minggu lebih. “Soal apa lagi kali ini?” “Kedua penyebar berita hoax sudah dikeluarkan dari kampus.” “Sampai dikeluarkan? Bisanya cuman dapat teguran aja.” “Pastinya sih aku tidak tahu, Mimi. Denger-denger mereka sudah sering bikin masalah gitu.” “Anak Fakultas mana?” “Ekonomi. Tapi sudah semester 12 nggak lulus-lulus.” “Wah, mau jadi duta kampus mereka. Gilak! Ternyata masih ada yang lebih parah dariku.” Ponselku bergetar, ada satu pesan masuk saat aku tengah asik berbincang dengan Amanda. Bapak Soleh “Jam tiga aku ke rumahmu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD