Sembilan

222 Words
Darel menghampiri Alesha, lalu menggendong perempuan itu ke mobilnya. "Lo masih bisa jalan sendiri, nggak perlu gue gendong juga, kan?" Eza mengangguk, lalu dia berusaha bangun sendiri walau dengan jalan tertatih. "Gue balik sendiri aja, bawa mobil kok." "Gue juga nggak nawarin." "Sialan." Mereka pun langsung keluar dari gudang itu, menuju mobil masing-masing. Darel meletakkan Alesha di jok belakang, lalu mengendarai mobilnya ke apartemen. Setelah mengantar Alesha, Darel meminta tolong kepada Eza agar menjaga perempuan itu, karena dia harus balik ke kantor. Hari ini hari pertama masuk kerja, tapi sudah berani minta izin, apalagi sampai tiga bulan ke depan masih pelatihan sebelum diresmikan sebagai kayawan tetap. Eza mengobati lebam di wajahnya seorang diri, sembari memperhatikan Alesha yang masih terlelap di sofa. "Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?" Jujur Eza memang menyesal karena telah menyia-nyiakan orang yang telah bersama lima tahun, banyak lika-liku kehidupan yang sudah dilalui bersama, tapi sekarang itu semua telah menjadi kenangan yang mungkin tidak akan pernah terulang. Setelah selesai mengobati luka wajahnya, dia pun meletakkan P3K itu di atas meja dan menghampiri Alesha. Membelai pipi mulus yang dulu sering menjadi cubitannya, memandang bibir mungilnya yang dulu selalu menjadi sasaran kecupannya, dan mengusap rambutnya yang dulu sering diacak-acak sama Eza yang membuat Alesha merajuk, dan akhirnya Eza akan membelikan es krim agar Alesha kembali tersenyum. Cerita cinta anak remaja seindah itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD