Luisa tersenyum lebar saat Al menyodorkan sebuah cup besar berisi popcorn di depan wajahnya. Gadis itu menerimanya dengan wajah bahagianya. Al jadi tertawa sendiri. Gadis ini benar-benar langka.
Pria itu menggeleng kecil. Dia menggigit bibirnya menahan tawa yang lebih kencang lagi saat memikirkan Luisa. Memikirkannya di saat dia ada di sebelahnya. Al terdiam. Dia baru menyadari jika hanya dengan memikirkannya saja sudah bisa membuatnya tertawa.
Al menoleh ke samping. Menatap gadis cantik bertubuh ramping itu sedang menikmati popcorn di tangannya. Menyuapkan jagung popcorn dengan lahap. Pria itu lagi-lagi tidak bisa menahan tawanya.
"Jangan dihabisin! Nanti di dalem nyemil apaan?" tegur Al saat Luisa terus menikmati popcornnya.
Luisa menelan kunyahan terakhirnya. Kemudian meminum softdrink yang ada di sampingnya. Sambil menatap Al kesal, Luisa mengerucutkan bibirnya yang tipis.
"Kan punya kamu masih banyak. Jadi nanti bisa minta punya kamu kalo abis," jawabnya dengan dagu menunjuk pada popcorn yang dibawa Al.
Al melihat popcorn miliknya yang memang masih penuh belum tersentuh sedikitpun. Buru-buru pria itu menjauhkan popcorn yang dibawanya dari Luisa.
"Nggak! Enak aja! Kenapa jadi minta punyaku juga? Kan udah ada bagian sendiri-sendiri!" balasnya.
Luisa merengut kesal. Gadis itu menatap Al penuh dendam.
"Pelit!" ujarnya.
"Biarin! Biar cepet kaya!" jawab Al.
"Mana ada orang pelit cepet kaya? Yang ada rejekinya mampet tau!" balas Luisa sewot.
Al menahan tawanya melihat wajah kesal dan merengut gadis itu. Membuatnya makin bersemangat untuk menggodanya. "Kata
siapa?"
"Kata aku barusan!"
"Emang kamu yang bagiin rejeki? Enggak kan? Sotoy deh!" ledek Al.
Luisa mendelik pada Al. Mata hazelnya yang menjadi favorit Al membulat sempurna. Makin membuatnya terlihat indah. Gadis itu memalingkan wajahnya masih dengan bibir terkatup rapat.
Al tertawa. Buru-buru pria itu merangkul pundak Luisa. Menariknya untuk segera masuk ke bioskop. "Bercanda doang sih! Kamu boleh ambil semua kok. Masuk yuk! Bentar lagi filmnya mulai!" ajaknya.
Luisa terdiam. Menatap Al lekat. Pria tampan yang berhati malaikat itu membuatnya merasa istimewa. Dia yakin Romeo ditakdirkan untuknya.
Luisa menggeleng kecil. Menyadari pemikiran bodohnya. Tidak sekarang. Dia harus berjuang lebih keras untuk bisa mendapatkan hati Romeo.
Gadis itu menatap tangan Al yang merangkul pundaknya. Menariknya masuk ke bioskop. Rasa hangat menjalari ke seluruh tubuhnya. Juga membuat dadanya terasa penuh dengan rasa bahagia yang seolah meluap-luap ingin tumpah.
Luisa hanya mengikuti kemana langkah Al menuntunnya. Membiarkan Al membawanya kemanapun yang dia inginkan. Asal bisa bersama dengan Al dia sudah bahagia kan?
Siang itu setelah lama di taman, saat matahari mulai menyengat, mereka memutuskan untuk jalan-jalan. Mempergunakan waktu santai mereka sebaik-baiknya. Dan bioskop adalah pilihan terbaik mereka. Jadilah mereka menghabiskan waktu di bioskop.
***
Al mengekori Luisa. Berjalan di belakangnya. Sementara gadis itu masuk ke dalam toko aksesoris dan memilih-milih beberapa jepitan rambut. Juga ikat rambut dari karet.
"Beli berapa ya? Kalo beli satu, ntar rebutan sama Della. Kalo beli dua, keenakan itu anak!" Luisa menggerutu pelan. Dia menimbang-nimbang mana saja barang yang mau dia beli.
"Mau beliin buat Della juga?"
Luisa terhenyak kaget saat Al tiba-tiba ada di sampingnya. Bukannya pria tadi mengatakan akan menunggu di luar saja? Kenapa sekarang dia ikut masuk?
Gadis itu mengangguk kecil. Dia kembali fokus pada berbagai macam jepitan yang dia pilih. "Iya nih, Al. Bingung deh. Kalo beli satu takutnya nanti direbut sama Della. Secara kan anak itu rese banget. Tapi kalo beli dua keenakan dianya. Nggak keluar duit buat beli iket rambut. Tinggal make aja!" ujarnya.
Luisa mengambil sebuah ikat rambut yang terbuat dari karet dengan hiasan huruf R diatasnya. Gadis itu tersenyum kecil. Menoleh pada Al yang sekarang jadi ikutan memilih jepitan.
Gadis itu tertawa terkikik melihat betapa antusiasnya Al melihatlihat berbagai jepitan di toko aksesoris itu. Al menoleh saat menyadari Luisa memperhatikannya.
Tawa Luisa pecah saat melihat ekspresi konyol Al. Sungguh lucu melihat dokter cool itu menatap bodoh padanya. Sambil memegang beberapa jepitan unyu di tangannya. Gadis itu tertawa terbahak-bahak.
Luisa sampai memegangi perutnya yang terasa sakit. Karena saking tidak bisanya dia menahan tawa. Bahkan si mbak-mbak pelayan toko pun ikutan ketawa. Saling berbisik dengan temannya membicarakan Al.
Al yang merasa jadi pusat perhatian pun buru-buru ngacir keluar meninggalkan toko aksesoris itu. Sembari menahan malu, Al merutuki dirinya yang tadi sudah bersikap bodoh dengan masuk ke dalam toko tersebut.
Setelah membayar semua belanjaannya, Luisa berjalan menghampiri Al yang berdiri di dekat sebuah pilar besar yang terdapat pada mall itu.
Al memasang muka kesalnya karena Luisa tidak juga bisa menghentikan tawanya. Gadis itu kembali tertawa melihat Al. "Ketawa aja terus!" ujar Al dongkol.
"Iyalah! Ketawa kan gratis. Kecuali kalo bayar aku nggak bakal mau ketawa!" ledek Luisa.
Dan untuk pertama kalinya, hari itu dia melihat dokter tampan, berwibawa yang biasanya memasang gaya cool dan dewasa. Berubah menjadi bocah imut saat sedang kesal seperti itu.
"Al! Al! Jalannya jangan cepet-cepet, kek!" ujar Luisa saat Al berjalan cepat di depannya. Al bahkan tidak menoleh sedikitpun.
Luisa pun berlari menyusul Al. Berusaha menyamai langkahnya. Dengan nafas terputus-putus karena baru berlari.
"Ya elah. Gitu doang marah! Dokter kok ngambekan!" ledek Luisa sembari berjalan dengan cepat di samping Al.
"Al ih! Pelanan dikit kek, jalannya! Aku capek tau!" gerutu Luisa saat dia sudah merasa kesususahan menyusul langkah Al.
"Aliii..." ujar Luisa kesal. Karena Al menoleh pun tidak. Ternyata hatinya lumayan kaku juga ya. Hanya karena masalah sepele dia bisa marah sampai seperti itu, batin Luisa.
Luisa berjalan sambil mengomel. Menggerutu mencela Al yang dirasa tidak bisa diajak bercanda. Namun tiba-tiba gadis itu menubruk punggung Al karena pria itu mendadak berhenti tepat di depannya.
Belum sempat Luisa menyadari jika perbuatan Al lah yang membuatnya kesakitan, gadis itu terhenyak saat tiba-tiba tubuhnya di peluk Al.
Kedua lengan pria itu melingkari pundaknya. Tangannya berada di atas kepala Luisa. Menariknya untuk menunduk. Hanya beberapa detik saja. Kemudian pria itu melepaskan tangannya dari kepala Luisa.
Namun lengannya masih bertahan melingkar di pundak Luisa. Dan kini lengannya merosot jatuh ke pinggang kecil gadis itu. Matanya menatap mata Luisa lekat.
Luisa menahan nafasnya saat menyadari wajahnya yang beradu sangat dekat dengan wajah Al. Bahkan gadis itu bisa mencium bau parfum Al. Mendengar detak jantungnya yang berdebar keras. Berlomba dengan jantungnya sendiri.
"Hati-hati!" ujarnya lirih. Kemudian melepaskan lengannya dari tubuh Luisa. Pria itu memutus kontak matanya dengan Luisa.
Pandangan Al berganti pada sebuah obyek yang tadi hampir saja membuat Luisa celaka. Tadi ada seorang pegawai kebersihan yang memanggul tangga aluminium.
Berjalan bersinggungan dengan mereka. Ujung tangga yang dibawanya hampir mengenai Luisa jika saja tadi dia tidak cepat menariknya.
Mata Luisa mengikuti arah pandang Al. Gadis itu membulatkan matanya. Hampir saja dia celaka. Jika saja tadi Al tidak menyelamatkannya. Tadi dia terlalu fokus mengomel sepanjang jalan sampai tidak sadar jika dia bisa saja celaka.
Luisa menatap Al lama. Kenapa pria ini selalu ada untuk menyelamatkannya. Al seolah memang sengaja dikirim oleh Tuhan untuk menjaganya. Menjadi malaikat pelindungnya.
Benar. Jika berada di dekat Al, Luisa selalu terhindar dari kesialan. Dia tidak pernah tertimpa musibah saat ada di dekat Al. Gadis itu menatap Al lama. Romeonya, malaikat pelindungnya.
Bolehkah jika seandainya dia memiliki malaikat berwujud manusia itu? Bisakah dia memilikinya untuk dirinya sendiri?
Matanya berkedip menatap Romeonya yang kini sudah kembali berjalan di depannya.
Luisa termanggu di tempatnya berdiri. Menatap sosok itu yang berjalan kian jauh dari hadapannya.
***
"Aisyah?" ucap Al kaget saat melihat seorang gadis berjilbab duduk di sofa rumahnya.
Gadis itu tersenyum lembut pada Al. Dia bangkit dari duduknya saat pria itu berjalan menghampirinya. Senyum di bibir pink Aisyah merekah. "Baru pulang?" tanyanya.
Al mengangguk pelan. Melempar senyum tipisnya pada sahabatnya itu. "Iya nih, Ai. Kamu udah lama?" balasnya.
Aisyah mengendikkan bahunya sekilas sembari tersenyum manis. "Darimana aja?"
Al mengernyit. Menatap Aisyah bingung. "Darimana? Ya dari-" ucapannya terputus.
"Dari klinik?" sela Aisyah.
Al terdiam saat melihat senyum geli Aisyah. Gadis itu mendudukkan kembali pantatnya di sofa. Menatap Al dengan menahan tawanya.
"Jadi darimana Dokter Romeo? Bolos kerja dan nggak pulang seharian? Main di warnet?" godanya.
"Kok kamu-"
"Aku tadi ke klinik. Kata suster disana kamu ijin nggak masuk," ujar Aisyah memutus ucapan Al.
Al menggaruk kepala bagian belakangnya sembari tersenyum konyol. Masa iya dia ketauan banget main di warnet? Emangnya gayanya memang menunjukkan kalau dia baru main di warnet ya? "Jadi bener?" ucap Aisyah.
Al meringis, lalu mengusap rambutnya ke belakang. Satu kebiasaannya yang Aisyah ingat selalu dilakukan pria itu saat salah tingkah.
"Udah aku duga," ujarnya.
Ya, Aisyah memang benar. Tadi sore setelah mengantar Luisa pulang, Al mampir ke warnet. Sebenarnya tadi dia tidak berniat ke warnet.
Tapi saat perjalanan pulang tadi, tanpa sengaja dia melihat empat orang anak yang menyebrang jalan raya. Kemudian berlari-lari penuh semangat menuju warnet.
Al jadi teringat dulu dia sangat suka main ke warnet. Bahkan sampai kuliah pun Al masih sering kesana. Cuma setelah lulus kuliah, dia disibukkan oleh kegiatan ini itu. Jadi di tidak lagi bisa main ke warnet.
Padahal menurut Al, warnet itu surganya para gamers. Entah kenapa Al jadi merindukan bermain game di warnet seperti dulu.
Dia jadi teringat akan adiknya yang dulu menjadi teman mainnya di warnet. Dan menjadi partner sejati saat mamanya ngamuk karena mereka seharian main di warnet sampai lupa waktu. Lupa rumah dan lupa PR.
Kemudian tanpa ragu, Al membelokkan mobilnya. Menuju ke warnet yang dimasuki oleh anak-anak tadi. Biarlah sekalian mumpung libur, batinnya.
"Kamu tau aja. Hehe..." Al tertawa garing.
Aisyah berdecak. "Iyalah. Kamu kalo main kemana lagi kalo nggak ke warnet? Main ke club malem? Berani?" ledeknya.
Al mendelik. Menatap Aisyah yang tersenyum meledek. Pria itu berjalan menghampiri Aisyah yang duduk memangku bantal kursi berwarna hitam itu.
"Wah... lo sekate-kate banget, Ai! Lo jangan salah ya! lo kira gue anak kecil? Gue berani kali main ke club!" ucap Al tak terima.
"Halah... paling lo bentaran keluar lagi. Takut liat Tante-tante telanjang!" ucap Aisyah.
Kemudian gadis itu tertawa ngakak teringat kekonyolan Al dulu. Dulu saat mereka masih SMP, Al nyaris jadi sasaran seorang tante-tante haus belaian. Ketika itu Tama, teman sekelas mereka sedang mengadakan pesta ulang tahun di club malam.
Al dan Aisyah yang saat itu masih bandel-bandelnya, ikut teman-teman mereka pergi ke pesta ulang tahun Rama tanpa sepengetahuan orang tuanya.
Dari awal masuk, Al sudah merasa tidak enak. Karena ada beberapa pengunjung club yang memperhatikannya. Terutama wanita, yang langsung terpesona melihatnya.
Jangan salahkan mereka karena terpesona dengan anak di bawah umur. Karena nyatanya pesona Al memang luar biasa. Saat masih SMP saja di sudah luar biasa tampannya. Apalagi dengan postur tubuhnya yang tinggi besar.
Membuatnya sudah seperti pria berumur kepala dua. Jadi saat Aisyah meninggalkannya untuk ke toilet, seorang wanita bertubuh cukup seksi, dengan pakaian minim menghampiri Al.
Duduk di sebelahnya. Kemudian mulai bertanya-tanya, dan merayu Al sambil grepe-grepe badannya. Akibatnya Al langsung kabur keluar club. Dan sialnya wanita itu mengikutinya keluar.
Untung saja saat itu dia ditolong oleh seorang tukang parkir yang membantu menyembunyikannya di antara semak-semak agar tidak ditemukan oleh si tante.
Dari tukang parkir itulah Al tau jika si tante tadi adalah seorang janda kaya raya, yang setiap hari berada di club tersebut dan mencari para pemuda yang bisa dia ajak melakukan ONS.
Al pun menjadi takut. Saking takutnya, dia sampai sakit dan tidak masuk sekolah sampai berhari-hari. Aisyah tertawa ngakak saat mengingat konyolnya Al saat masih muda dulu.
"Stop Ai! Jangan ketawa lagi!" hardiknya.
Aisyah masih terus tertawa terbahak sampai Al melotot padanya. "Gue lempar ke kolam juga lo!" ancamnya yang membuat Aisyah terdiam seketika.
Gadis itu merengut menatap Al. "Jahat!" ucapnya ngambek.
Kini gantin Al yang tertawa melihatnya. "Lo udah tua, Ai! Nggak pantes manyun-manyun ngambek gitu!" cibirnya.
Aisyah melempar bantal kursi yang tadi dipangkunya ke arah Al. "Kayak lo nggak tua aja ngatain gue tua!" serunya tak terima.
Al terkekeh. Pria itu meletakkan bantal ke sofa. Kemudian beranjak menuju ke tangga. "Gue mandi dulu! Lo kalo mau pulang, pulang aja!"
"All!!" seru Aisyah geram.
Pria itu tertawa terbahak-bahak. Kemudian berlari ke kamarnya. Meninggalkan Aisyah dengan sejuta emosi dan juga bahagia. Karena akhirnya Al tidak lagi berusaha menghindarinya.
Aisyah bersyukur keadaan Al baik-baik saja. Setelah beberapa lama mereka tidak bertemu setelah penolakan Al saat akan dijodohkan dengannya waktu itu.
Dia senang Al mau berbicara padanya. Masih bersikap seperti dulu. Sesuai dengan pesan terakhirnya malam itu.
Lupain yang terjadi malam ini! Anggap aja nggak ada perjodohan diantara kita. Karena gue masih mau jadi sahabat lo, Ai.
Pesan terakhir Al kepada Aisyah. Yang masih gadis itu ingat hingga kini. Dan mungkin sampai kapanpun.