Hari ini adalah hari bahagia bagi keluarga kecil Lazuardy. Karena kedatangan Bara tidak hanya sendiri-mata pulang dari perjalanan bisnis. Akan tetapi, ia juga membawa salah satu perempuan yang memang akan ia jodohkan pada Faray Zikri Lazuardy. Sang bungsu lelaki kesayangannya.
Namun, hari bahagia itu hanya disambut oleh Mamah Ayu dan Mbak Ani saja, tidak dengan Faray yang masih berdiam diri di kamar menghindari sang papah yang selalu menjodohkan dirinya pada siapa pun. Padahal kalau di pikir ia masih sangat muda kalau untuk menikah, karena belum juga genap umur kepala tiga ia sudah dikejar-kejar untuk segera mempunyai anak. Kalau memang itu yang diperlukan orangtuanya, maka akan Faray lakukan. Akan tetapi, kalau untuk menikah dirinya masih butuh butiran kali ini memantapkan hatinya pada satu gadis, bukan wanita.
Faray tentu saja menginginkan seorang gadis yan masih perawan. Sebrengsek apapun lelaki, sebejat apapun lelaki, urusan masa depan pasti menginginkan yang terbaik. Maka, sebelum mencari yang terbaik ia ingin menjadi baik. Karena usaha tidak akan mengkhianati hasil. Sekecil apapun usaha itu akan ia lakukan jika itu memang benar-benar pilihannya, termasuk mencari istri untuk masa depan.
Meskipun demikian banyak wanita, Faray belum juga memiliki kandidat yang pas untuk dirinya. Terlebih ia selalu pergi ke diskotik yang isinya wanita sama saja. Asal ada uang, tubuh mereka pun mau disentuh-sentuh. Sejujurnya ia juga merasa jijik apalagi harus bergantian dengan orang lain. Dan hanya dengan Carissa saja ia mau berhubungan seperti itu, karena walaupun perempuan itu pernah dipakai sekali ia tidak pernah kembali. Hal-hal yang membuat Faray betah berada dalam hubungan yang rumit dengan Carissa.
Sebenarnya Carissa ayah lelaki baik-baik yang selalu mengedepankan wanita. Justru malah dirinya yang selalu menginjak-injak wanita. Bahkan semua tahu yang ada di kampus pun kalau ia hanya memanfaatkan mereka saja.
“Ray, lo kenapa malah masuk ke kamar? Enggak kangen sama Papah? ” tanya Mbak Ani menghampiri adiknya yang berada di balkon memandangi arah luar yang nampak lenggang.
Enggak, Mbak. Malas aja sama Papah kalau pulang selalu bawa cewek. Ngebet banget mau nikahin gue. Padahal kan gue masih muda, Mbak. Masih ada waktu buat gue senang-senang dulu, ”jawab Faray kesal.
Liani tersenyum tipis melihat sikap Faray yang masih sangat manja. Ia tahu keinginan Faray adalah sukses sebelum menikah. Akan tetapi, ia juga tidak sanggup membantu adiknya itu. Karena jika Papah Bara sudah merekomendasikan menikahkan Faray, maka hanya Faray yang bisa menolaknya.
“Kalau kamu enggak suka bilang sama Papah. Jangan ngambek kayak gini. Mirip cewek, ”ejek Liani tertawa kecil.
Sementara Faray mengembuskan napas pelan. Ia cukup lelah akan permintaan papahnya yang tidak pernah berujung. Sudah dituruti satu, maka akan ada satu lagi yang harus ia turuti, begitu pun sebaliknya.
Mulut Faray berbusa, Mbak. Udah ngomong berkali-kali aja papah masih ngenalin. Faray harus apa coba? ” tanya Faray frustasi.
“Kalau enggak begini saja, kamu cari pacar. Mbak yakin kalau Papah bakalan berhenti ngenalin kamu sama cewek-cewek anak kolega Papah, ”jawab Liani menaikturunkan alisnya doa.
Sejenak Faray menimang perkataan mbaknya itu. Walaupun sedikit nyeleneh ia harus segera mencari pacar, tetapi bukan Carissa. Karena kalau dibiarkan seperti itu hidupnya tidak akan pernah bisa lepas. Sudah diberi kesempatan, maka Carissa tidak akan pernah melepaskan dirinya apapun yang terjadi.
“Tetapi, Faray harus sama siapa, Mbak?” tanya Faray.
Liani tersenyum senang menatap Faray yang menjalani perkataannya. “Mbak sudah ada kandidatnya, tetapi kamu harus janji enggak akan ngusik perempuan ini.”
Iya, Mbak. Asal Faray bisa lepas dari paksaan Papah, ”sahut Faray malas.
***
Seperti hari Minggu pada biasanya Kayna selalu disibukkan oleh latihan karate yang diadakan di salah satu dojo. Ia memang sering kali melatih di sana. Akan tetapi, pelatihan yang ia lakukan hanyalah tinggal.
“Siapa yang di sini udah bisa pecah?” seru Kayna tersenyum lebar pada sekumpulan anak-anak yang memperhatikan dirinya.
“Aku bisa, Kak!”
Suara teriakan khas anak-anak terdengar sangat keras membuat Kayna tertawa pelan. Ia begitu bahagia melihat rasa yang menggelora di dalam diri mereka. Bahkan ia sempat dibuat tidak percaya akan sikapnya kali ini. Karena entah dari mana ia menjadi semangat seperti ini.
“Oke, oke! Kakak tahu kalian pasti bisa semua. Kalau begitu, Kakak minta untuk latihan berikutnya kalian menghafalkan kata satu. Gimana? Yang hafal akan Kakak kasih es krim. Siapa yang mau? ” tanya Kayna dengan nada cinta.
Suara riuh semakin tidak terkendali membuat Kayna kewalahan. Ia memang kerap memberikan hadiah-hadiah kecil untuk mengapresiasi kegigihan mereka, termasuk hadiah es krim yang selalu ia hadiahkan pada anak-anak yang selalu hafal kata.
Kata dalam karate adalah suatu jurus beauty yang selalu mengedepankan keindahan dan kelenturan. Tidak seperti kumite yang selalu mengedepankan ketangkasan dan kelincahan.
“Kalau begitu, Kakak tunggu minggu depan, ya,” ucap Kayna berhenti acara pelatihannya. Namun, sebelum itu dia berdoa terlebih dahulu, lalu membubarkan barisan.
Setelah itu, para anak-anak pun menghampiri orangtua mereka. Namun, ada pula yang diantar oleh pengasuhnya, bahkan ada pula yang berangkat sendiri karena jaraknya yang lumayan dekat.
Kayna yang menatap pemandangan itu tersenyum tipis sambil membereskan beberapa pelaratannya yang masih berserakan. Walaupun kali ini dirinya hanya membawa handball , tetapi kalau mempunyai beberapa pasang itu pun sangat merepotkan. Apaagi kalau ia harus membawanya sendiri.
Sementara di sisi lain, Azka dan Netta yang baru saja menyelesaikan latihannya pun dijemput oleh Faray dan Liani. Kedua kakak beradik itu sebenarnya ingin membeli sesuatu. Akan tetapi, ia teringat kalau si kembar akan pulang sebentar lagi. Alhasil Faray pun mau tak mau menjemput si kembar dengan mobil mewahnya.
“Abang tumben jemput,” ucap Azka Membuka Pintu mobil, Lalu menduduki co- supir Yang kosong.
Faray menatap lelaki bertubuh kecil itu singkatnya. “Tadinya abang enggak mau, karena belakangan mobil abang bau gara-gara keringat kamu yang banyak itu menempel di kursi jok.”
Azka mencibir pelan sambil mendengus pelan. Abangnya ini memang benar-benar frontal ketika mengatakan apapun dan tidak pernah salah bernyanyi pendengar yang sakit hati.
Sedangkan Liani yang masih ada di luar hukuman kaca jendela Faray, lelaki itu mengerutkan dahinya bingung.
“Lah, Mbak? Kok masih di luar, ”tanya Faray bingung sambil menurunkan kaca mobilnya.
Liani memutar bola matanya, lalu membuka buka pintu mobil Faray, dan menarik lelaki itu dari kursi jok. Ikut gue bentar.
Si kembar yang melihatnya pun penasaran, tetapi mereka tak kuasa jika harus menyusul. Karena kini ac mobil yang menyala begitu kuat membuat kelelahan terasa jauh lebih nikmat. Bahkan bulir-bulir keringat yang sejak tadi menetes mulai menyesap ke dalam.
“Ngapain sih, Mbak?” tanya Faray penasaran.
“Kamu lihat cewek yang lagi beresin handball itu?” Liani menunjuk punggung mungil yang sedang mengambil satu per satu bola tangan , lalu memasukannya ke dalam kantung besar.
Faray mengangguk punggung kaku, ia seperti beruang itu.
“Nah, orang yang Mbak kenalin itu dia. Namanya Kayna Fayeza, kamu kenal enggak? Katanya dia maba di kampus kamu, ”ujar Liani senang.
Mendengar pernyataan yang mengejutkan dari mbaknya, Faray terdiam kaku. Menatap wajah Liani yang tersenyum lebar dengan pandangan yang sulit diartikan.