Bolu Amanda
“Mimi buruan lihat IG kampus!!!!!”
“Mimiiiiiiiiiiiiii, woi! Kamu tidur apa ajaran mati. Bangun!!!”
“Astaga, Mimi. Dunia sedang tidak baik-baik saja bisa-bisanya kamu tidur nyenyak!”
“Ini anak juragan sapi kemana sih?! Berita mu viral woiiiiiiii ...”
Hari ini, aku tak memiliki jadwal bimbingan. Aku akan pergi ke kampus hanya untuk mendaftar sempro. Setelah itu, pulang untuk belajar. Seperti pesan Pak Ayang, aku tidak boleh mempermalukan kedua dosbing ku jadi harus menguasai isi proposal penelitianku.
Aku selalu mematikan ponsel sebelum tidur jadi tak tahu jika ada banyak pesan yang masuk. Urutan paling atas pastinya si bolu Amanda.
“Huh, akhirnya viral lagi,” desahku pelan. Setelah itu, membuka IG viral kampus yang selalu memuat berita-berita viral yang kebanyakan hoax. Entah siapa yang menjadi admin? Jika, aku tahu akan ku beri hadiah umroh biar cepat bertaubat.
Video yang di upload jam tiga pagi telah mendapatkan like sebanyak satu juta lebih. Sedangkan komentar mencapai ratusan ribu. Tidak semua komentar negatif masih banyak yang membelaku.
Kedua perempuan yang melabrak ku kemarin diam-diam mengambil fotoku saat bimbingan dengan Pak Arayan. Mereka membuat video kompilasi saat aku bimbingan, berjalan menuju parkiran dan ketika masuk ke dalam mobil.
Jangan tanya caption yang mereka tulis. Untuk ukuran perempuan yang lemah mental pastinya langsung stres dan masuk rumah sakit jiwa. Untungnya Cintami adalah perempuan kuat dan tak pernah takut dengan gunjingan dan cacian.
“Halo, Mimiiiiiiiiiiii!!!”
Aku menjauhkan ponsel saat teriakan Amanda membuat telingaku sakit.
“Pelan-pelan dong! Ngegas banget.”
“Kamu tuh ya. Bikin aku khawatir.”
“Ponsel aku baru nyala.”
“Sudah lihat video viral?”
“Hmmm, sudah biasa. Palingan juga beberapa hari lagi menghilang itu video. Biarkan saja, Manda. Resiko perempuan cantik nan sexy ya begini.”
“Leganya hatiku. Aku kira kamu enggak ada kabar ...”
“Bunuh diri?” sahutku sebelum Amanda melanjutkan ucapannya.
“Iya, admin IG viral kampus pengen aku cincang deh!”
“Tenang saja, Manda. Aku tidak akan melakukan tindakan seperti itu. Misi mengejar Pak Ayang saja belum berhasil. Sia-sia aku mati kalau masih perawan.”
“Astaga, sempat-sempatnya mikir perawan!”
Setiap kali ada berita viral di kampus soal aku, Amanda pasti yang akan uring-uringan hingga tak doyan makan berhari-hari. Sedangkan aku sendiri biasa saja tak terlalu mau ambil pusing. Toh, semua yang diberitakan tidak ada yang benar.
“Mbak Mimi tumben bangun siang?”
“Enggak ada bimbingan, Bik.”
“Mau sarapan sekarang apa nanti, Mbak?”
“Nanti aja, Bik. Masih kenyang abis minum susu.”
Setelah minum s**u aku berniat menonton TV. Sesuai informasi dari Amanda jika pendaftaran sempro dibuka setelah jam makan siang. Masih ada waktu berleha-leha sebelum menghadapi kerasnya dunia kampus.
***
“Yakin mau turun sekarang? Masih banyak tuh anak-anak di lobby.”
“Mereka sengaja menungguku makanya masih betah di lobby.”
“Kurang kerjaan sekali,” omel Amanda.
“Turun yuk! Keburu sekretariat tutup kalau kesorean.”
“Iya, aku tarik nafas dulu biar nggak langsung emosi.”
Aku turun lebih dulu dari mobil sementara sahabatku masih mengatur nafas. Sejak aku menjemputnya wajahnya sudah merah menahan kesal karena sibuk membalas hate comment tentang aku.
“Cintami akhirnya kamu datang juga ...”
“Kenapa?” Aku berjalan menuju ke arah teman-teman kelasku. Hari ini aku tak memakai hijab karena tidak ada jadwal bimbingan.
“Kenapa kamu enggak klarifikasi video viral itu. Kita sebagai teman seangkatan tidak terima kamu dijadikan bahan bullyan.”
Wow ... aku sedikit terkejut dengan ucapan temanku barusan. Tumben sekali tidak ikut menyerang ku. Biasanya mereka kompak mencaci dan memakiku.
“Biarin aja lah. Nanti beritanya hilang sendiri.”
“Ya, nggak bisa gitu dong, Mi. Si penyebar video itu harus mendapatkan hukuman. Bisa tuh kamu laporkan pasal pencemaran nama baik dan menyebarkan berita bohong.”
“Mereka tuh hanya ingin mencari sensasi saja. Tidak perlu di kasih panggung orang-orang seperti itu,” jawabku.
“Kamu tahu siapa penyebar video hoax itu, Mi?”
“Wajahnya aku tahu tapi nama dan fakultasnya tidak tahu.”
Amanda mengajakku cepat-cepat menuju ke sekretariat sebelum para mahasiswa mengerubungi aku di lobby. Sepertinya, semua anak-anak kampus penasaran denganku. Buktinya follower IG ku naik drastis sejak video viral itu diunggah.
“Alhamdulillah, lega sekali sudah daftar sempro.”
“Harus tambah semangat lagi. Biar kita bisa barengan wisudanya.”
“Kayaknya sih enggak bisa. Kamu aja sudah mau sidang.”
“Beda dikit nggak masalah sih.”
“Iy, juga. Paling penting mah lulus, haha.”
“Aku ke toilet dulu ya. Tiba-tiba aja kebelet.”
Sambil menunggu Amanda yang lagi ke toilet. Aku kembali membuka IG. Penasaran berita soal aku. Makin panas atau tidak?
Seperti biasanya, jika belum tiga hari berita viral itu tak akan mereda. Kini komentar bahkan hampir lima ratus ribu sementara like sudah dua juta lebih.
“Tidak perlu dilihat!”
“Eh ...”
Aku kaget saat ada seseorang yang mengambil ponselku. Saat aku mendongak ternyata Pak Arayan.
“Jangan baca komentar!”
“Hih, seru tau, Pak. Lucu aja aku bacanya. Mereka tuh merasa paling kenal aku luar dalam.”
“Sebentar lagi bakal hilang videonya,” ucap Pak Arayan.
“Bapak tahu dari mana? Mana mungkin berita kayak gini menghilang. Kalau banyak yang share itu baru benar.”
“Tidak akan ada yang berani membagikannya.”
Pak Arayan mengembalikan ponsel ku setelah itu pergi begitu saja saat Amanda sudah kembali dari toilet. Calon imamku selalu saja begitu. Datang tak diundang pergi pun tanpa pamitan. Harusnya ‘kan di kasih peyuk dan cium dulu, hehe.
“Tadi Pak Arayan?”
“Hmmm.”
“Tumben mau deket-deket sama kamu,” ujar Amanda.
“Hisssss, memangnya aku ini kuman yang harus dijauhi?!”
“La memang begitu ‘kan? Pak Arayan selalu menjauh darimu.”
“Langsung pulang aja ya. Sekalian aku mau cerita.”
“Asiap!!!”
Selesai mendaftar sempro aku langsung pulang ke rumah seperti rencana awal. Lagian mau nongkrong di kampus suasana sedang tak baik-baik saja. Daripada aku jadi bahan ghibah offline mending aku menghilang sesaat.
“Jadi, Pak Arayan bilang begitu?”
“Iya, tiba-tiba saja dia datang terus bilang gitu.”
“Maksudnya apa ya?”
Aku mengangkat bahu karena tak tahu maksud Pak Ayang. “Aku tadi nggak berani menggodanya. Wajahnya serem banget kayak abis marah gitu.”
“Tumben ...”
“Aneh banget deh dia hari ini.”
“Mungkin dia malu karena digosipkan denganmu.”
Benar juga sih kata si bolu pasti Pak Arayan malu karena nama baiknya tercoreng gara-gara aku. Tadinya, aku sudah besarnya kepala karena Pak Ayang perhatian denganku ternyata salah. Dia begitu karena namanya disangkut pautkan.
“Videonya sudah tidak ada,” ujarku dengan menunjukkan layar ponsel pada Amanda yang tengah menyetir.
“Cepat sekali hilangnya.”
“Uang Pak Arayan ‘kan banyak. Pastinya yang di mintai tolong buat take down video bukan sembarang orang.”
“Benar-benar calon suami potensial.”
“Apa maksudnya? Mau jadi sainganku?!”
Aku menatap tajam ke arah sahabatku. Bukannya takut dia justru terbahak sambil memukul-mukul setir.
“Ya, kali aku mau saingan sama Cintami. Lagian ya, aku lebih suka anak teknik. Vibes anak gunung kelihatan keren gitu ...”
“Aku mah suka Pak Ayang. Misal diajak nikah nanti malam gaskeun langsung!!!”