“Jadi, maksud lo itu ada kating yang enggak sengaja nabrak lo terus itu?” tanya Kayna memelankan kata 'itu' yang menyiratkan sesuatu.
Velly mengangguk beberapa kali sambil menumpukan sebuah di lipatangan tangan menatap layar proyektor yang putih bersih. Di sana sama sekali tidak ada apapun selain layar putih bersih tanpa proyektor.
Adresia nampak semangat sambil membenahi tempat duduknya. “Terus gimana? Dia minta maaf atau menyesal gitu sama lo? ”
“Gue sih yang minta maaf, soalnya dia kating, Re. Gue masih sadar diri sebagai maba yang enggak pernah ngemis maaf dari dia. ” Velly tersenyum singkat sambil menegakkan tubuh kembali dan menatap Adresia serta Kayna yang singkat.
Mendengar perkataan Velly yang di luar dugaan pun membuat Adresia mengerutkan dahinya kesal. “Kok lo yang minta maaf, Vel? Harusnya dia dong. ”
“Kesadaran diri aja, sih. Soalnya ini bukan salah dia doang, tapi gue juga, ”ucap Velly meringis pelan tatkala mengingat dari tenaganya yang begitu besar membuat Kalandra kehilangan keseimbangannya.
Sedangkan Kayna yang menebak kejadian tadi pun mengerling jahil, menatap Velly yang terus memperhatikan Adresia tanpa berani menatap dirinya. Sungguh sikap itu, karena ketika perempuan itu sedang berada di tengah-tengah, sesuatu itu tidak akan berani menatap lawannya, meskipun dalam keadaan. Karena tingkahnya begitu begitu sehingga membuat kesan bagi Kayna.
“Setuju. Ini salah lo juga, kenapa harus balas tenaga kating itu. Untung aja lo enggak sampai ciuman umum. Bisa-bisa lo di do, Vel. ” Kayna menatap Velly dengan wajah ditakut-takuti.
Seketika Velly langsung meningkatkan wajah panik. “Aaa ... Kayna, gue harus gimana?”
Kayna menggeleng pelan dengan wajah polos andalannya, lalu menjawab, “Gue juga enggak tahu, Vel. Mungkin lo bisa dikeluarin setelah ini. Apalagi kating itu semester akhir, sedangkan lo awal aja belum tentu masuk. Dan lo harus merelakan masa kuliah lo nanti. ”
Velly adalah polo perempuan tipikal yang gampang sekali ditakut-takuti. Lihatlah, kali ini perempuan itu malah hampir menangis. Matanya berkaca-kaca sambil mencebikkan bibir bawahnya menahan jerit tangisan. Walaupun ia tahu ini tidak akan berhasil. Karena desakan air mata itu malah membuat dirinya semakin sedih. Ia tidak ingin jika harus kuliah di luar negeri, karena orang yang ia cari ada di sini.
Pemandangan hampir saja menyemburkan tawanya kalau tidak cepat-cepat dicubit Kayna. Perempuan bar-bar itu meringis kesakitan sambil menatap Kayna tajam. Entah kesal atau pun marah, hanya Adresia yang tahu.
Ketika ketiganya tengah asyik menjahili Velly tiba-tiba di pintu auditorium diketuk pelan, membuat Kayna bangkit dari tempat duduknya dan menghadap ke arah pintu tersebut. Di sana nampak siluet tiga orang lelaki dengan berpakaian seperti anak kampus, wajahnya tidak terlihat sama sekali karena silaunya cahaya dari luar. Bahkan Kayna saja sampai menyipitkan mata hingga tinggal segaris.
Orang lelaki itu nampak mendekat dengan berjalan bersisian sambil sesekali menunduk ke bawah memperhatikan undakkan yang menurun. Irama sepatunya nampak serempak dengan suara yang sama, bahkan dengan jeda yang sama. Masing-masing tangan mereka pun bertengger di dalam saku sambil sesekali menganggah pundak kirinya yang ditumpu oleh tas ransel.
Sementara Adresia yang sama sekali tidak beranjak pun hanya memperhatikan dengan wajah penasaran. Bahkan ia tidak memperdulikan tempat duduknya yang dia atas meja. Melupakan bahwa dirinya adalah seorang maba yang harus sopan santun. Apalagi terhadap para kating yang sok leluhur itu.
Sesampainya di hadapan ketiga perempuan yang menatap mereka tanpa berkedip sama sekali, Kalandra langsung menyingkir ke samping kiri Adresia sambil membelakangi mereka dengan bersandar di depan meja. Sedangkan Atha meja yang sama persis di tempati oleh Adresia, bar-bar perempuan bernyali tinggi yang berani melawan dirinya.
Melihat kedatangan Faray ke sini membuat kening Kayna mengerut bingung. Dugaan ia memperkirakan kalau lelaki itu menjemputnya ke sini, karena pagi tadi berangkat bersama.
“Kay, lo udah selesai kelas?” tanya Faray menatap Kayna yang terkejut.
“Kayaknya sih udah selesai, Kak. Soalnya ada dosen yang enggak masuk, jadi diganti ke hari lain, ”jawab Kayna tersenyum tipis.
Faray melirik arlojinya singkat, lalu berkata, “Ya udah sekarang aja. Ayo! ”
"Hah?" beo Kayna tidak mengerti.
Lelaki berkemeja flanel berwarna hitam putih itu memutar bola matanya, lalu pergelangan tangan Kayna. Tentu saja hal tersebut membuat Kayna terkejut dan terburu-buru, berita mungilnya berada di hadapan Adresia. Sedangkan Velly yang melihat Kalandra di hadapannya pun langsung buru-buru bangkit dari lelaki itu.
“Lho, Vel? Katanya lo mau balik belakangan, ”ucap Adresia yang mendapatkan umpatan dalam hati dari Velly.
Sementara Kalandra yang mendengar kepergian Velly pun menoleh datar tanpa merekomendasikan kata sepatah kata pun. Bahkan membuat Atha kebingungan, sebab sebelum mereka bertiga ke sini Faray sempat meminta maaf untuk menjelaskan kejadian ini kepada Velly. Karena ia tahu bahwa itu hanyalah wajahnya yang cantik, tetapi otaknya tidak jauh dengan anak TK.
Enggak deh, gue mau balik dulu aja. Lo mau bareng? ” tawar Velly menatap Adresia mengerjapkan matanya beberapa kali.
Baru saja Alamat yang menjawab tiba-tiba Atha langsung menyelanya, “Adresia sama gue. Lo sama Alan aja sana! ”
Adresia mendelik kesal yang menatap Atha yang senyum-senyum jenaka melihat kekecewaan dari Velly.
“Ya udah, gue duluan, ya.” Velly tersenyum tipis dan membalikkan tubuhnya membelakangi mereka.
Namun, Kalandra langsung menahannya. “Bareng gue aja. Jarang ada bus, kalau lo minta jemput juga kayaknya enggak bakal keburu. ”
Setelah mengatakan itu, Kalandra langsung mengambil pergelangan Velly, lalu membawanya keluar auditorium yang keempat yang menatap tidak percaya. Walaupun Kalandra sendiri tidak percaya akan tindaakannya ini, tetapi hati kecilnya berteriak pada suatu kesenangan. Seperti baru saja menemukan sebuah hadiah yang selama ini ia impikan. Sudah lama Kalandra tidak merasakan hal ini ketika sedang menggandeng seorang perempuan.
Dan tindakan mereka itu tidak hanya semata-mata di ruang auditorium saja. Bahkan ketika keluar kampus pun mereka masih bergandengan tangan, membuat Velly wajah di belakang Kalandra akibat dari kating yang menatapnya tidak suka.
Sedangkan Kalandra yang melihat perilaku Velly yang tidak mematuhi langkahnya, lalu berbalik ke belakang menatap wajah yang menggemaskan itu yang menunduk dalam. Bahkan poni tipisnya menutupi separuh wajah menggemaskan itu.
"Kenapa, Vel? ” tanya Kalandra lembut sambil merendahkan tubuhnya mensejajarkan tinggi Velly.
Wajah Velly terangkat takut-takut melihat tatapan lembut dari Kalandra, lalu menggeleng pelan. Mengkode bahwa dirinya baik-baik saja.
Tangan kekar Kalandra terulur pancing dagu mungil milik Velly, membawanya menatap mata abu-abu yang sangat familiar itu. Bahkan ia sempat terpedaya oleh tatapan Velly yang lagi-lagi mengingatkan dirinya pada seseorang.
“Jangan takut, ada gue di sini,” ucap Kalandra sambil memegang pipi kiri Velly lembut, menatap mata abu-abu itu dalam, menyiratkan sebuah pesan lama.