“Calya, pada saat seperti ini gue baru ngerasa nikmatnya jadi VVIP. Tapi gak enak juga sama tamu non-VVIP yang melihat ke arah kita penuh cibiran.” Bisik Renatta pada Calya yang ada di posisi di depannya.
“Lah, gue kan baru kali ini jadi tamu VVIP, Natta!” balas Calya. Renatta tersenyum simpul mendengar itu.
Saat mereka berjalan anggun dan melewati Erlan dan pasangannya, Fenty, yang berwajah masam karena harus mengantri, hanya sedetik Renatta menoleh ke arah kanannya. Matanya dan Erlan bersirobok, tapi keduanya tidak ada yang tersenyum, layaknya tidak saling kenal. Hanya ada sorot mata penuh tanda tanya pada Erlan dan sorot mata kesedihan Renatta.
“Renatta, yuk masuk.” Suara lembut Danendra membuyarkan lamunan Renatta, mereka melangkah beriringan. Senyum kecil tercetak di bibir Renatta dan Danendra. Erlan bisa lihat itu dan di suatu sudut hatinya terasa nyeri. Hatinya semakin nyeri saat melihat Danendra mengambil lengan Renatta untuk dia gandeng, lembut dan mesra. Aura kebahagiaan nampak jelas pada Renatta dan Danendra.
Mata Erlan lekat melihat ke arah Renatta yang malam itu tampil sangat memesona. ituGaun pesta hitam bertali satu diagonal dengan detail lipit di bagian d**a, membuat d**a Renatta sedikit terekspos. Mata lelaki nakal akan terfokus pada d**a juga indahnya pundak Renatta, dengan kulit kecoklatannya, cantik dan eksotis. Belahan gaun hingga di atas lutut semakin menambah kesan seksi. Imajinasi liar para lelaki nakal pasti akan langsung saja berfantasi.
“Yang, ayo maju. Kenapa bengong sih?” Fenty menggoyang lengan kanan Erlan.
“Eeh, i.. iya.” Kegugupan Erlan membuat Fenty sebenarnya sedikit curiga, tapi dia abaikan saja saat ini.
Di dalam ballroom, lagi-lagi kaum biasa harus gigit jari, saat kaum VVIP mendapatkan layanan khusus prioritas bersalaman dengan mempelai dan keluarganya. Gigit jari itu semakin dalam, karena kaum VVIP mendapatkan meja bulat dengan desain elegan, terpisah dari kaum biasa.
Erlan melirik ke salah satu meja. Tiga lelaki yang ada di meja itu, semuanya berparas tampan, fisik sempurna dan tentu banyak kartu membuat tebal dompet mereka. Ketiganya menjadi magnet kaum Hawa yang sesekali mencuri pandang. Mungkin juga melap air liur yang menetes.
Erlan tidak pedulikan bahkan jika Rafi sekalipun menjadi rebutan para gadis malam ini. Dia hanya fokus pada Renatta. Wajah yang biasanya terpoles make up tipis, kali ini semakin ayu dan anggun dengan make up lebih tebal tapi tetap natural. Yang membedakan adalah warna lipstik Renatta kali ini berwarna merah bata, kontras dengan warna gaun dan kulitnya.
Erlan lihat beberapa kali Danendra yang duduk di sebelah kanan Renatta, berbisik pada gadis itu, menyentuh punggung tangan Renatta dan tatapannya terlihat cemas. Kemudian berganti Calya yang berbisik pada Renatta, entah apa yang mereka bisikkan, mungkin sesuatu yang penting?
Eeh tapi kenapa Sagara malah menempelkan punggung tangannya ke kening Renatta? Apakah Renatta sakit?
Kening Erlan berkerut melihat itu. Entah kenapa dia ikut merasa gelisah, hatinya juga ketar-ketir.
Renatta kemudian berdiri, memegang mulutnya, sepertinya ingin muntah.
“Bang, aku ke kamar kecil dulu ya. Perutku mual.” Pamit Renatta.
“Aku temani yaa.” Danendra berdiri, ingin mengikuti Renatta, tapi ditolak halus.
“Gak perlu Kak, setelah ini aku ijin ke taman dulu ya, cari udara segar.”
“Natta, aku temani. Tidak boleh menolak.” Tegas suara Sagara.
“Gak perlu Bang, nanti siapa yang temani Calya? Lagipula Abang dan Kak Danen kan harus ramah tamah dengan beberapa klien.” Renatta kibaskan tangan.
“Biar aku saja yang temani Renatta.” Rafi berdiri, mengikuti Renatta. Renatta tidak menolak.
“Raf, nitip Renatta ya.” Titah Sagara.
Rafi tersenyum dan mengangguk.
“Kak Raf, beneran mau nungguin aku di depan toilet?”
“Di sini aja deh Natta, bisa-bisa aku digerebek secara kan toilet cowok kan di seberang sono. Aku menunggu di situ ya.”
Rafi menunjuk tiang putih besar yang berjarak sekira sepuluh meter di depannya. Dia sandarkan punggung lelahnya karena belum sempat beristirahat. Dari kemarin dia ada tugas di Bandung, hari ini kembali ke Jakarta dan langsung meluncur ke hotel The Dhar. Beruntung hubungannya cukup dekat dengan Sagara dan Renatta hingga bisa ikut rombongan tamu VVIP.
Renatta masih lama gak ya? Ini cewek-cewek udah pada ngeliatin aku.
Sesekali Rafi berikan senyum pada para gadis yang tersenyum usil padanya, bahkan ada yang berikan kedipan genit. Andai saja mereka tahu, ada bongkah penyesalan sebesar Piramida Giza dalam hati Rafi pada seorang perempuan yang sampai sekarang dia tidak tahu di mana rimbanya.
Untuk menghilangkan kebosanan, Rafi menggulir gawai canggihnya, berselancar entah apa. Angin semilir berhembus menerpa tubuh Rafi memberikan sensasi sejuk. Tapi sedetik kemudian, Rafi mendunga saat menghidu harum parfum yang sangat dia kenal. Matanya meliar ke kanan kiri, mencari sosok pemakai parfum ini. Kakinya reflek melangkah saat melihat sosok perempuan yang dia duga adalah perempuan yang dia cari selama ini.
“Uchie…?! Tunggu!” Rafi sebutkan nama, tapi sosok itu melangkah cepat, seperti tidak mendengar panggilan Rafi.
“Bening Syallia Suci! Tunggu!” Rafi sangat yakin sosok yang dia panggil itu adalah perempuan yang dia cari selama ini. Perempuan yang membuatnya berkubang penyesalan mungkin hingga seumur hidupnya.